Sarah tertawa keras saat mendengar cerita Rembulan. "Harusnya kamu seneng dong dibegitukan, berarti dia takut kehilangan kamu. Dia terlalu mencintai kamu. Aku pengen ada laki-laki yang memperlakukan aku seperti itu."
"Biasanya sih begitu, nanti kalau kamu sudah merasakan yang aku rasakan baru tahu betapa tidak enaknya diperlakukan seperti itu." Rembulan mendengus.
"Semakin lama kamu akan terbiasa dan akan kehilangan saat dia tidak perhatian lagi ke kamu. Percayalah ! Nikmati saja cintanya yang menggebu-gebu padamu sebelum kamu kehilangan." Sarah berkata pelan, kata-katanya terdengar bijaksana. Rembulan merenungi kata-kata Sarah. Mungkin Sarah ada benarnya.
"Bagaimana kencanmu beberapa minggu yang lalu? Sukses?" Rembulan nyaris lupa menanyakan kepada Sarah, karena terlalu bahagia dengan hubungannya yang baru bersama Raditya. Dia nggak mau dianggap sebagai sahabat yang nggak peka dan tidak memperhatikan sahabat.
Sarah menggeleng lemah, "Aku muak saat berdekatan dengan laki-laki itu. Dia hanya menceritakan tentang mobilnya, dari mulai merk, tipe, bla bla bla...aku nggak terlalu paham, sampai aku kira dia sales mobil," Sarah tertawa begitu mengakhiri kalimatnya. Rembulan ikut tertawa. Sarah selalu bisa menemukan sisi lucu sebuah cerita. Kalau Sarah bisa bercerita sambil tertawa berarti dia tidak suka dengan teman kencannya dan tidak merasa kecewa untuk segera mengakhirinya.
"Lalu...?"
"Dia mengatur waktu untuk pertemuan kami berikutnya. Oh no, satu kali aja aku sudah ingin menyudahinya. Laki-laki ini sungguh tidak bisa membaca bahasa tubuhku. Aku segera menolak, tidak ada lain kali. Aku nggak suka laki-laki yang terlalu mengumbar kekayaannya. Buat apa sih ! Benar katamu, lebih baik aku bersabar sampai bertemu laki-laki yang membuatku jatuh cinta lagi."
"Dia kecewa dong..."
"Nggak tahu, aku nggak mikir..." Mendadak Sarah menghentikan ceritanya, kalimatnya dibiarkan menggantung, arah pandangan matanya lurus menatap pintu masuk. Rembulan penasaran dan mengikuti arah pandangan Sarah. Rembulan tersenyum, pantas saja Sarah sampai terpaku begitu.
Ternyata ada laki-laki menarik yang sedang berjalan masuk dan tersenyum sangat manis. Rembulan melambai membalas lambaian laki-laki itu ke arahnya. David dengan kemeja biru muda yang lengannya digulung sesiku dan memakai celana jeans berwarna biru tua, terlihat sangat tampan.
Badannya yang bagus, kakinya yang panjang dan yang paling membuat kaum perempuan susah berpaling adalah wajah dan senyumnya. Sarah terlihat heran, lalu berbisik ke arah Rembulan, "Kamu mengenalnya?" Rembulan hanya mengangguk. "Dia manajer Raditya."
"Ssstttt dia berjalan kemari." Sarah ingin menyudahi pembicaraannya dengan Rembulan, dia khawatir David mendengar.
"Hai, apa kabar?" David mengambil tempat di depan Rembulan.
"Baik, kamu ?"
"Ya, beginilah. Aku lagi janjian sama teman, sepertinya dia belum datang." David mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, "Sering kesini?"
"Ya, ini tempat favorit kalau kami ingin bertemu."
Di bawah meja Sarah menyenggol kaki Rembulan, dia berharap Rembulan mengenalkan dirinya pada David. Dia tertarik pada pria yang duduk di depannya.
"Eh, kenalkan ini sahabatku Sarah."
"Sepertinya aku pernah melihatmu? Wajahmu terasa familiar untukku." David mencoba mengingat-ingat dimana pernah bertemu Sarah. Dia berusaha keras menggali memorinya.
Sarah menatap David, hatinya berubah resah. Dia tidak ingin ternyata David mengingatnya disaat paling buruk. Kalau hal itu terjadi, sangat tidak bisa dimaafkan. Sarah berharap bukan disaat dia sedang mabuk atau hal memalukan lainnya.
Rembulan bilang David adalah manajer Raditya, bisa jadi mereka punya link pertemanan yang sama hanya saja tidak saling mengenal. Sarah sering nongkrong dengan teman-temannya yang berpredikat artis. Sarah mulai kebat-kebit saat melihat David menjadi serius menatap Sarah. Dia terus berdoa semoga ingatan David tentangnya yang baik-baik saja.
"Duh, aku tidak bisa mengingatmu. Tapi beneran, aku pernah bertemu kamu. Perempuan secantik kamu pasti mudah mendapat perhatian."
Sarah bersyukur untuk itu dan nyaris melayang ketika mendengar kata-kata David yang memuji wajahnya.
"Oh, itu temanku sudah datang. Aku akan menemuinya." David menunjuk ke arah pintu masuk. Mengangguk lalu tersenyum lebar. Sarah mengikuti arah pandangan David dan matanya bertemu dengan seorang perempuan cantik. Sarah mengenal perempuan itu, dia seorang model. Sepupunya adalah teman dekat sang model. Sarah pernah bertemu ketika dia berkunjung ke rumah sepupunya Rianti.
Perempuan itu mendekat, David sigap berdiri menyambut kehadiran perempuan itu. Mereka berdua saling bertukar sapa. Mata David hanya tertuju pada perempuan itu. Sarah bisa mengartikan tatapan mata David. Sarah melengos, kali ini dia harus segera mengubur perasaannya dalam-dalam sampai ke dasar hatinya. Alangkah susahnya menjalin suatu hubungan. Rembulan menepuk tangan Sarah pelan. Seolah memberi tanda kalau dia tahu yang dirasakan Sarah. Perempuan itu, Inka, melihat mereka berdua. David segera mengenalkan Sarah dan Rembulan. Setelah itu mereka sempat berbasa-basi.
"Aku sepertinya pernah melihatmu?" Inka menunjuk Sarah, "Tapi dimana ya?"
"Aku juga berkata begitu saat tadi melihat Sarah," kata David menimpali.
"Wajahku terlalu pasaran ya?" Sarah tertawa kering, "Kamu pasti pernah melihatku. Aku sepupu Rianti."
"Oh ya, aku ingat !" Inka tertawa, terdengar renyah,"Aku sudah lama nggak ketemu Rianti. Apa kabarnya dia?"
Sarah menjawab dengan membagi cerita tentang keadaan Rianti yang disibukkan mengasuh bayinya. Rianti sudah "pensiun" menjadi model dan lebih disibukkan dengan urusan bayi juga usaha di bidang desain interior yang sudah dilakoninya satu tahun terakhir.
***
Akhirnya David dan Inka memohon ijin untuk pindah tempat karena ada hal penting yang akan mereka bicarakan. Sarah hanya bisa melihat dari kejauhan. Sepertinya dia harus patah hati lagi.
Rembulan menghela napas, menepuk punggung telapak tangan Sarah. Dia turut merasakan yang Sarah rasakan. "Suatu saat kamu akan bertemu dengan laki-laki yang membuatmu jatuh cinta dan dia juga sangat mencintaimu. Sudahlah!" Rembukan ingin agar Sarah berpaling, tidak melihat ke arah David karena itu sangat menyakitkan untuk Sarah.
"Kita pulang aja ,yuk !" Sarah mengajak Rembulan pulang. Rasanya berbaring malas di saat seperti ini sangat nyaman. Rembulan mengangguk lalu berdiri. Ketika David melihat ke arahnya, dia melambai. David tersenyum lebar sambil melambaikan tangannya.
"Aku yang bayar!" Sarah berkata cepat, dia takut keduluan Rembulan.
"Duduklah dulu !" perintahnya.
Rembulan menyetujui , matanya menonton tv, terpaku. Ada Raditya disitu, dia sedang menjadi bintang iklan. Rembulan melihat saat Raditya berdua di pantai dengan seorang perempuan. Raditya melingkarkan lengannya dipinggang perempuan itu, tersenyum. Mereka berjalan bersisian. Lalu perempuan itu memberikan sebotol minuman kepada Raditya. Tangan perempuan itu berada di dada Raditya, tersenyum mesra sambil melihat Raditya yang sedang meneguk minumannya.
Mendadak Rembulan dilanda rasa cemburu begitu melihat iklan minuman yang dilakoni Raditya. Dia belum terbiasa dengan hal-hal seperti ini. Tubuhnya berdiri kaku. Sarah datang menghampiri.
"Iklan terbaru Raditya." Sarah memberitahukan Rembulan.
"Ya." Rembulan menjawab singkat, "Syukurlah aku nggak punya tv di rumah."
"Kamu harus mulai terbiasa melihat seperti ini ,Lan. Apalagi itu memang pekerjaannya, menjadi seorang bintang."
Rembulan menatap tajam mata Sarah, "Tapi kenapa juga harus memakai kaos seketat itu, kamu nggak lihat otot-otot ditubuhnya jadi tercetak dengan jelas. Apa perlu perempuan itu menyentuh dadanya?" Rembulan mulai mengomel.
"Namanya juga tuntutan skenarionya harus seperti itu."
"Tapi Sar..."Rembulan belum selesai meneruskan kalimatnya, Sarah cepat menarik Rembulan pergi dari situ, sebelum sahabatnya ini menjadi gila karena cemburu yang nggak beralasan.