webnovel

Sebuah Komitmen

Nino bertemu dengan teman masa SMA-nya, Vira. Di acara pernikahan salah satu teman mereka. Dari sana mereka kembali saling kontak dan bertemu. Seiring waktu, Vira mengutarakan kalau dirinya ingin pacaran dengan Nino. Karena, mendengar saran teman-teman mereka untuk pacaran. Nino setuju saja dan mereka pun mengikrarkan janji mereka. Nino adalah seorang perokok dan Vira ingin Nino berhenti merokok, demi kesehatannya sendiri. Namun, hal itu berat bagi Nino. Suatu waktu Nino merasa gelisah jika tidak merokok. Alhasil, Nino merokok tanpa sepengetahuan Vira. Hanya saja, lama-lama Vira tahu jika Nino tetap merokok tanpa ia ketahui. Dari situ, Vira merasa gagal dalam mengubah kebiasaan Nino. Nino pun meminta kepada Vira untuk putus saja. Karena, menganggap usaha Vira tidak ada artinya. Namun, Vira marah dan pergi dari Nino. Mereka tak lagi melakukan kontak untuk beberapa waktu. Dan hal itu membuat Nino merasa hampa. Apakah mereka akan kembali bersatu atau tidak? Langsung saja baca kisah lengkapnya.

EjeS · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
5 Chs

Part 4

"Ada apa ini? Kenapa gue jadi tiba-tiba cemas kayak gini?"

***

Nino tengah terpaku di depan laptop. Membaca cerita novel yang ditulis oleh Vira. Tiba-tiba Nino merasa cemas. Dan kali ini, sudah di tahap gelisah.

Tangan kanan Nino yang sedang memegang mouse, gemetar.

"Kok, tiba-tiba begini lagi, sih?"

Nino beranjak dari kursi. Lalu, berjalan bolak-balik di sekitar meja belajar seraya menenangkan dirinya dari rasa cemasnya tersebut.

Tanpa tersadari olehnya, tangan kanannya membuka laci meja belajar. Dan di dalamnya terdapat sebungkus rokok dan korek api.

Ia pun sadar setelah tangannya itu ingin mengambil rokok tersebut. Lalu, ia kembali menutup laci tersebut dengan keras.

"Gak! Gue gak boleh ngecewain Vira."

Ia berteriak kepada dirinya sendiri.

Nino memilih untuk tidur, namun pandangannya tetap ke arah laci tersebut.

Sesaat kemudian, Nino sudah menghisap setengah dari rokoknya. Dan ia tidak lagi merasa cemas.

***

Nino dam Vira tengah berfoto bersama. Mereka melakukan beberapa pose.

Lalu, Vira melihat hasilnya. Sedangkan, Nino melihat ke arah lain.

Tampak dari jauh, seorang laki-laki sedang merokok di bangku trotoar. Dan tiba-tiba Nino merasa cemas.

Vira mengajak Nino pindah ke tempat lain.

"Kita pindah ke tempat lain, yuk!"

"I-iya."

***

Nino berjalan di belakang Vira seraya masih merasa cemas. Kedua tangannya gemetar.

Vira melirik ke belakang, melihat Nino dengan heran.

Vira: Kamu kenapa?

Nino berusaha menyembunyikan kegelisahannya tersebut.

"Nggak. Aku gak kenapa-napa, kok."

Vira menatap tajam ke arah Nino. Vira mendekatkan wajahnya ke hadapan Nino, alhasil Nino tampak gugup dan gelisah.

Vira melipat kedua tangannya di Dada.

"Kamu mau ngaku atau aku marah?"

Nino memilih untuk mengakui kesalahannya tersebut.

"Aku ngaku, deh, beberapa hari ini aku ngerokok tanpa sepengetahuan kamu."

Vira merasa kecewa.

"Soalnya, aku selalu gelisah tiba-tiba, kayak sekarang ini, sejak aku berhenti ngerokok. Dan bisa tenang kalo aku udah ngerokok."

Vira memilih untuk diam, sementara Nino terus memohon kepadanya.

"Please, aku mohon biarkan aku ngerokok. Aku udah gak tahan gelisah terus dari tadi."

Vira masih tetap diam.

"Cuma sebatang ini. Boleh, ya?"

"Ya udah, boleh. Tapi, harus di depan aku."

Sesaat kemudian, Nino tengah membeli sebatang rokok dari seorang pedagang asongan ditemani oleh Vira. Lalu, Nino menyalakan rokok tersebut. Raut wajah Vira masih tampak kecewa.

Pedagang asongan tersebut pergi dan Nino terlihat tenang setelah beberapa isapan rokok tersebut.

Mereka duduk di bangku trotoar. Vira memperhatikan Nino yang semakin terlihat tenang saat merokok. Ia kecewa, namun kecewanya itu lebih ke dirinya sendiri. Vira merasa gagal dalam merubah kebiasaan Nino. Ia pun termenung.

Nino menyadari perubahan sikap Vira. Lalu, ia menuturkan sesuatu padanya.

"Dari awal aku udah bilang, jangan deket-deket aku kalo kamu gak suka cowok perokok. Kamu malah mau pacaran sama aku."

"Justru karena itu aku mau pacaran sama kamu."

Vira menjelaskan kenapa ia mau pacaran dengan Nino.

"Kayak yang kamu bilang ke aku waktu itu, kamu ngehargain hak aku buat ngehirup udara bersih saat aku bersama kamu. Kamu pun selalu udahan ngerokoknya kalo aku datang."

Nino membuang rokok tersebut dan menginjaknya. Serta termenung.

"Dari situ, aku ingin selalu sama kamu, biar pelan-pelan kamu bisa berhenti ngerokok. Tapi, ternyata tidak semudah itu."

Vira kembali termenung.

Nino menghela nafas berat dan menghembuskannya.

"Kalo gitu, kita putus aja."

Vira terkejut dan langsung berdiri, melipat kedua tangannya, dan memasang wajah marah.

"Gak! Aku gak mau putus sama kamu."

Nino juga berdiri dan menjelaskan kalau hubungan mereka tidak ada artinya.

"Sejak awal, hubungan kita memang gak didasari rasa cinta. Jadi, buat apa kita lanjutin?"

Vira memaki-maki Nino.

"Kalo kamu anggap hubungan kita ini gak ada artinya. Kamu salah. Dan itu nunjukkin kalo kamu gak ngehargain komitmen aku selama ini."

Vira menatap tajam ke arah Nino.

"Asal kamu tau, aku begini, bukan Cuma karena aku ingin kamu berhenti ngerokok."

Vira mendorong tubuh Nino dan pergi meninggalkannya dengan ekspresi penuh amarah dan kesedihan.

Nino hanya diam dan merenung.

***

Raut wajah Nino terlihat begitu serius cenderung tegang saat bermain game. Dan terdengar teriakan teman-temannya.

"Jaga towernya, woy!"

"Gue baru aja masuk, langsung ilang, anjir."

"Gue susah ngeclear-nya, cok. Skill gue bukan area."

Tampak layar ponsel Nino menunjukkan kalau mereka kalah dalam game tersebut. Lalu, Nino melempar ponselnya dan mengenai salah satu botol minuman soda yang ada di dekat Rius. Rius pun sontak terkejut.

"Oy, apaan tuh?!"

Nino memaki-maki teman-temannya.

"Payah lo semua. Malah pada mati. Gue udah free hit banget, tadi."

Reza mencoba menenangkan Nino.

"Santai, Bro!"

Goji merasa heran dengan sikap Nino yang tidak seperti biasanya.

"Lo kenapa, sih? Gak biasa banget lo begini?"

Nino menghembuskan nafas seraya menenangkan dirinya. Lalu, meminta maaf kepada teman-temannya.

"Sorry-sorry, pala gue lagi mumet. Jadi kacau begini, dah, emosi gue."

Zein memberi saran kepada Nino untuk istirahat."

"Lo rebahin aja dulu badan lo, gak usah main lagi. Nanti malah makin stres."

Nino membaringkan badannya dan bersandar di kursi bean bagnya.

Goji menawarkan rokok pada Nino.

"Nih, sebat buat lo."

Nino menolaknya seraya merubah posisi tidurnya membelakangi mereka berempat.

"Gak, ah. Gue lagi gak mood buat ngerokok."

***

Layar laptop sedang menampilkan jendela media sosial. Di bagian kanan, terdapat daftar teman-teman Nino yang sedang aktif. Namun, Vira tidak ada dalam daftar tersebut. Raut wajah Nino tampak lesu.

***

Nino tengah memencet-mencet remot TV, mencari acara TV yang menarik untuk ditonton.

Ibu Heni keluar dari dapur seraya membawa tas belanja.

"Mama mau ke minimarket, kamu mau nitip rokok, gak?"

"Nggak, ah, Mah."

Ibu Heni sedikit heran.

"Tumben, gak mau nitip. Rokok kamu masih banyak?"

"Iya, Mah."

Ibu Heni membuka pintu rumah dan berpamitan kepada Nino.

"Ya udah, Mama pergi. Kamu jangan ke mana-mana sebelum Mama pulang."

"Iya."

Tatapan Nino kosong saat menonton TV. Ia masih merenungkan kesalahannya tersebut.

***

Ibu Heni dan Nino sedang makan malam. Ibu Heni memperhatikan raut wajah Nino yang terlihat padam seraya menyantap makanannya. Lalu, ia menegur Nino.

"Pasti lagi ada masalah."

Nino tersenyum kecut.

"Keliatan, ya, Mah?"

"Banget. Memangnya ada masalah apa, sih?"

"Aku putus sama Vira, Mah."

Ibu Heni cukup terkejut mendengarnya.

"Oh, itu masalahnya, kamu keliatan murung."

"Dari awal, hubungan kita memang gak didasari rasa cinta, Mah. Tiba-tiba aja dia minta aku buat pacaran sama dia."

Ibu Heni tidak percaya, pasti ada alasan lain, pikirnya.

"Ah, gak mungkin. Setidaknya, pasti ada satu alasan yang bikin dia mau pacaran sama kamu."

"Memang ada, sih, Mah. Dia mau pacaran sama aku, biar aku bisa berhenti ngerokok. Tapi, gak berhasil."

Nino menghela nafas sejenak.

"Dan aku bilang, sama dia, hubungan ini gak ada artinya. Percuma aja kalo dilanjutin. Lalu, dia marah-marah sama aku dan pergi ninggalin aku."

Ibu Heni mencoba memahami permasalahan yang didera oleh anaknya tersebut.

"Di sini, kamu yang salah. Kamu gak mengerti arti dari hubungan kalian. Dan dengan kamu bicara kayak gitu, kamu udah nyakitin perasaannya. Gak ngehargain perjuangannya selama ini."

"Tapi, Mah, dari awal aku dan dia gak saling cinta. Makanya, aku gak mau maksain hubungan ini terus berlanjut."

"Terus kenapa kamu kayak gini, kalo kamu gak cinta sama dia?"

Hayo, loh, Nino galau ternyata. Kira-kira mereka akan kembali bersatu atau tidak, ya? Ah, kalian bisa menebak seperti apa endingnya nanti? Komen, ya!

Jangan lupa buat vote dan share juga, ya! Biar Author makin giat nulisnya. Hehe!

Terima kasih!

Sssstt... Part selanjutnya adalah ending dari cerpen ini, loh.

EjeScreators' thoughts