webnovel

Aku Bukan Pembawa Sial

Kampus

Anika POV

Satu bulan kuliah di sini membuatku frustrasi. Itu kedua kalinya kursi dan mejaku basah tanpa sebab dan waktunya selalu sama: saat aku kembali dari kantin. Aku meremas ujung kemeja dengan garang. Siapa yang melakukannya?

Ditambah lagi hari itu bertepatan dengan kematian ayah kandungku beberapa tahun lalu. Perkembangan kondisi ibuku tidak ada kemajuan, aku mendapat telepon tadi malam. Ingin melarikan diri saja sesegera mungkin, andai aku bisa. Entah ke mana.

Pembawa sial.

Aku ingin meluapkan kekesalan yang bercampur sedih dan kecewa. Hal tak menyenangkan itu membuat aku tak kuat menahan emosi negative lebih lama lagi.

"Anika?" Gwen menatapku prihatin saat melihat kursi dan mejaku.

Aku mengembuskan napas. Huh, ini bukan kampus elite semacam di drama, kan? Yang setiap mahasiswanya bebas berlaku anarkis.

"Kamu ada tisu?" tanyaku pada Gwen.

Gwen segera mengeluarkan tisu dari tas.

Aku yakin seyakin-yakinnya, itu semua akibat aku diantar pulang idola-idola kampus itu kemarin. Persis seperti kejadian beberapa hari lalu.

Setelah mengelap kursi dan meja, aku mendatangi empat pemuda yang sedang bercanda di sudut kelas. Aku tak habis pikir, bagaimana bisa mereka mendapatkan fans yang terlalu anarkis seperti yang menerorku sekarang?

Ketiganya bukan sedang bercanda. Ternyata mereka sedang melihat Satya yang membuat, entahlah, aku tak bisa mengatakan bentuk pastinya sesuatu seperti karikatur, tapi rapi dan bagus.

Terbawa emosi, aku melempar tisu basah bekas mengelap air di kursi dan meja begitu saja ke karikatur tersebut. "Ini! Kerjaan fans kalian!"

Serempak keempat lelaki itu menoleh ke arahku. Gwen yang berada tepat di belakangku menutup mulut.

Aku seperti tak sadar melakukan hal buruk itu.

"Anika!"

"Kau tidak perlu sampai menghancurkan karya Satya juga, kan?!" protes Lukas cepat tanggap.

Seisi kelas merubungi lokasi perseteruan sengit itu.

Aku melipat kedua tangan di depan dada. "Peduli setan!" kataku dengan nada melecehkan.

BRAKKK..

Satya menggebrak meja. Mata tajamnya mengarah ke arahku, ganas.

Aku kaget saat mendapati Satya begitu marah. Apa yang aku lakukan tadi salah?

"KAU TAHU SEBERAPA KERAS AKU MEMBUAT KARYA ITU, HAH?!"

Bentakan Satya menggelegar ke seluruh ruangan kelas. Dadanya bergerak naik-turun dengan cepat. Emosinya tak terkendali.

Aku mundur selangkah, tak menyangka apa yang aku lakukan membuat Mingyu marah. "So-sorry," ucapku tergagap.

"Kau tidak diajarkan etika sama orangtuamu? Aku yakin mereka menyesal melahirkanmu. Lebih baik kau mati! Go to hell!" sembur Satya bertubi-tubi, walaupun nada bicaranya tak sekeras tadi.

Tetap saja makian Satya membuatku bungkam. Orangtua?

Menyesal.

Pembawa sial.

Aku menatap kosong ke depan, seakan terhipnotis ucapan kasar Satya. Apa katanya tadi? Orangtua? Aku tak pernah diajarkan etika? ayahku memang meninggal saat aku masih kecil, saat masih butuh kasih sayang ayah. Ibuku menjadi sibuk saat itu juga, menikah lagi beberapa tahun kemudian. Lalu keluarga kecil itu hancur berantakan saat ibu dan ayah tiriku berkunjung ke Bandung.

Satya benar. ibuku memang harus menyesal karena melahirkanku.

Satya benar. Seharusnya memang aku saja yang mati.

Satya benar. Semua orang benar. Aku memang pembawa sial. Gwen mengguncang tubuhku yang menegang, beberapa kali. Dia memanggil namaku. Aku benar-benar hilang kesadaran.

***

Lukas, Devan, dan Rangga terperangah melihat Anika yang sangat tegang.

Satya menghela napas. Dengan gerakan cepat ia keluar kelas, masih dengan penuh emosi. Kakinya menendang apa saja yang ia anggap menghalanginya. Dia bersusah payah membuat karikatur tersebut, dan sekarang? Lihatlah akibat ulah gadis tak berperasaan itu!

Ketiga lelaki itu masih berdiri di depan Anika, menunggu reaksi gadis tersebut. Semua orang di kelas menahan napas. Tatapan Anika kosong ke depan.

Setelah beberapa saat, gadis itu tersenyum lemah, menatap Gwen yang mengguncang tubuhnya kuat.

"Anika!"

Anika tersenyum, namun pikirannya tak bisa diajak kompromi. Tahu-tahu dengan cepat Anika berlari, mengambil tas, dan menghilang di balik pintu.

Setelah itu tak ada teman kampus yang tahu kondisi Anika.

To Be Continued

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

JaneJenacreators' thoughts