webnovel

Permulaan

Di sebuah desa yang jauh dengan pusat kota, seorang anak lari dengan pakaian lusuh dan tanpa alas kaki. Tangannya menggenggam erat sebuah tanaman yang nampak berharga. . Rambut hitamnya berkibar dihempas angin, sementara keringat mengalir di keningnya. Meski orang-orang memandangnya dengan heran, anak itu seakan tak peduli. Ia berlari hingga sampai di sebuah rumah tua yang terlihat kumuh.

Sesampainya di sana, tanpa ragu anak itu mendorong pintu dan masuk ke dalam. Di dalam, nampak seorang nenek yang terlihat lemah duduk di atas ranjang. Wajahnya pucat dan lemah, sering kali tersentak batuk sebelum anak itu memasuki kamar.

"Nenek! Lihat apa yang aku temukan! Bunga proli! Tanpa sengaja kutemukan di belakang air terjun saat mencari kayu bakar! Apakah ini benar, Nenek?" Anak itu memperlihatkan dengan bangga bunga yang digenggamnya.

Nenek mengulurkan tangannya dan mengambil bunga itu. Delapan kelopak biru tua besar dengan bintik-bintik hitam menghiasi bunga tersebut. Meski kecil, bunga itu memiliki aroma harum yang tajam. Nenek yakin, ini adalah bunga proli.

Dia menatap anak di hadapannya, matanya yang jernih dan bulu mata lentik yang jarang dimiliki anak laki laki lain membuat dirinya terlihat menawan. Terlepas dari betapa kurusnya anak itu dan terlihat kotor, nenek merasakan perasaan yang campur aduk.

Melihat bagaimana kondisinya saat ini, dia teringat kembali akan masa lalu di mana saat dia menemukannya sepuluh tahun lalu. Benar, anak itu tidak memiliki hubungan sama sekali dengan nya.

"Ini benar bunga proli. Kau sudah belajar banyak, Eris." kata nenek sambil mengembalikan bunga itu kepada Eris. Anak itu terlihat bahagia, mata berbinar dan hati penuh sukacita.

"Eris akan membuat obat dengan ini! Nenek akan sembuh!" ucap Eris dengan semangat.

Melihat kebaikan hati Eris, nenek merasa tenang dan hangat. Dia tahu bahwa bunga itu sendiri tidak cukup untuk menyembuhkan penyakitnya, meskipun itu adalah tumbuhan herbal langka. Namun, saat melihat kebahagiaan di mata cucunya, nenek menyadari bahwa dia tidak boleh mengecewakannya.

"Namun, ini saja tidak cukup. Berikanlah pada nenek. Nenek akan mengolah sebagian dan menjual sisanya di desa sebagai bahan tambahan obat." Kata nenek sembari mengambil bunga proli dan mengelus rambut Eris dengan lembut.

"Sekarang, segera bersihkan dirimu. Lihatlah betapa kotornya kamu."

"Hehe. Baiklah, nek."

Sambil membawa sepotong pakaian, Eris sekali lagi berlari keluar menuju sungai tak jauh dari rumahnya untuk membersihkan diri. Sementara neneknya, setelah di tinggal seorang diri, dengan susah payah dia juga beranjak dari ranjang dan memakai jubah lusuhnya. Berjalan perlahan, dia tak membuang waktu lebih lama lagi untuk segera pergi ke pusat desa.

Eris, yang telah sampai di hulu sungai, segera membersihkan dirinya. Ia melepaskan semua pakaiannya kecuali celana dan lalu melompat ke dalam air yang jernih dan menyegarkan. Sambil membersihkan tubuhnya, seperti anak pada umumnya, ia berenang, menyelam, dan tenggelam dalam kegembiraannya sendiri.

Setelah merasa sudah bermain cukup lama, Eris segera mengenakan pakaiannya. Meskipun tidak lebih baik dari sebelumnya, namun cukup bersih dan nyaman untuk dipakai. Setelah itu, Eris tidak langsung kembali ke rumah. Ia teringat akan rantaian kayu bawaannya sebelum dia menemukan bunga Proli dan segera menuju ke tempat tersebut.

Sesampainya di sana, tumpukan ranting kayu terlihat berada pada posisi semula. Eris segera merapikannya dan mengikatnya, lalu menggendongnya di punggung. Bagi hari ini, ini adalah pekerjaan terakhirnya sebelum ia sampai di rumah.

Sambil bersenandung, Eris melompat-lompat saat berjalan. Ia adalah seorang anak yang ceria. Meski hanya tinggal dengan neneknya dan tanpa orang tua, dia tak pernah mengeluh atau terlihat sedih. Setiap hari, dia menjalani hidupnya tanpa rasa terhalang.

Namun tiba-tiba, ekspresinya berubah menjadi pucat. Tubuhnya bergidik dan pandangannya terdistorsi seolah-olah ia melihat sesuatu yang mengerikan. Pandangan matanya terfokus pada apa yang ada di hadapannya.

Awan hitam menjulang tinggi di langit, kilat-kilat menyambar di antara awan hitam itu, menyinari langit dengan cahaya terang namun singkat. Kilat-kilat itu mengubah warna awan menjadi temaram, menambah kesan mencekam dalam suasana.

Angin berhembus kencang. Daun-daun pepohonan berdesir-desir dengan cepat. Udara menjadi dingin dan mencekam, menciptakan atmosfer yang tegang.

Dalam waktu yang terjadi, Eris hanya bisa diam dalam ketakutan. Ia berpikir bahwa ini mungkin hanya halusinasi. Namun, bagaimanapun ia menolaknya, perasaan yang ia rasakan terlalu nyata.

Detakan jantungnya semakin cepat, mengiringi suara langkah kaki yang mendekat secara perlahan. Cahaya temaram mulai menerobos melalui kabut yang menggumpal di depannya, menyoroti wajah-wajah menyeramkan yang tersembunyi di baliknya. Eris merasa tubuhnya terpaku, tak bisa bergerak atau berteriak. Kehadiran mereka semakin dekat, menghampiri dengan gerakan aneh dan perlahan. Suara bisikan tak kasat mata menyelinap ke telinganya, mengungkapkan niat gelap yang tidak bisa dimengerti oleh pikirannya yang masih murni.

Perasaan takut yang melanda Eris semakin tak tertahankan, dan akhirnya, dunia yang mencekam itu menguasai dirinya sepenuhnya.

"Nenek..." gumamnya dengan rasa takut yang semakin menguasai dirinya. Eris merintih memanggil neneknya. Dalam waktu yang singkat ini, perasaan yang tidak menyenangkan mulai merasuki pikirannya dan semuanya menjadi gelap.

Ia jatuh tak sadarkan diri, ditinggalkan dalam kegelapan yang membingungkan dan menyeramkan.

Punya ide atau masukan tentang cerita ku? Komentarlah dan biarkan aku mengetahui nya ^^

HakuHaVeriancreators' thoughts