webnovel

Sebuah Kisah Tentang Cinta

Aku menutup hatiku karena pengkhianatan. Namun perlahan,pintu hatiku di ketuk oleh persahabatan.

Dwi_Ayunda · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
1 Chs

Keping Masa Lalu

Akan ku ceritakan sebuah kisah. Kisah cinta yang tumbuh diam-diam bersama tiap-tiap hembus napas dan terbitnya matahari. Sebuah perjalanan mengenai hati yang rapuh namun tak pernah rela untuk jatuh. Dan inilah kisah itu,kisahku.

Pagi ini restoran sangat sibuk. Banyak orang berlalu lalang membawa piring-piring berisi makanan. Beberapa orang terlihat mengantri untuk mengambil makanan yang tersaji di meja buffet. Aku mengawasi sekitar,memastikan setiap orang mendapatkan tempat duduk dan memeriksa tiap-tiap meja makan.

"Ramai banget,ya?" Seseorang berdiri di sebelahku membawa sepiring puding cokelat.

"Yeah,weekend." Sahutku.

Lalu,Ghani namanya membawa puding tersebut dan meletakkannya di meja dessert yang berada di sisi kanan buffet. Dan kemudian berjalan lagi ke arahku. Dia adalah rekan kerjaku sekaligus teman sekelasku waktu sekolah dulu,dan kini kami bekerja di tempat yang sama.

"Pulang kerja nanti ikut aku,yuk. Tadi di kabarin sama Icha,katanya hari ini dia ulang tahun. Dia mau traktir mie ayam" Kata Ghani sambil berlalu menuju kitchen.

Aku mengangguk mengiyakan yang aku sadari saat itu juga Ghani tidak bisa melihatnya.

Shift ku berakhir di jam 4 sore. Setelah menyampaikan pesan-pesan untuk rekanku di shift selanjutnya aku bergegas menuju locker room untuk berganti baju. Ghani? jangan di tanya,ia sudah meninggalkan area dari sejam yang lalu.

Drrt... Drrrttt

Ponselku bergetar di saku celanaku.

Ghani...

Aku tidak menjawab teleponnya.

Tak lama kemudian terdengar lagi dering notifikasi di ponselku. Ada pesan WA darinya lagi.

'Aku di parkiran,jangan lama!'

Jangan lama apanya? Bahkan Icha teman kami yang mentraktir pun masih berganti baju di locker. Huh.

15 menit kemudian aku berjalan menuju parkiran karyawan dan melihat Ghani duduk di atas motor matic miliknya. Disana juga ada beberapa teman dari Departemen Front Office termasuk Icha.

"Kok lemas banget,Na?" Tanya Juan yang sedang memainkan tali hoodie nya.

"Aku capek banget,punya temen kerja gak tau diri" Gerutuku sambil melihat ke arah Ghani.

"Biasa juga apa-apa sendiri." Sahut Ghani acuh.

"Ya udah deh,kita berangkat yuk,aku udah laper banget." icha memasang helm di kepalanya dan bersiap naik ke atas motornya.

"Oh iya,ini anak-anak yang lain ntar pada nyusul deh kayaknya jadi kita duluan aja,sekalian nyari tempat." Sambung Icha lagi.

Ghani memberikan helm kepadaku dan aku naik ke atas motornya. Aku dan Ghani memang sangat akrab. Terkadang bila jadwal kerja kami di shift yang sama dia akan sukarela menjemput ku di rumah dan mengantarku pulang. Alasannya karena rumahku searah dengannya.

"Na,kenapa diam aja?" Tanya Ghani sedikit berteriak.

"Males ngomong."

"Ah jangan ngambek dong. Baru juga di tinggal sebentar udah kangen." Aku melirik spion dan melihat Ghani sedang melihatku dari sana sambil terkikik. Aku memukul helmnya cukup keras.Telapak tanganku sedikit perih. Ah.

"Fitnah" Sahutku yang membuatnya semakin tertawa kencang.

Kini motor Ghani sudah memasuki area parkir yang cukup lengang,tak lama beberapa teman kerja kami juga parkir berderet. Aku menaruh helm di atas jok motor. Lalu membuka jaket yang kupakai menyisakan kemeja kotak-kotak biru yang kainnya menipis akibat terlalu sering kupakai.

Kami duduk di bangku panjang yang mungkin dapat menampung sepuluh orang,kami duduk saling berhadapan. Para pria sudah asyik mengobrol tentang game,film bahkan wanita.

Icha terlihat sibuk memesan mie ayam dan minuman dingin untuk kami semua. Dewi dan Rahma sibuk membuka intagram dan melihat-lihat online shop yang menarik bagi mereka,sesekali mereka menanyakanku tentang beberapa pakaian,bagus atau tidak.

Tak lama kemudian di depan kami telah tersaji semangkuk penuh mie ayam bersama minuman-minuman yang terlihat sangat menyegarkan di cuaca yang panas ini.

Sedang asyik kami makan sambil bercengkrama tiba-tiba seseorang mendekati kami,lebih tepatnya mendekatiku.

"Naina?" Aku melihat ke arah orang itu. Dan melihat salah satu orang yang paling ku hindari di muka bumi ini.

Bima,mantan pacarku.

"Apa kabar?"

Aku memalingkan muka dan melihat teman-temanku yang masih sibuk makan. Aku tahu mereka hanya berpura-pura.

Dewi menyenggol kakiku,dan mengisyaratkan aku untuk lanjut makan,mengabaikan atau mengajak Bima bicara. Mereka tau mengenai kisahku dan Bima. Mereka tahu betul apa yang telah terjadi di antara kami. Ketika Bima menyelingkuhiku dengan seorang gadis belia,dan membawanya ke hotel tempat aku bekerja. Entah kala itu ia sadar atau tidak,yang jelas aku tidak pernah mau untuk bertatap muka lagi dengan pria ini.

"Bro,kayaknya kamu ganggu acara kita, deh."

Ghani menoleh ke Bima dengan tatapan yang tidak bisa ku artikan.

"Nggak usah ikut campur." Sahut Bima dingin.

"Bima,please. Kamu bisa pergi,nggak? Kita semua bisa kehilangan napsu makan karena kamu."

"Oke,aku pergi. Lain kali kita ketemu lagi,kamu harus mau bicara sama aku." Bima menjauhi meja kami dan kembali ke tempat sebelumnya.

Aku menghela napas lalu meneguk es teh hingga setengah. Aku mengaduk-aduk mie di mangkuk sebelum mulai memakannya kembali.

"Udah,Na. Cuek aja. Lagian apa lagi yang mau dia omongin? Semuanya udah jelas,kan. Bahkan kita juga nyaksikan sendiri." Icha menciba menenangkanku.

Aku tau semenjak kejadian 6 bulan lalu,ada yang berubah dari diriku. Kini aku menjadi lebih pendiam,selalu berhati-hati dalam melakukan sesuatu. Bahkan aku masih menutup hatiku untuk pria lain. Karena Bima.

Aku begitu mencintainya,dulu. Sampai aku menutup mataku atas kelakukan-kelakuannya yang selalu membuat diriku cemburu. Bahkan dia pernah menamparku sekali,ketika aku tidak mau berkencan dengannya dan memilih bekerja hingga malam.

Waktu itu aku baru saja akan pulang. Karena jarak dari rumah ke hotel tempatku bekerja tidak terlalu jauh,hanya 15 menit berjalan kaki. Aku lebih suka berjalan kaki ketika pulang kerja maupun berangkat. Karena aku tinggal di pusat kota,jalanan menuju rumah dan sebaliknya selalu ramai dan aku tidak takut apapun.

Baru saja 5 menit aku berjalan pulang,Bima menungguku lewat di sebuah toko yang sudah tutup. Dia menghampiriku,lalu membentakku dan berkata kasar padaku hanya karena aku tidak mau kencan malam minggu dengannya. Aku bilang restoran sedang ramai,dan aku harus menggantikan salah satu temanku yang absen karena sakit. Aku sudah menjelaskannya dan dia tidak menerima itu. Dengan mudahnya dia mengayunkan tangan kanannya cukup keras dan menampar pipiku. Aku yang terkejut tidak bisa menahan keseimbangan tubuhku dan terjatuh. Aku memegang pipiku yang terasa panas dan nyeri.

"Dasar perempuan nggak tau diri!"

Aku marah pada Bima.Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku tidak menyangka dia memperlakukanku seperti ini.

Bukk...

Bima terjungkal ke tanah. Sudut bibirnya mengeluarkan darah.

"Cuma banci yang berani mukul cewek."

Ghani menarik tanganku untuk berdiri. "Kamu nggak papa,Na?" Tanyanya khawatir. "Nggak papa. Anter aku pulang,Ghan." Aku melihat Bima mulai berdiri lagi dan sepertinya bersiap melayangkan tinjunya ke arah Ghani.

"Bima,stop. Aku gak mau ketemu kamu lagi."

"Apa? Berani ya kamu sama aku?" Bima menatapku penuh amarah.

"Sejak kapan aku takut sama kamu? Dan kamu udah mukul aku Bim!"

Sejak saat itu Bima semakin gencar menemuiku. Menelepon ku setiap malam,mendatangi rumah bahkan tempat kerjaku. Bahkan ketika aku keluar dengan teman-temanku dia selalu mengawasiku. Terkadang berpura-pura tanpa sengaja bertemu denganku,bergandengan tangan dengan wanita lain,berharap aku marah atau cemburu seperti dulu. Tapi aku sama sekali tidak merasakan apapun.

Dan puncaknya ketika dia dalam keadaan mabuk menginap dengan seorang gadis remaja di hotel tempatku bekerja.

Teman-temanku yang mengenal dia sebagai pacarku berebut untuk memberitahukan kepadaku. Namun,lagi-lagi aku tak merasakan apapun. Aku hanya kecewa. Kecewa karena aku terlambat mengetahui orang macam apa Bima itu.

Hanya itu saja.