webnovel

Dia Ada di Saat Aku Butuh Seseorang

“Tadinya Papa mau jodohin kamu sama Bara, Kak.”

Aileen, Gama, dan kedua orang tua Aileen telah berkumpul di ruang kerja setelah Bara pamit pulang dengan raut wajah tidak terima karena harus pulang lebih dulu dan menyerahkan posisinya sebagai pasangan Aileen kepada laki-laki yang muncul tiba-tiba di hari itu. Tapi demi apa pun, Bara tidak berani bertahan di sana dengan tatapan Aileen yang mematikan.

“Kenapa?” tanya Aileen setengah penasaran. Kenapa tidak dari dulu ia dijodohkan dengan Bara? Kalau begitu kan kemungkinan ia bisa meresmikan hubungannya dengan Bara jauh-jauh hari.

‘Trus pas udah nikah, diselingkuhin! Mirip kayak cerita novel sama sinetron.’ Tiba-tiba Aileen tersadar dengan pemikirannya sendiri. Bukan masalah waktu. Justru mengerikan kalau ia telah menikah dengan Bara dan berakhir dengan diselingkuhi.

“Ya … Bara kandidat yang cocok menurut Papa.”

“Apa bagusnya Bara sih, Pa?” Aileen mendengkus kesal karena ternyata papanya pernah mempertimbangkan Bara sebagai pendamping untuknya. Lalu apa bagusnya Bara?

Banyak!

Dulu. Namun sekarang Aileen tahu kalau yang ditunjukkan Bara di depannya, semua palsu.

“Ya kayaknya duet kamu sama Bara bakalan ok banget untuk ngelola perusahaan.”

“Ehem!” Rhea berdeham, berusaha menghentikan topik pembicaraan itu. “Ngomongin ke depan aja, Mas. Ngomongin gimana hubungan Aileen sama Gama aja.”

Tahu kalau tidak bisa menentang istrinya, Naren beralih menatap Gama yang sejak tadi duduk tenang meskipun ia mengungkit laki-laki lain yang ingin ia jodohkan dengan Aileen.

“Jadi kalian ini gimana? Beneran mau serius?” tanya Naren tidak yakin.

“Iya, Om. Kalau Om sama Tante ngizinin, aku bakal bilang ke keluargaku untuk segera minta Aileen secara resmi.”

Untung saja kali ini Aileen tidak sedang makan atau minum karena bisa dipastikan ia akan tersedak lagi akibat ucapan Gama.

Naren menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil melirik ke arah anaknya. Ia tahu tabiat dan karakter Aileen. Kalau Aileen sudah memutuskan sesuatu, itu artinya Aileen sudah benar-benar yakin akan keputusannya.

Naren mungkin lupa, ada kalanya seseorang mungkin keluar dari tabiat dan karakternya.

“Kamu beneran cinta sama Aileen?”

Gama menoleh ke arah Aileen lalu mengangguk pasti, membuat orang tua Aileen hampir berdecak keras karena jengah dengan apa yang dilakukan Gama.

Aileen sendiri cukup terkejut. Bukan karena ternyata Gama mengaku mencintainya, melainkan karena kebohongan yang lancar keluar dari Gama. Pasti Gama sengaja menatapnya karena tidak berani menatap papanya.

Menggeleng kesal, tiba-tiba Naren melemparkan pertanyaan lain. “Kamu … masih perjaka?”

“Papa!” Aileen dan Rhea bersamaan memekik kala mendengar pertanyaan sang kepala rumah tangga mereka.

“Wajar dong Papa nanya begitu ke Gama. Pekerjaan dia di dunia hiburan, identik sama kehidupan bebas.”

“Tapi itu urusan Gama,” balas Rhea.

“Jadi urusan kita kalau dari pola hidupnya nantinya bikin menderita anak kita. Kalau dia gonta-ganti pasangan tidur, gimana nasib Aileen nanti? Memang ada jaminan dia bersih dari penyakit?”

“Aku bersih, Om.” Gama buru-buru menyahut sebelum pembicaraan itu semakin ke mana-mana.

“Dari mana saya bisa percaya kamu, sementara skandal kamu sama artis yang terakhir main di film kamu belum lama ini baru meredup?”

Gama menelan salivanya dengan susah payah. Ia tidak tahu kenapa orang tua Aileen sampai tahu gosip tentangnya dengan salah satu artis yang terlibat dalam film yang ia produksi. Sepanjang pengetahuannya, orang tua Aileen adalah orang yang sangat sibuk, harusnya tidak sekurang kerjaan itu untuk mengikuti gosip artis.

“Papa tau dari mana?” selidik Aileen. Ia sendiri bahkan tidak tahu kalau Gama pernah terlibat skandal dengan artis, apalagi papanya yang hampir tidak pernah menonton televisi selain berita.

Rhea mengangkat satu sudut bibirnya, yakin kalau suaminya bergerak cepat selama mereka makan siang untuk mendapatkan informasi tentang Gama. Tidak mungkin seorang Narendra Rafardhan Candra melepaskan begitu saja putri sulungnya untuk seorang laki-laki (meskipun tetangga sendiri) tanpa fit and proper test.

“Papa nonton acara gosip?” desak Aileen.

Naren terlihat salah tingkah karena pertanyaan anak sulungnya itu. Demi menjaga wibawanya, ia memilih menyombongkan diri. “Kamu pikir Papa ini siapa, Kak?”

Aileen mendengkus pelan. Ia lupa siapa papanya. Pasti papanya telah mengutus seseorang untuk mencari informasi tentang Gama dalam waktu singkat. Itu bukanlah hal yang sulit untuk papanya.

“Kamu udah tau kan, Kak, kalo Gama ada skandal beberapa bulan lalu?”

Aileen melirik Gama tidak lebih dari dua detik sebelum akhirnya mengangguk, berpura-pura sudah mengetahui semuanya. Ia pastikan akan mencecar Gama setelah ini. Dan kalau Gama juga berani membohonginya seperti apa yang dilakukan Bara, mungkin kali ini Aileen tidak akan bisa menahan diri.

“Skandal itu cuma gosip, Om. Aku nggak ada apa-apa sama artis itu. Dan meskipun lingkungan kerjaku memang nggak asing sama kehidupan bebas, tapi … aku nggak ikut-ikutan, Om. Sumpah!”

“Buktikan! Kasih bukti ke saya kalo kamu bersih.”

“Pa!” Entah mengapa Aileen merasa keberatan dengan ide dari papanya itu, meskipun di dalam hati ia juga ingin mendapat suami yang ‘bersih’. But wait! What? Kenapa ia berpikir ke arah sana ketika ia tidak ‘ingin-ingin banget’ menikah dengan Gama?

“Siap, Om! Nanti aku bakal tes dan ngasih hasil tesnya ke Om.”

Naren melirik ke arah Rhea yang sedang menahan tawa, padahal ia berusaha mencari bantuan dari istrinya itu. Ia pun hanya mengetes apakah Gama berani melakukan tantangannya dan sama sekali tidak menyangka kalau Gama akan secepat itu mengiakan.

Daripada mencabut ucapannya, Naren beralih kepada anaknya yang sejak tadi tampak membela Gama. “Kamu, Kak! Kenapa akhirnya memutuskan mau nikah sama dia? Bukannya kamu benci banget setiap dikalahkan sama dia?”

“Aku—” Aileen menggigit bibir bawahnya. Otaknya benar-benar terasa kosong. Ia sama sekali tidak bisa menemukan jawaban atas pertanyaan papanya yang pasti adalah pertanyaan pamungkas setelah Gama bersedia melakukan apa yang papanya minta.

“Nggak usah malu, Kak. Kayak Gama gitu loh, yang yakin,” tegur Rhea sambil mengulum senyum. Lucu menurutnya kalau Aileen sampai jatuh cinta pada teman sekaligus musuhnya sejak berseragam putih merah.

Naren melihat peluang untuk menunda pernikahan Aileen karena keraguan yang jelas terlihat dari tatapan Aileen. “Kalo kamu nggak yakin, mending nggak—”

“Dia ada di saat aku butuh seseorang. Dia … bisa nenangin aku yang meledak-ledak ini.” Aileen menghela napas setelah berhasil mengumpulkan memorinya tentang apa yang berkesan dari malam di apartemen Gama waktu itu. Selain ciumannya yang so damn good, hanya itu alasan yang bisa Aileen sampaikan. Gama memang ada di saat ia butuh seseorang. Dan Gama bisa menenangkannya dengan cara yang paling absurd. Tiba-tiba mencium dan mengajaknya menikah jelas bukan cara yang normal kan?

“Ya udah kalau kalian udah yakin.” Kalimat yang selayaknya putusan hakim saat ketok palu itu baru terucap setelah Naren terdiam beberapa saat.

Aileen yang mendengarnya hanya bisa menatap papanya dengan heran. “Serius begini doang, Pa? Papa langsung setuju?”

“Ya kenapa nggak? Enak kan tetanggaan. Gama berani macem-macem, Papa obrak-abrik rumah keluarganya.”

‘Shit!’ Aileen memaki sekeras-kerasnya … dalam hati. Ia menatap Gama dengan kesal saat melihat senyum lebar membingkai bibir laki-laki yang baru saja diberi izin untuk menikahinya.

Apa masih ada jalan untuknya mundur dari rencana pernikahan gila ini?