webnovel

Royal Family Series : Pengantin Sang Raja (The King's Bride)

Richard adalah raja yang tak pernah menikah. Itu adalah sumpahnya setelah melihat penghianatan yang dilakukan ibunya. Namun bagaimana jika adik lelakinya yang merupakan pewaris tahta akhirnya meninggal dan memohon agar Richard menikah sebagai permintaan terakhirnya? GalaxyPuss

Galaxypuss · Lịch sử
Không đủ số lượng người đọc
55 Chs

Tentang Ratu

Chevailer, 2005

Luna membuka pintu kamar Richard dengan perlahan; sebelum masuk tanpa suara kedalam kamar yang gelap gulita itu. Ratu itu menghampiri gundukan diatas ranjang; menatap sayu pada sejumput rambut yang muncul dari balik selimut. Tangannya yang terbalut sarung tangan ia ulurkan; mengusak helai gelap itu hati-hati.

"Mama tahu kau tidak mau merayakan natal bersama," Luna tersenyum kecil. "Tapi Mama sudah menyiapkan hadiah untukmu dibawah, turunlah. Kau tahu James tidak mau membuka kadonya sendirian."

Luna mengerjap saat melihat gundukan itu bergerak sedikit; tahu benar jika putranya itu sebenarnya mendengarkan.

"Mama akan pergi ke acara amal," Luna berujar lagi. "Selamat natal sayang, Mama sayang padamu," wanita itu kemudian membungkuk untuk mendaratkan sebuah kecupan di pelipis Richard, membenarkan letak selimut sebelum berlalu keluar dan menutup pintu.

Putra Mahkota itu sendiri menghela nafas, membuka selimut saat mendengar suara pintu berdebam pelan dan menatap lampu tidurnya yang bersinar dalam keremangan. Richard menghela nafas lagi, berputar terlentang dan berganti memandang langit-langit. Terkadang ia memikirkan sikap kasarnya pada sang ibu, yang ia tahu keterlaluan. Tapi perasaan kecewanya besar, mustahil baginya baik-baik saja dan menatap wajah ibunya seperti dahulu. Rasanya sesak.

Pangeran itu kemudian memejamkan mata, menarik selimut dan bersiap untuk tidur kembali saat pintu kamarnya dibuka dengan kasar dan suara langkah kaki berderap.

"Richard!" panggilan melengking diiringi dengan beban berat yang terhempas di kakinya membuat Putra Mahkota itu membuka mata kembali, tersenyum kecil menatap sang adik yang memandangnya dengan tawa ceria.

"Hei, dik."

"Ayo membuka hadiah," James berujar semangat seraya meloncat-loncat diatas tubuhnya. "Ada banyak dibawah pohon natal, ayo, ayo!"

"Kau bisa membukanya sendiri."

"Tidak mau," James merengek. "Tidak mau sendiri."

"Buka dengan Charles, Ayah atau siapapun. Aku mau tidur."

"Tidak!" James menjerit marah. Anak laki-laki itu merangkak ke dada Richard dan memukulnya hingga sang kakak mengaduh. "Sekarang! Ayo, kau bisa tidur setelah membuka hadiah, ayo!"

"Jimmy," Richard menghela nafas saat sang adik kembali merengek dengan badan meloncat-loncat.

"Ayo Richard," James mencebik. "Ya, ya, ya?"

Yang lebih tua mendengus, dengan enggan mengangguk dan bangkit. James tertawa senang, mendahului kakaknya keluar kamar dan berlari sepanjang lorong dengan teriakan agar Richard menyusulnya lebih cepat. Calon raja itu keluar kamar dan menutup pintu, mengangguk sesaat pada penjaga di sisi kamarnya dan menyusul James menuju ruang tengah di istana barat-yang merupakan kediaman pangeran-.

Pemuda itu menggeleng lelah, menatap James yang sudah duduk di depan pohon natal yang sudah dihias; meraup kotak-kotak dengan tawa berderai, adiknya mendongak. "Mau menghitung punyamu?"

"Memang aku dapat?" Putra Mahkota itu bertannya sembari meraih remote dan mengganti chanel.

"Mama meninggalkan satu,"James mengiyakan sembari mengambili hadiah dengan nama Richard."Ayah juga, Charles, Paman Samuel."

Richard tersenyum lemah, mengampiri sang adik lantas duduk disisinya dan mengambil hadiahnya."Punyamu lebih banyak."

"Itu karena kau nakal sepanjang tahun ini,"James menyahut dengan pandangan fokus pada kotak hadiahnya."Santa tidak memberi banyak hadiah pada anak nakal."

Alis Richard naik,"Tahu darimana kau jika aku nakal?"

Bibir James mengerut,"Charles."

Putra Mahkota itu tertawa,"Mungkin aku memang nakal. Siapa tahu?"-tangannya meraih hadiah adiknya-,"Mau membukanya?"

James mengangguk, dengan semangat melihat Richard yang merobek bungkus kotak dan meraihnya cepat begitu usai."Ini dari mama!"James menjerit senang seraya memeluk sebuah boneka popeye besar erat-erat.

"Kau senang?"Richard bertannya lembut.

Adiknya mengangguk,"Tidak buka hadiahmu? Aku tahu yang mana hadiah mama."

Richard tersenyum,"Haruskah?"

"Tentu saja,"James berujar dengan ekspresi serius."Mama memberi hadiah paling besar."Tangan kecilnya meraih kotak yang dibungkus dengan kertas emas dan mengangsurkannya pada sang kakak. Berganti duduk manis dan memandang Richard dengan mata berbinar,"Ayo buka."

Yang lebih tua tersenyum palsu, meraih kadonya dengan enggan dan merobek kertasnya malas. Sama sekali tidak antusias kala membuka kotak dan menemukan sebuah tape recoder kecil dan surat.

Mama membuat sebuah lagu untukmu.

Selamat natal, mama mencintaimu.

Tangan Pangeran itu bergerak; mengambil tape recorder itu dengan pelan dan menekan tombol on. Menatap mata sang adik saat alunan piano terdengar kemudian dan terdiam. Nadanya lembut, dengan ketukan hangat yang membuatnya teringat pada bunga-bunga berembun.

"Mama membuatkamu lagu?"James bertannya antusias.

"Ya,"senyum Richard memaksa."Sepertinya begitu."

"Breaking news,"suara berita yang tiba-tiba muncul diantara tayangan kartun James membuat keduanya menoleh, namun lekas kembali pada kegiatan mereka.

"Apa itu? Kemana kartunku?"Tanya James saat wajah seorang pembawa berita muncul dengan tampang serius didepan layar oranye.

"Kartunmu dipotong sebentar,"Richard menjelaskan."Sepertinya terjadi sesuatu yang mendesak hingga harus diumumkan segera."

James merengut, tapi menurut dan kembali fokus pada hadiahnya. Sementara Richard membantunya membuka dengan telinga yang sayup-sayup mendengar berita.

"Telah terjadi sebuah kecelakaan di jalan bebas hambatan Willington rute 66. Kecelakaan terjadi pada pukul enam lebih sepuluh malam dan melibatkan beberapa kendaraan, menurut sumber salah satunya termasuk mobil yang diketahui ditumpangi oleh Yang Mulia Ratu."

Tangan Richard berhenti, dengan nafas tercekat ia menoleh pada tv dan membelangak; kala layar menampilkan citra yang diambil dari udara. Menunjukkan jalanan bebas hambatan yang kini ramai oleh polisi dan ambulan; dengan beberapa mobil ringsek yang tercecer di jalanan. Beserta satu mobil yang jelas ia kenali.

"-Ratu memang dikenal tidak terlalu suka membawa pengawalan dalam berpergian. Karenanya hal itu diduga menjadi salah satu faktor mengapa mobilnya dapat terlibat dalam kecelakaan beruntun ini, Ratu dijadwalkan akan datang menuju acara amal di Kiev malam ini dan saat ini pihak medis sudah membawa Ratu menuju rumah sakit. Sampai berita ini diturunkan sendiri, masih belum ada konfirmasi dari istana terkait dengan kondisi Ratu-,"

Perhatian Richard teralih saat derapan keras muncul di ambang ruang tengah, menatap beberapa pengawal dan Charles yang memandangnya pucat.

"Pangeran, "pria itu diam sejenak."Yang Mulia Ratu, meninggal dunia."

.

.

.