webnovel

sekolah hantu

Rahel harus pindah sekolah karena hantu, tapi dia memilih sekolah yang terkenal angker. Bertemu dengan arwah penasaran bernama Vito membuatnya harus membantu Vito, dan beberapa arwah yang meminta tolong. Untungnya Rahel tidak melakukan misi itu sendirian, dia di temani dengan Juna. Juna yang juga indigo tidak sengaja bertemu dengan Rahel ketika gadis itu sedang diganggu hantu perempuan di toilet.

meybulansafitrii · Kinh dị ma quái
Không đủ số lượng người đọc
16 Chs

MIMPI & INSOMNIA

Pintu toilet terbuka cukup lebar, memperlihatkan Ainun dengan wajah pucat beserta tiga test peck di tangan kanannya. Dia bingung harus bagaimana karena hasilnya benar-benar positif.

Hadiah dari Tuhan malam ini membuatnya kebingungan, tidak mudah memberitahu keluarga ketika dia masih duduk di bangku sekolah. Membesarkan bayi itu bukan perkara yang mudah, Ainun tahu hal itu dan tahu pula jika melakukan hal gila dengan lawan jenis akan mendapatkan bayi. Namun, sayangnya dia tidak pernah menyangka akan secepat ini.

"Ainun?"

Suara itu membuat Ainun segera mengambil napas panjang agar keberaniannya untuk berbicara kembali datang. Pintu kamar mandi dia tutup sebelum memberikan senyum pada Ragil. Cowok itu sudah berdiri tepat di hadapan Ainun, tapi sayangnya ekspresi Ragil berubah ketika melihat test pecknya.

"Kamu... hamil sama siapa?"

Tentu Ainun terkejut dengan pertanyaan Ragil yang begitu aneh. "Anak kamulah Ragil, aku gak pernah ya main sama orang lain. Cuman sama kamu doang."

"Sama aku aja? Tapi Nun, aku keluarin di luar. Gak mungkin jadi dong?" Ragil mengernyit saking kesalnya dengan Ainun yang masih tidak percaya. "Kamu tau sendiri kalau aku keluarin di luar, harusnya sekarang kamu tau siapa ayah bayi itu!"

"Tapi aku gak pernah main sama orang lain, cuman sama kamu. Kamu juga gak bisa ngelak karena kamu gak pernah mau pakai pengaman!" ketus Ainun, amarahnya tak bisa dia tahan kali ini. "Harusnya kamu tau kalau pasti ada sisa di dalam sana atau malahan udah keluar tapi sedikit. Ini anak kanu Ragil, kamu harus tanggung jawab!"

Ragil mengambil beberapa langkah ke belakang sambil menggeleng tak terima. Wajahnya yang pucat dengan sorot mata kebingungan membuat Ainun tak tega, tapi dia sendiri pun kebingungan dengan keadaan yang seperti ini.

Ainun mencoba untuk menyentuh tangan Ragil, tapi segera cowok itu lepas dengan kasar. Dia masih menggeleng tak terima. "Gugurin Nun!" titahnya dengan tegas.

"Apa?"

"Gugurin kandunganmu itu! Aku gak mau nikah karena masih sekolah, aku gak mau ngehancurin masa depan aku Nun!"

"Kamu pikir cuman masa depan kamu aja yang suram?" Ainun menatap Ragil begitu tajam. "Pikirin masa depan aku juga dong! Aku harus nanggung malu sambil nahan beban ini bayi di perut, belum lagi pas dia lahir harus aku juga yang urus. Kamu kenapa malah mikirin diri sendiri sih?"

"Udah deh gue gak mau tau lagi, tapi yang jelas sekarang gugurin kandungan lo itu!" sahut Ragil, tak mau ambil pusing untuk masalah yang menurut Ainun sangat genting. "Besok gue kasih uangnya buat gugurin kandungan, biaya perawatan lo, dan biaya kerugian yang lo terima. Besok gue kasih uangnya, tapi hubungan kita cukup sampai di sini."

Tamparan keras Ainun berikan untuk cowok kurang ajar yang baru saja menjadi mantan kekasihnya. Ragil melayangkan putus tanpa berpikir panjang, dan dengan sangat mudah kalimat itu keluar dari bibirnya. Ainun tak habis pikir dengan cowok yang satu ini, otak dan hatinya tak lagi berfungsi. "Tega ya lo ngomong kaya gitu ke gue."

"Kok tega sih? Lo yang tega udah nampar gue keras-keras padahal gue cuman ngasih jalan tengahnya, dan ngasih banyak lo uang nantinya. Jahat dari mana sekarang gue tanya?"

Ainun mengepalkan kedua tangannya dengan rahang yang mengeras. Tak terima Ragil mengatakan hal yang tidak menyenangkan untuk dirinya, terlebih lagi semua ini karena bayi yang baru saja hadir di dalam kandungannya. "Jalan tengah dan jalan terbaik yang harus di ambil itu ngobrol sama bokap lo."

"Apa?" Ragil menatap kesal Ainun sekarang. "Lo mau ngobrol sama bokap gue sekarang?"

"Iya karena bokap lo selalu mau dengerin gue. Kenapa? Lo gak terima?" tatapan sinis dia berikan sebelum berjalan pergi, tapi belum juga sampai pada pintu keluar, tangannya sudah di tarik Ragil.

Tenaga Ragil begitu kuat sampai membuat Ainun menabrak dinding dan kemudian terjatuh. Dia harus menahan sakit pada bagian lengan kanan dan lututnya, Lagi-lagi Ragil tenaga melakukan hal gila. "Lo gak bisa jahat sama gue!" teriak Ainun, air matanya mulai terlihat di pelupuk mata. "Di sini ada anak lo Ragil!"

"Supaya anak itu mati Ainun."

"Gak mau, gue gak mau anak ini mati!"

"Terus lo mau dia hidup, iya? Mau putus sekolah, iya?" Ragil berjalan mendekat dengan ekspresi datar. "Gue gak mau tanggung jawab sama tanggung malu. Gue juga gak mau dimarahin bokap cuman karena masalah ini."

Ainun tak menjawab pertanyaan Ragil, dia memilih untuk segera berdiri dan membuka pintu toilet. Dia siram Ragil beberapa kali, tapi sayangnya Ragil mengambil alih gayung airnya dan menyiram Ainun sambil menjambak rambut panjang mantan pacarnya begitu keras

Ainun berteriak histeris, dia tidak memiliki kesempatan untuk menghirup udara bebas ketika kepalanya masuk ke dalam bak air yang begitu dingin. Beberapa kali kepalanya juga Ragil pukul sampai ada darah yang mengalir meskipun tidak deras.

Ragil menghentikan aksinya sementara Ainun yang lemas terduduk tanpa merasakan sakit pada lututnya. Dia duduk dengan lemas, menatap kedua kaki Ragil sambil menangis sesenggukan. Tidak ada tenaga untuk melawan, apa lagi sekarang Ragil sedang menuangkan banyak shampo di kepalanya. Ada banyak busa yang keluar, tapi hal yang lebih jahat lagi adalah Ragil membuang semua isi air di dalam bak mandi.

Membiarkan Ainun yang terus memohon sambil menangis di atas lantai dingin. Pintu kamar mandi dia tutup dengan cepat, tentu saja dia kunci dan tak lupa untuk menonaktifkan mesin pemberi air. Tak lupa dengan sidik jari yang harus dia hapus secara perlahan agar benar-benar menghilang sebelum akhirnya dia pergi tanpa peduli dengan ketukan dari Ainun.

****

"Hakhh!" Kedua mata Rahel terbuka bersamaan dengan mulutnya ketika mengambil napas. Secara tiba-tiba dia tidak bisa bernapas, tapi kemudian kelegaan dia terima ketika tahu mimpinya sudah selesai.

Rahel menatap langit-langit kamar dalam kegelapan tanpa ada niatan untuk menyeka keringat. Rasa kesal itu masih dia rasakan sampai detik ini, rasanya ingin membunuh cowok bernama Ragil yang tidak memiliki hati nurani. Namun, sayangnya dia tidak bisa berbuat banyak tadi. Lagi pula tokoh utamanya di dalam mimpi pun bukan dirinya.

Posisi tidurnya dia ubah menjadi duduk sambil memikirkan mimpi barusan. Dia tidak pernah bermimpi tentang kehidupan orang lain, selalu dia menjadi pemeran utamanya meskipun tidak bisa melakukan apa pun seperti mimpi keluarga Vito waktu itu.

Dia tidak tahu dengan pasti soal arti dari mimpinya kali ini, tapi Rahel harap mimpinya ini bukan vision atau gambaran masa lalu dari seseorang. "Semoga cuman bunga tidur," ucapnya sebelum kembali berbaring, dan mencoba untuk tidur.

Beberapa kali Rahel mengubah posisinya agar terasa lebih nyaman, tapi sayangnya dia tidak mendapatkan posisi itu. Dia terus bergerak ke kanan, dan ke kiri sampai lelah. Posisinya sekarang berbaring sambil menatap langit-langit kamar. Mimpi buruknya adalah Rahel tidak bisa tidur, dan sekarang pukul dua pagi.

"Ragil bangsat, gara-gara masalah lo sama ainun bikin gue gak bisa tidur." gerutu Rahel ketika mencoba untuk duduk. Dia memilih memakai sandal berbulunya sambil berkata, "Mimpinya juga kenapa harus dateng sekarang sih? Kenapa gak dateng pas gue tidur siang aja coba? Ini ngeselin banget."

Dia terus menggerutu sambil menghidupkan lampu kamar, mengenakan jaket tebal sebelum akhirnya berjalan keluar.

Suasana yang berbeda dia dapatkan ketika menuruni anak tangga, dan untungnya sang mama sudah tidur sekarang. Dia bisa keluar dengan leluasa tanpa perlu ijin dan memberikan alasan yang logis agar tidak mendapatkan banyak pertanyaan aneh dari Febby.