webnovel

Sang Penipu Tampan

Olivia Klara adalah wanita yang beruntung. Mendapatkan jabatan baru dan seorang kekasih secara bersamaan. Kekasihnya sangat tampan, kaya, sukses, dan sangat perhatian. Hingga membuatnya selalu meleleh. Tapi tidak seperti itu selamanya. Satu tahun berlalu tiba-tiba saja Nando jarang menghubunginya dan jarang bertemu dengannya. Semenjak kepindahannya dari kantor cabang ke kantor pusat membuat mereka sangat sulit menghabiskan waktu. Oliv awalnya tidak mempermasalahkan, baginya hal itu wajar. Nando adalah laki-laki dan karir adalah salah satu hal yang harus dilakoni Nando. Tapi, lama-lama hal itu mempengaruhi Oliv, ia pertama kali berpacaran dan baru pertama kali galau karena memikirkan lawan jenis. Sebenarnya Nando itu masih memikirkannya atau tidak? Dan bagaimana kejelasan hubungan mereka? Belum sempat ia mendapatkan kejelasan itu ia harus ditampar dunia bahwa Nando yang ia kenal bukanlah Nando yang sesungguhnya. Playboy!!!!

Klara_Indira · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
7 Chs

TERNYATA....

Aku mengendarai motor dan menuju rumah. Sore hari begitu macet karena semua orang juga baru saja pulang dari kerja mereka dan akan menuju rumah atau tujuan mereka masing-masing.

Aku berusaha fokus pada macet ini. Namun tetap saja sulit. Ya, Aku terus berusaha melupakan hal itu namun tidak bisa, kejadian di kantor benar-benar membuatKu menjadi hampir gila. Suara Nando yang berada di sambungan telepon Mui membuatku semakin menangis.

Rasanya tidak menyangka akan seperti ini. Status yang ia tutupi sebagai anak pemilik perusahaan dengan segala jumlah cabang masih bisa Aku maklumi. Masih membuatku berpikir positif. Tapi, hubungannya dengan Mui! Sungguh membuat Ku kecewa.

Marah pada diriku sendiri yang bisa-bisanya tertipu oleh wajah tampannya. Bisa-bisanya Aku tertipu oleh sifatnya yang begitu manis hingga meluluhkan hatinya. Bisa-bisanya Aku begitu terlena hanya dengan kata-katanya padahal mereka baru saja kenal dan dekat. Bodohnya Aku. Hanya karena tidak pernah begitu merasakan jatuh cinta, ketika merasakannya Aku sampai lupa belum memastikan siapa dia dan bagaimana dia.

Dan sekarang? Sakit yang ku terima.

Tin..... Tin..

"LAMPU SEN MBAK! MAU BELOK TUH HATI-HATI TENGOK KANAN KIRI DONG!"

Teriakan seorang pengendara motor lain membuat Ku tersadar dan terkejut. "Maaf Pak maaf," ucapku meminta maaf pada pengendara itu.

Aku menepikan motorku di tepi jalan lalu menghela nafas dan menundukkan kepalaku lemas. Hampir saja aku menabrak orang lain. "Aduh badanku bergetar," ujarku yang merasakan getaran tubuhku karena syok.

"Ya ampun Liv hampir aja," kata Ku yang justru menyalahkan diriku sendiri. Aku kesal, Aku marah, Aku stres...

Aku memejamkan mataku, menenangkan hatiku, pikiranku. Sungguh ini menyesakkan sedangkan Aku hanya bisa menangis dan menyesal. Aku... Aku tidak tahu harus bagaimana, Aku bukan orang yang sekuat itu Aku mudah rapuh dan sekarang Aku bingung harus apa dan memulai apa.

Di pinggir jalan ini Aku hanya bisa menangis sambil berusaha meredam suara tangisanku, malu jika ada yang memperhatikan namun tekanan hati sudah tidak bisa dibendung. Ketika Aku menangis tiba-tiba saja telepon Ku berdering. Aku berusaha mengangkatnya dan melihat siapa yang menelpon Ku. Ibu.

Aku buru-buru menghapus air mataku, menenangkan diriku, mengatur nafasku. Aku tidak mau Ibu tahu dan menjadi khawatir.

"Iya Bu?" ucapku menjawab panggilan Ibu.

Kamu udah pulang Liv? Atau lembur lagi?

"Oliv udah di jalan kok Bu. Mau sampai rumah, ada apa Bu?" tanya Ku.

Ibu tadi kelupaan ambil uang di restorannya Pak Min. Ibu minta tolong ya Liv, bilang aja sama yang di kasir atau Pak Min, kalau Ibu tadi lupa minta uang pesanan rotinya.

"Heem, iya Bu. Oliv ambil sekarang ya, dah Bu. Oliv tutup teleponnya," akhirku sebelum memutuskan sambungan telepon Ku.

Aku menghela nafas kembali. Karena tidak mungkin menolak permintaan Ibu akhirnya Aku kembali memutar jalur untuk ke restoran Pak Min salah satu pelanggan kue milik Ibu. Dengan sedikit perasaan yang lebih lega karena sudah menangisinya Aku berusaha fokus agar tidak ada lagi kejadian seperti tadi.

.

.

.

Aku sampai di depan restoran Pak Min dengan selamat dan tidak ada kejadian apapun di jalan, untung saja. Aku memarkirkan motorku lalu melepaskan helm.

Restoran Pak Min akan merayakan hari jadinya dan pesta privat akan di gelar setelah toko tutup. Beberapa menu camilan dan kue adalah buatan Ibu, karena memang sudah terkenal begitu enak di kalangan pegawai restoran Pak Min.

Aku membuka pintu restoran dan sempat dikejutkan dengan dekorasi restoran yang berbeda dari biasanya. Mungkin karena hari jadi restoran ini yang menjadi alasan dekorasi berubah. Terdapat juga banyak promosi yang menggiurkan. Sayang Aku sedang tidak selera dan tidak memiliki mood untuk memakan makanan apapun.

Kebetulan sekali di samping kasir sedang ada Pak Min yang mengobrol dengan seseorang di sana. Dengan menunggu sejenak akhirnya Aku berhadapan dengan Pak Min. "Oh Oliv, pasti mau ambil uang Ibu Kamu kan? Ibu Kamu tadi udah ngabarin Bapak, nih ya Liv terimakasih banyak, makasih juga buat Ibu Kamu," ujar Pak Min.

Aku memasang senyumku, "Iya Pak, terimakasih juga karena mempercayakan menu Bapak ke Ibu Saya," balasku dengan kata tulus.

"Buatan Ibu Kamu itu enak Liv, cocok sama banyak orang juga. Oh iya Liv, acara Bapak nanti malam sekitar jam delapan, kalau Kamu dan Ibu Kamu berkenan, silahkan datang ke acara di restoran ini. Saya sangat senang jika kalian mau hadir," ujar Pak Min.

Aku menaikkan senyumanku, "Nanti Saya sampaikan ke Ibu dahulu ya Pak. Sebelumnya terimakasih sudah mengundang Ibu dan Saya ke pesta Bapak," ucapku sangat berterimakasih.

Aku lalu berpamitan kepada Pak Min dan mengucapkan terimakasih sekali lagi. Setelah itu aku keluar dari restoran Pak Min menuju parkiran dimana motor Ku berada.

Namun langkah Ku terhenti ketika tidak sengaja sebuah mobil hampir saja menabrakku. Aku menatap tajam mobil itu, padahal Aku sudah mengangkat tangan dan sudah memastikan tidak ada mobil lewat. Pengendara mobil itu pasti ngebut.

Aku mengetuk kaca mobil pengemudi. Ketika kaca itu diturunkan sungguh lagi-lagi Aku harus sakit hati. Pengemudi itu wanita cantik dan bertubuh seksi, pakaiannya sangat terbuka. Namun, bukan itu yang membuatnya kaget.

Tapi seorang laki-laki yang duduk di kursi penumpang tepat di samping perempuan itu. Nando, Nando duduk sambil memejamkan matanya sepertinya ia tertidur.

"Eh Mbak kalau jalan itu lihat-lihat dong!" kata wanita itu yang langsung membuatku menatap tajam wanita itu.

Entah setan dari mana tiba-tiba saja Aku sangat marah dan sangat kesal dan sangat sangat sangat ingin berteriak. "Saya?! Saya yang salah?! Mbaknya kalau nyetir lihat depan dong! Mbak itu hampir nabrak Saya dan dua orang lagi. Mbaknya jualan nyawa emangnya!" bentak ku dengan nada tertinggi Ku.

Dua remaja yang tadi juga berjalan di sampingku dan hampir saja menjadi korban langsung menghampiri Ku. "Mbaknya itu yang salah malah ngotot lagi! Buta ya Mbak!" Teriak salah satu remaja itu yang ternyata ikut kesal.

Nando yang sepertinya terganggu dengan suara berisik itu langsung membuka mata dan mengeluarkan suara yang begitu keras dan berat yang sungguh pertama kali Aku mendengarnya. "BISA DIAM GAK SIH!" teriak laki-laki itu.

Mataku dan matanya bertemu, ia terlihat seperti orang yang banyak pikiran. Itu kesan pertama ku ketika melihat matanya. Tapi Aku langsung mengalihkan pandanganku. "Tolong ya Mbak matanya di pakai lain kali yang GANJEN! GENIT tuh mata sampai lupa lagi nyetir!" ujarku dengan menekan kata 'ganjen dan genit'.

Aku yang sudah tidak tahan melihat Nando langsung menendang mobil itu hingga terdapat begas dan sedikit penyok. Dua remaja yang di sampingku cukup terkejut melihat penyok mobil itu, tapi Aku tidak peduli, Aku sudah sangat marah dan muak.

"Playboy! Ternyata bukan cuma Mui dan Aku saja!" batin Ku marah sambil berjalan pergi dari mobil itu dan menuju motor Ku yang terparkir.

"Dasar Nando playboy! Benci!" Kata kesal sambil memakai helm dengan kasar.