webnovel

Secret Love for Secret Admirer

Tak pernah terpikirkan, apa yang menjadi kesukaanmu aku juga menyukainya. Tanpa sadar, aku selalu menuruti nasihat dan perintahmu. Lama-lama, aku tahu artinya bahwa itu semua hanyalah sebuah keinginan agar diakui untuk menjadi lebih dari seorang sahabatmu. Aku, sebagai pengagum rahasia, yang menyukaimu secara diam-diam. (Nadia Naraya) Rasa simpati dan sebuah ketertarikan biasa. Itulah yang aku rasakan saat pertama kali melihatmu. Aku tak tahu sejak kapan rasa itu sedikit demi sedikit berubah menjadi rasa penasaran dan selalu ingin tahu tentangmu. Katakan saja, kalau ini adalah sebuah cinta rahasia untuk seorang pengagum rahasia. Lupakan perasaanmu darinya dan berbaliklah menyukaiku. (Fauzan Narendra) Nadia memendam perasaan pada sahabatnya - Agra - hampir selama enam semester terakhir sejak mereka bersahabat. Sayangnya, saat Nadia ingin mengungkapkan perasaannya, bertepatan dengan itu, Agra bercerita bahwa ia sudah memiliki kekasih. Nadia tidak bisa menghindar begitu mudah, karena ia terjebak di dalam satu proyek dengan Agra cukup lama. Inilah yang bisa dilakukan Nadia, mengagumi dalam diam. Saat Nadia sudah mencapai puncak kegalauannya, seorang laki-laki bernama Fauzan datang ke dalam hidupnya. Nadia pikir, ia baru pertama kali bertemu laki-laki ini. Namun, ternyata Fauzan sudah mengenalnya sejak dua tahun lalu. Fauzan muncul begitu saja saat Agra menghilang menangani proyek dosen selama beberapa bulan. Fauzan bilang bahwa ia menyukai Nadia. Lantas, apa yang akan Nadia lakukan selanjutnya? Cover by : Diarra_design Follow me on Instagram : @NurulAyuHapsary

N_Ayu_Hapsary · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
372 Chs

Pain of Secret Love

"Nadia itu sahabatku. Dia gadis yang baik. Bahkan, terlalu baik untukmu. Berbeda dengan gadis-gadis lain yang kamu dekati selama ini. Lebih baik, kamu jauhi saja Nadia. Kalau kamu tetap ingin mendekatinya hanya untuk mainan, mungkin aku akan marah padamu."

"Kenapa kamu murung? Kalau kamu sedang ada masalah, kamu bisa menceritakannya padaku. Paling tidak, aku bisa menjadi pendengar yang baik."

Nadia membuka matanya pelan, dan mengedipkan beberapa kali. Suara Agra terus saja mengelilingi ruang-ruang di dalam kepalanya. Ada langit-langit kamarnya yayng dilihatnya. Nadia tidur di atas kasur kamar kosnya. Di mana, sebenarnya dia sudah mencoba tidur sejak dari beberapa jam lalu. Matanya lelah karena tidak bisa terpejam, apalagi ditambah dia yang tak berhenti menangis dari tadi. Menjadi semakin sembab saja.

Ia kemudian mencoba bangun dan duduk. Lalu, menelangkupkan badannya dan memeluk lututnya dengan kedua tangannya. Nadia membenamkan kepalanya di celah-celah lututnya. Di dalam kepalanya saat ini, terus saja terlintas memori tentang Agra. Juga, tentang pertemuan dengan Karina tadi pagi.

'Cantik, baik, ramah. Apa yang tidak dimiliki Karina? Jika aku laki-laki pun, aku juga pasti akan memilih Karina.'

Nadia bergumam sendirian di dalam hati. Bahkan, ia berpikir bahwa ia sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan Karina. Nadia lalu tersenyum getir. Kenapa aku harus seperti ini? Nadia kembali mengangkat kepalanya dan pandangannya menerawang.

"Ada apa? Untuk apa susah? Kamu tidak perlu terlalu berpikir keras. Kamu bisa mengandalkanku."

Lagi-lagi, suara Agra yang lembut terdengar di sekitar otaknya. Bagi Agra, saat ini Nadia tidak lebih dari sahabat. Tapi, bagi Nadia Agra adalah seorang laki-laki yang selalu ada untuknya, dan bahkan selalu melindunginya. Nadia tidak bisa mengelak bahwa ia terbawa perasaanya sendiri.

Ya. Sudah jelas Nadia memilih jalan yang salah. Ia pikir, ia akan baik-baik saja bersama Agra dan akan bisa menghilangkan perasaan sukanya. Namun, justru sebaliknya, semakin hari perasaanya justru semakin jauh.

Nadia juga masih jelas mengingat saat Agra menepuk kepala Karina dengan lembut di depannya. Bercanda, dan saling mengobrol satu sama lain, membuat mereka terlihat saling bicara dari hati ke hati. Mesra sekali mereka berdua. Saat mengingat itu, Nadia merasa kesal, marah dan sedih. Ia tahu, perasaannya ini adalah perasaan cemburu.

'Bodoh! Untuk apa aku cemburu? Aku bahkan tidak berhak untuk cemburu sama sekali.'

Masih, ungkapnya dalam hati.

Lagi-lagi, dengan senyum sedihnya, Nadia mengasihani dirinya. Siapa yang berpikir bisa semudah itu untuk melupakan Agra? Agra selalu ada untuk Nadia. Selalu datang di saat Nadia membutuhkan. Membantu hampir semua masalah Nadia yang pernah Nadia ceritakan pada Agra. Butuh waktu? Sudah tentu. Tapi, sampai kapan ia harus seperti ini?

"Saat ini, hanya Karin motivasi terbesarku."

"Aku harus segera pulang. Karina, sudah menungguku."

Kenapa mudahnya Agra bercerita soal kekasihnya pada Nadia? Nadia merasa kesal dan benci saat mengingat hampir semua kejadian ketika Agra menceritakan soal Karina padanya. Ia mulai kembali menangis, perlahan. Tapi, entah kenapa tidak bisa menghindar saat Agra mengajaknya keluar? Bahkan, Nadia ingin berlama-lama dengan Agra ketika mereka bersama. Sekarang, inilah konsekuensinya. Jika waktu itu, ia mengalirkan perasaannya, sekarang ia harus melawan arus perasaannya sendiri. Cucuran air matanya semakin deras.

"Aku, ada sedikit masalah dengan Karin. Aku, baru saja bertengkar dengannya."

Nadia juga mengingat saat Agra resah menceritakan hubungan naik turun dengan kekasihnya itu. Setiap kali Agra merasa sedih, Nadia juga ikut sedih. Namun, Nadia nampak tak peduli dengan cerita Agra, yang mana sebenarnya Nadia sangat peduli. Hanya saja, ia tidak bisa mengungkapkan terang-terangan karena lebih memilih memelihara perasaannya.

Ketika Agra ada masalah dengan Karina, Nadia juga tahu. Tapi, ia lebih memilih untuk diam dan tak acuh. Jika ia ingin jujur, Nadia tidak ingin mau tahu soal hubungan Agra dengan kekasihnya. Egoiskah dirinya?

Meskipun begitu, Agra masih tetap terus ada untuknya. Membantunya dengan semua masalahnya. Selalu datang jika Nadia menyuruhnya datang. Nadia tak tahan lagi untuk tidak menangis kencang. Ia kembali terus menangis dan menangis. Hanya untuk mengungkapkan luapan yang ada di dalam dadanya.

Nadia sempat berpikir dan merasa aneh dengan Agra. Agra sangat peka padanya, tapi kenapa kali ini Agra tidak peka soal rasa suka diam-diam Nadia untuknya? Jika sudah seperti ini, benarkah Agra tidak tahu kalau Nadia menyukainya? Atau, jangan-jangan Agra hanya pura-pura tidak tahu kalau Nadia menyukainya?

Nadia melihat ke arah jam dinding yang ada di dinding kamarnya. Sudah hampir tengah malam. Untung saja, besok dia libur. Tapi, rasanya Nadia juga semakin tidak semangat. Apalagi tadi Agra sempat bilang kalau dia mulai akan mengikuti proyek dosen dan tidak lagi hadir di kampus.

Tentu saja, Agra sudah tidak lagi bisa ia temui di kampus. Kehilangan Agra, pasti serasa kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Meskipun sebenarnya ia sudah kehilangan Agra dari awal. Dirinya pasti sangat merindukan Agra. Dan kali ini, pasti lebih menyakitkan. Nadia sudah merasa berpikir berlebihan bahkan sebelum ia menjalaninya.

Nadia menundukkan kepalanya dan memegang keningnya. Ia menutup matanya. Gawat. Kalau sudah begini, sudah pasti akan mengganggu kuliahnya. Nadia harus mencari cara bagaimana untuk melupakan perasaannya pada Agra.

Nadia lalu menurunkan kakinya dari kasur dan berniat akan ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya yang sudah terlampau bengap. Saat Nadia berdiri, ia meneruskan jalannya ke kamar mandi. Waktu itu, setelah melangkah beberapa langkah, tak sengaja, ia menabrak tumpukan buku yang ada di meja kecil di dekat kasurnya.

Buku-buku yang disusun di mejanya itu, terjatuh di lantai dan berserakan. Nadia menghela nafas panjangnya. Ia bahkan masih saja ceroboh untuk hanya sekedar berdiri dengan tegap. Nadia akhirnya harus berjongkok kembali untuk memunguti bukunya satu persatu dan membereskannya.

Nadia teringat akan kejadian pagi tadi. Ketika ia tertabrak seseorang tadi. Ia tadi, bahkan sama sekali tidak peduli pada semua buku-bukunya. Padahal, bukunya adalah buku-buku yang ia pinjam dari perpustakaan. Untung saja, laki-laki tadi membantu membereskannya dan memberikan semuanya padanya.

Saat membereskan bukunya, Nadia terhenti melihat ada sebuah buku yang tidak familiar dengan buku miliknya. Buku dengan sampul warna biru. Nadia mengkerutkan keningnya memperhatikan buku tersebut. Ia lalu mengambilnya dan membuka-bukanya. Di halaman pertama buku itu, ada sebuah identitas.

Ada sebuah foto, seorang laki-laki. Sudah tentu, itu bukan buku miliknya. Nadia memperhatikan wajah itu. Inilah, laki-laki yang menabraknya tadi pagi. Rupanya, ada salah satu bukunya yang ikut dengannya. Jadi, Nadia harus mengembalikan buku ini.

Nadia membaca dua kata yang terangkai menjadi sebuah nama.

"Fauzan Mahendra," gumamnya pelan.