webnovel

Sayap Hitam

Di hari ulang tahunnya, Ravi Lazy Arsenio meminta permohonan secara asal sambil meniup lilin pada kue ulang tahun untuk menurunkan seorang bidadari dalam hidupnya. Ketika Ravi menuju kamarnya di hari yang sama dia dikejutkan dengan seorang pria asing berada di dalam kamarnya hanya mengenakan celana panjang kulit. Pria itu bernama Raymond mengatakan bahwa kehidupan serta dirinya adalah milik Ravi yang tujuan kedatangannya adalah untuk menjaga Ravi dan mendampinginya dalam banyak hal, dibuktikan dengan tato alami besar bertuliskan nama Ravi di dadanya. Ditambah kelakuan Raymond seperti anak-anak di bawah lima tahun yang mudah menangis dan tidak akan melakukan apapun tanpa perintah Ravi. Kemudian ada rahasia besar yang harus mereka tutupi tentang Raymond yang muncul entah dari mana adalah dia mempunyai sayap besar, berwarna hitam dan lembut, keluar dari punggungnya. Tidak hanya itu, Raymond selalu menembakkan aroma-aroma yang hampir membuat Ravi kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Dengan kedatangan Raymond juga membuat kehidupan Ravi berubah menjadi lebih rumit dari sebelumnya yang justru mengantarkan dirinya ke dalam masalah besar yang tak pernah Ravi bayangkan. Yaitu bertemu dengan Adrian bersayap putih yang menginginkan kematian Ravi di tangannya. Siapakah sebenarnya Raymond? Apa tujuan sebenarnya? Masa lalu kelam apa yang coba Raymond dan keluarganya sembunyikan dari Ravi selama ini?

White_Black033 · LGBT+
Không đủ số lượng người đọc
47 Chs

Pengaruh 3

"Ravi gelisah. Aku khawatir."

Kali ini Ravi menaikkan alisnya, tetapi tidak mengatakan apapun sampai Raymond kembali berbicara. "Ravi, aku adalah milik Ravi. Ravi bisa katakan apapun yang Ravi ingin aku lakukan untuk membuat Ravi menjadi lebih baik."

Dengan gerakkan otomatis Ravi melebarkan kakinya dengan membuka salah satu kancing celananya. Dia kemudian menatap Raymond sambil menyeringai. "Kalau begitu buat aku merasa puas."

"Ravi?"

Ravi sendiri terkejut dengan apa yang baru saja dia katakan, dia ingin menggeleng dan juga menepisnya, akan tetapi lidahnya terasa kaku dan tak ingin bergerak sesuai dengan yang dia inginkan. "Ucapan kamu sebelumnya hanya membual?"

"Kamu bukan Ravi."

Raymond tiba-tiba meraih tangan Ravi dan menggenggamnya erat-erat sampai Ravi merasakan dirinya seolah tersiram air di sekujur tubuhnya. Ravi tersentak ketika dia sadar bahwa dirinya sekarang tak lagi dipengaruhi oleh Adrian kembali

"Apa yang sebenarnya terjadi padaku?" tanya Ravi langsung berpegangan erat dengan Raymond yang sekarang tengah menatap ke arahnya dengan mata kekhawatiran yang tercetak jelas di wajah itu.

Namun, Raymond tidak menjawab seperti yang Ravi harapkan. Pria itu justru sekarang malah menjauhi pandangan Ravi yang mencari-cari jawaban lewat matanya yang meredup. "Kamu tidak bisa menjawabku? Mengapa semua kekacauan ini terjadi, bahkan kamu tidak tahu Raymond? Merasakan seseorang mengendalikanmu, siapa orang yang menginginkan hal itu terjadi?"

"Ravi, maaf."

Ravi hanya menatapnya sekali kemudian melepaskan cengkeramannya pada Raymond, dia meluruskan kembali posisi duduknya sambil terbatuk kecil yang langsung saja mendapatkan sentuhan pada punggung Ravi. Ravi menepis tangan Raymond. "Jangan menyentuhku."

"Maaf Ravi."

Ini hanya batuk kecil, tetapi Raymond memperlakukan Ravi seperti ini, apa yang dia lakukan ketika Ravi dalam kendali orang lain?

Ravi hanya memijat pangkal hidung merasakan kepalanya berdenyut tiba-tiba. Namun, sekali lagi Ravi teralihkan dengan sebuah pertanyaan Raymond kembali yang mengusiknya. "Apakah kepala Ravi sakit?"

Ravi sekali lagi mengabaikan Raymond, pria itu tampaknya tengah bergerak gelisah dalam duduknya menciptakan derit pada kursi yang diduduki oleh Raymond.

"Apalagi Raymond? Di sini adalah perpustakaan, kamu tidak bisa membuat keributan begitu banyak seperti ini." Ravi mendesah dan dia memikirkan apakah dirinya akan kembali ke rumah atau tetap menetap di sini.

"Ravi kesakitan, aku tidak bisa membiarkannya."

Ravi hanya menggeleng pelan dan kembali membaringkan kepalanya pada lipatan tangannya, kali ini dirinya sengaja melihat ke arah Raymond untuk membuat pria itu puas dan berhenti menanyai ini dan itu. Namun, tampaknya Ravi salah Raymond masih gelisah di bawah pandangan Ravi hal itu membuat tanda tanya mulai muncul di dalam pikiran Ravi. Hingga Ravi tidak tahan untuk bertanya, "Mengapa kamu sangat gelisah?"

Raymond tersentak, saat dia terkejut dengan Ravi yang tiba-tiba memanggilnya. Ravi menaikkan alisnya ketika Raymond masih tak kunjung untuk menjawab apa yang Ravi tanyakan. Ravi menggigit pipi bagian dalam ketika aroma cokelat seperti biasa menguar lebih pekat melingkupi dirinya sekarang. Mata Ravi melebar tatkala dengan perlahan mata emas Raymond bersinar.

"Ravi menatapku. Aku malu," kata Raymond sangat pelan.

Malu? Sampai sekarang Ravi lah yang seharusnya mengatakan hal itu pada Raymond atas semua hal yang terjadi di luar kendalinya. "Aku seharusnya malu, kamu lihat apa yang aku lakukan barusan dan juga sebelumnya dengan telanjang di depanmu."

Ravi sebenarnya tidak ingin mengungkit tentang itu, akan tetapi dia pada akhirnya mengatakannya dengan suara hampir berbisik kepada Raymond.

"Tidak, Ravi. Itu bukan kesalahan Ravi." Raymond sekarang menunduk kembali memainkan jemarinya. "Bolehkah aku mengatakan sesuatu, tentang mataku?"

Raymond tiba-tiba bertanya seperti itu yang secara otomatis Ravi langsung melihat ke arah di mana sebelah mata Raymond sekarang masih bersinar. "Apa itu?"

"Saat sebelah mataku mulai bersinar. Aku bisa melihat Ravi."

Kening Ravi berkerut masih berusaha mencerna apa yang baru saja Raymond katakan padanya itu, Ravi juga bisa melihat bagaimana rona kemerahan perlahan naik menyebar ke pipi Raymond yang kecokelatan. Dia meluruskan badannya untuk benar-benar mendengarkan apa yang Raymond katakan sekarang. "Apa maksudmu?"

"Ravi sebenarnya ketika mataku mulai bersinar, aku bisa melihat Ravi tanpa mengenakan pakaian di tubuh Ravi."

Ravi terperangah hingga dia tidak bisa mengatakan apapun untuk menanggapi apa yang barusan Raymond katakan padanya. Wajah Ravi sendiri seolah terbakar dan perasaan marah mulai menyebar di dadanya.

Raymond kemudian mulai menjadi panik dan menjatuhkan lututnya di depan Raymond. "Ravi, aku tidak memiliki maksud jahat karena itu. Maafkan aku. Tolong jangan marah padaku, Ravi. Mataku bersinar bukan atas keinginanku, ketika aku bahagia, sinar itu akan muncul dan memperlihatkan semuanya. Ravi maafkan aku."

Ravi mendadak pusing mendengar Raymond berbicara, apalagi pria besar itu mulai menangis tanpa suara dan Ravi berharap bahwa tidak ada yang menyadari tentang keributan yang dibuat ini.

Seperti yang baru saja Raymond katakan, mata pria berambut acakan itu mulai meredup hingga hilang sama sekali. "Ravi, aku hanya bisa melihat Ravi, aku tidak bisa melihat orang lain."

Ravi merasakan bahwa dirinya sangat malu hingga menginginkan lantai yang berada di bawahnya ini menelan Ravi agar dirinya bisa menghilang untuk sementara waktu. Bagaimana tidak, saat pertama kalinya Ravi melihat mata bersinar Raymond, itu berarti pria ini telah melihat Ravi tanpa pakaian dan Raymond diam tidak mengatakan apapun bahwa itu adalah kesalahan. Walaupun mereka berdua adalah lelaki, tetap saja Ravi merasakan rasa malu yang besar mengetahui fakta itu dan juga baru ini mata itu bersinar dan Raymond kembali melihat hal memalukan itu.

"Ravi, tolong katakan sesuatu. Hukum aku Ravi. Hukum aku, Ravi."

Raymond masih tetap menangis sambil menundukkan matanya ketika Ravi masih belum mengatakan apapun. "Jangan menangis lagi, orang akan bertanya. Hapus air matamu sebelum kita pergi dari sini."

"Ravi marah padaku?"

"Setelah aku mengetahui ini? Bagaimana menurutmu?" Ravi justru balik bertanya. Mengambil sebuah saputangan dari sakunya kemudian langsung menyeka jejak-jejak air mata yang masih tertinggal pada sebagian wajah Raymond. Dia juga bangkit berdiri dan menarik pelan lengan Raymond untuk ikut berdiri.

"Ravi marah." Raymond berkata menunduk sambil tangannya bergerak-gerak gelisah di sisi-sisi tubuhnya.

"Sudah lupakan, aku tidak ingin membahas itu lagi."

"Maaf Ravi."

"Kamu hanya perlu berpura-pura bahwa aku tidak pernah tahu tentang matamu itu." Ravi membuat permohonan kepada Raymond agar Ravi pun tidak memikirkan hal-hal seperti ini kembali.

Raymond mengangguk pasrah dan ikut berjalan di belakang Ravi. Hal yang sangat kontras berjalan bersama pria ini bagi Ravi sendiri. "Apa makanan kesukaanmu, Raymond?"

Mereka tengah berjalan di pinggir trotoar dan Ravi sengaja melambatkan langkahnya sehingga dia bisa berjalan di sebelah Raymond yang lebih tinggi darinya itu.

Raymond langsung menjawab, "Cokelat. Aku suka cokelat yang Ravi berikan padaku."

"Bukan makanan yang seperti itu yang aku maksud." Ravi langsung menghentikan langkahnya dan berdiri menghadap Raymond.

Raymond pun melakukan hal yang sama, tetapi kali ini kepalanya miring dengan raut kebingungan tercetak jelas di sana. "Aku suka makanan apapun yang Ravi berikan untukku."

Ravi hanya menghembuskan napas kasar.

"Bagaimana jika aku memberikan racun."

"Aku akan memakannya, jika itu memang yang Ravi inginkan."

Ravi berdecak, dia menarik tangan Raymond untuk masuk ke dalam sebuah restoran kesukaannya. "Aku ingin kamu mencoba beberapa makanan kesukaanku di sini."

"Makanan kesukaan Ravi?" Ravi tanpa sengaja melihat bagaimana mata Raymond kembali bersinar dan dia dengan sengaja mendorong Raymond ke belakangnya.

"Jangan melihatku, apakah kamu sengaja?"