webnovel

TUJUH -Titisan Raja Arthur dan Para Kesatria Meja Bundar bg.1

Trirana dan kelompoknya sampai di sebuah benteng—terbuat dari batang kayu yang tinggi—yang tidak terlalu luas. Benteng tinggi itu melindungi sebuah permungkiman kecil para Harpy.

"Ayo masuk!" ucap Trirana.

Sebelum mereka semua benar-benar dekat dengan gerbang, elang besar lebih dulu mendarat menghadang mereka.

"Siapa kalian?" tanya burung itu dengan nada seorang wanita yang gagah. Suaranya menggema seperti gemuruh. Terdengar seperti suara Dewa dalam mitologi Yunani.

Trirana maju paling depan, "Kami hanya ingin bermalam."

"Aku tidak akan membiarkan kalian masuk begitu saja dan …." Burung itu mendadak bungkam setelah melihat pedang yang ada di punggung Trirana. Pedang berlapis emas yang digendong oleh Trirana hanya dengan seutas tali.

"Pedang suci itu, bagaimana bisa ada padamu?" tanya burung elang itu.

"Aku kebetulan lewat dan mencabutnya. Apa kau mengingnkan pedang ini?" tanya Trirana dan langsung menurunkan pedangnya membuat elang itu sedikit melangkah mundur.

"Tunggu!" elang itu kemudian bersinar putih terang lalu mengecil dan berubah menjadi wanita cantik berpakaian seperti bangsawan Yunani. Wanita itu terlihat seperti Dewi dalam mitologi Yunani. "Apakah benar kau yang mencabutnya?" suaranya tidak seperti sebelumnya. Nada suaranya berubah menjadi sangat lembut.

"Benar." sahut Trirana apa adanya.

"Tidak salah lagi, Anda adalah orang terpilih itu. Anda adalah Hero yang selalu kami nanti-nanti. Sesuai yang dikatakan di dalam buku kuno, penyelamat akan datang. Dia akan bersinar di hadapan kami. Anda adalah Demigod yang diramalkan itu." ucapnya begitu senang hingga bergelimang air mata. Bahasanya juga berubah menjadi sopan seperti berbicara dengan Dewa itu sendiri.

"Nona, apa yang dia katakan, De-Demigod?" tanya Ayu, "apa itu artinya anak dari para Dewa, setengah manusia?"

"Aku manusia biasa dan lahir dari ayah dan ibu manusia pula," ucap Trirana. "Tidak mungkin aku seperti yang Anda katakan" imbuhnya.

"Tidak," bantah wanita elang itu. "Anda adalah anak dari Dewa Perang, hanya anak dari Dewa Perang yang lahir dari seorang manusia yang bisa menarik pedang legendaris itu dari dalam batu. Anda …."

"Tunggu dulu! Sebenarnya kami sangat lelah setelah dikejar-kejar undead. Boleh kami beristirahat dan menyewa penginapan?" tanya Trirana.

"Tentu saja," ucap wanita elang itu. "Sebelumnya izinkan aku memeperkenalkan diri, saya Helena"

"Saya Tri…." suaranya mendadak menghilang. "Night!"

"Night?" Helena terlihat ragu. "Aku rasa Anda adalah Arthur, King Arthur. Sang pemengang Excallibur!"

"Wah," Ayu langsung menggoda Nonanya. "Yang Mulia!" sayang dia diabaikan. Ayu menjadi murung dan langsung dihibur oleh Ratna.

"Night, itulah namaku." ucap Trirana sekali lagi.

"Dan mereka?" tanya Helena melihat rekan-rekan Trirana.

"Aku A…"

"Rat…."

"Ri…."

Sama seperti Trirana, suara mereka juga tiba-tiba menghilang. Akhinya memaksa mereka memamakai nama lain seperti yang dilakukan oleh Trirana.

"Aku Erester." Ayu meperkenalkan diri.

"Namaku Sellena." ucap Ratna.

Keduanya memperkenalkan diri dengan gaya mereka sebagai seorang pelayan. "Kami pelayan Nona Muda Night." ucap keduanya. Helena menjadi semakin percaya jika Trirana adalah Arthur.

"Namaku Luna." ucap Prof. Rina.

"Salam kenal." ucap ketiganya.

"Senang bertemu kalian," ucap Helena, "mari ikuti saya!"

Helena mengajak semuanya masuk ke dalam benteng. Dari pintu masuk dan seterusnya, para Harpy keluar satu per satu dari rumah pohon mereka. Pandangan mereka penuh dengan decak kagum dan kebahagiaan menatap setiap langkah kelompok Trirana.

"Ayu, mereka sangat ramah ya." ucap Ratna

"Itu karena Nona membawa pedang yang mereka agung-agungkan itu, coba kalau tidak, maka kita sudah dimakan hidup-hidup!" bisik Ayu ke telinga Ratna.

"Ngeri juga!"

"Kita harus tetap berhati-hati. Itu tugas kita sebagai pengawal Nona. Kita harus tetap waspada dan memastikan Nona tetap selamat!"

"Kalian berbicara apa?" Trirana menoleh ke belakangnya.

'Tidak Nona, bukan apa-apa. Hanya bicara tentang gosip murahan." ucap Ayu dan Ratna mengangguk polos.

"Oh," sahut Trirana dan kembali menoleh ke depan.

"Tempat ini lumayan nyaman." ucap Ayu.

"Aku harap tidak akan terjadi hal buruk." ucap Ratna.

Para Harpy tinggal di atas pohon. Seperti layaknya manusia, mereka memiliki rumah-rumah yang dibangun di atas pohon-pohon besar. Mereka tidak seperti apa yang dibayangkan. Para harpy tidak terlihat menyeramkan dengan badan atau kepala burung, mereka terlihat layaknya manusia biasa—seperti orang-orang Yunani kuno.

"Ini tempatnya para harpy?" tanya Trirana.

"Benar," sahut Helena. "Ras kami hampir musnah. Kami diburu oleh para Iblis, dikejar hingga kemanapun. Lalu pasukan kekaisaran datang membantu dan di sini kami sekarang. Semua para Harpy dari seluruh penjuru berlindung di benteng suci ini. Walau tidak termasuk dari bagian benteng pertahanan, ini lebih mirip sebagai tempat berlindung." ujarnya.

"Kenapa kalian tidak tinggal di dalam benteng pertahanan? Di sana pasti akan lebih aman karena bayak para prajurit yang berjaga." ucap Trirana.

"Itu karena kami sulit beradaptasi di dunia yang terbuka, kami terbiasa hidup di dalam hutan. Karena itulah, Kaisar Lotus Satu membuatkan benteng suci untuk kami yang jauh berada di dalam hutan. Walaupun begitu, benteng suci ini sangat aman." jelas Helena.

"Baiklah, kemana kita akan pergi?" tanya Trirana.

"Turun menurun kami menjaga sebuah rumah. Rumah itu berada tepat di titik tengah benteng ini. Rumah itu akan menjadi tempat tinggal sang penyelamat dan semua sahabatnya. Itu tertulis dalam buku!" ucap Helena dan rumah yang dibicarakan sudah terlihat di hadapan semuanya, "Itu rumahnya!" tunjuknya.