webnovel

Bab 35

Perjalanan singkat di sungai permukaan ini memacu jantung dan adrenalin Citra dan Kedasih khususnya. Raja dan Sin Liong merasa bertanggung jawab terhadap keduanya sehingga bisa melupakan segala kecemasan. Kataraft itu seperti perahu kertas yang diayun kesana kemari oleh angin ribut. Jarak tak lebih dari 2 km ditempuh hanya dalam tempo tak lebih dari 20 menit.

Saat kataraft itu mulai ditelan oleh kegelapan total dari sungai yang masuk lagi di bawah permukaan bumi, ufuk timur mulai menampakkan raut mukanya. Fajar menjelang dengan anggun. Remah-remah cahaya mulai menerobos pucuk tajuk dan dedaunan. Indah dan memukau. Namun mereka tak sempat menikmatinya. Keburu dilahap dengan rakus oleh pekat yang menyelimuti goa bawah tanah itu.

Sin Liong sempat mengingatkan agar mereka menyalakan headlamp. Pemuda itu juga telah menyalakan 3 lampu sorot yang dipasang secara kokoh di kataraft. Depan dan samping kiri kanan masing-masing 1 lampu sorot berkekuatan cukup besar.

Sungguh mengherankan, sungai bawah tanah ini ternyata arusnya melandai secara drastis. Jauh berbeda dengan saat masih permukaan tanah tadi. Mereka hanyut terbawa arus yang cukup tenang. Kedasih dan Citra bernafas lega bukan main. Ini tidak sengeri yang mereka bayangkan sebelumnya. Dinding goa juga terlihat licin. Tidak ada stalaktit atau stalakmit yang sewaktu-waktu bisa mengoyak mereka. Kedasih mulai tertawa kecil. Namun langsung menutup mulutnya rapat-rapat dengan tangan. Gema ketawanya terdengar sangat menakutkan. Dia berjanji dalam hati tidak akan mengulanginya lagi.

Menurut perhitungan peta, jarak yang mesti di tempuh hingga kira-kria sampai ke perut Bukit Bubat tak kurang dari 5 km. Dengan kecepatan sungai seperti ini, Sin Liong membuat estimasi mereka akan menempuh waktu tak kurang 2 jam. Mereka memang tidak menambah kecepatan. Cukup menjaga agar kataraft ini tidak menabrak dinding gua.

Semua tenggelam dalam keheningan yang begitu mencekam. Perjalanan ini sangat mengerikan. Mereka berada di tengah sungai yang lebarnya tak kurang dari 30 meter. Tidak ada yang tahu seberapa dalam sungai yang mengalir tenang ini. Juga ada binatang apa saja di dalam sungai dan di pinggiran goa. Seberapa ganas atau berbahayanya mereka.

Sin Liong nyaris jatuh tertidur saking lelahnya kalau saja Raja yang terus memperhatikan sekitar sambil mengarahkan lampu sorot tidak tiba-tiba saja berteriak kencang.

"Sin Liong! Jeram! Sungai ini pecah ke 2 arah!"

Gelagapan Sin Liong menggenggam erat dayungnya. Begitu juga Raja. Terdengar suara gemuruh menyeramkan di depan. Arus sungai berubah deras lagi. Tak jauh di hadapan mereka nampak lamat-lamat terkena lampu sorot sungai terpecah menjadi dua dengan arus yang menggila. Satu ke kanan dan satu ke kiri. Dibantu Raja, Sin Liong mengarahkan kataraft ke kanan sekuat tenaga karena arus ke kiri jauh lebih kencang. Menarik mereka secara mengerikan.

Di detik-detik terakhir, Sin Liong dan Raja berhasil juga membelokkan kataraft masuk cabang sungai sebelah kanan setelah nyaris terseret secara mengerikan ke cabang sungai sebelah kiri yang ternyata jatuh dalam bentuk air terjun setinggi 20 meter.

Cabang ke kanan meski tidak semengerikan air terjun tadi, tetap saja merupakan jeram yang ganas dengan kemiringan lebih dari 20 derajat. Kataraft itu seperti dilemparkan tenaga raksasa ke depan. Meluncur kencang tak bisa ditahan. Sin Liong dan Raja bertahan mati-matian menjaga keseimbangan. Kalau sampai perahu karet ini terbalik, mereka tidak akan bisa bertahan.

Selama 10 menit kataraft itu dipermainkan oleh arus dan kelokan-kelokan tajam sebelum akhirnya tiba lagi di lubuk yang tenang. Semua orang menarik nafas panjang. Ini benar-benar gila!

Semua baju dan perlengkapan basah kuyup. Beruntunglah lampu sorot tidak rusak sehingga mereka masih bisa memperhatikan arah sungai di depan dan tebing goa kanan kiri yang anehnya banyak ditumbuhi oleh pohon-pohon kecil setinggi tanaman perdu.

Setelah reda dari amukan kengerian di jeram-jeram tadi, kembali Kedasih dan Citra menikmati perjalanan tenang ini. Kedasih bahkan mengeluarkan soy joy. Perutnya melilit-lilit kelaparan. Citra jadi tertarik. Gadis ini juga membuka sebungkus biskuit yang sama. Raja dan Sin Liong tetap dalam kewaspadaan tertinggi. Mereka tidak tahu apalagi yang ada di depan sana. Lampu sorot hanya mempu menerangi 20 meter ke depan. Tak lebih.

Dalam keheningan yang syahdu itu, samar-samar terdengar sebuah suara. Raja memiringkan kepala menajamkan pendengaran dan mengarahkan lampu sorot ke satu titik di depan. Mencoba fokus. Ditakutkan ada jeram lagi di depan. Tidak ada apa-apa. Sungai itu mengalir lurus.

Suara itu kembali terdengar. Sudah mulai agak jelas. Seperti sebuah nyanyian. Kedasih sampai merinding bulu kuduknya. Masak ada suara nyanyian di perut bumi begini?

Setelah melewati 2 kelokan barulah suara itu jelas terdengar sekarang.

"Itu suara burung!" Kedasih berteriak senang.

"Merdu sekali!" Citra tak mau kalah. Menjerit kegirangan

Raja mengarahkan lampu sorot ke sumber suara. Di pohon setinggi perdu itu nampak seekor burung cantik berwarna hijau sedang berkicau dengan asiknya. Suaranya yang merdu bergema dan memantul di dinding-dinding goa menjadi sebuah aransemen musik yang tiada duanya. Raja langsung teringat sesuatu.

"Cucak Ijo! Kita sudah dekat!"

Semua orang langsung teringat pesan Resi Saloko Gading tentang pertanda.

Saking girangnya, Kedasih memeluk Citra erat-erat. Perjalanan menyeramkan ini mendekati titik akhir.

Seolah menjawab jalan pikiran Kedasih, suara gemuruh yang luar biasa dahsyat bersiap menyambut mereka di depan. Kedasih melotot tak percaya saat melihat apa yang terkena lampu sorot Raja. Astaga! Jeram yang jauh lebih mengerikan dari yang sudah-sudah siap menelan mereka!

Sin Liong dan Raja dengan sigap menggenggam erat dayung. Bersiap dengan segala kemungkinan. Kataraft itu sekarang tidak hanya terombang-ambing hebat tapi beberapa kali sempat melayang di udara sebelum terhempas keras di permukaan sungai yang mengamuk. Hal itu terjadi berulang-ulang sampai-sampai Sin Liong dan Raja hanya pasrah. Percuma mereka coba melawan dengan kekuatan dayung. Kedua pemuda itu hanya berusaha sedapat mungkin kataraft itu tidak menabrak dinding batu dalam kecepatan setinggi ini.

10 menit yang serasa bertahun-tahun bagi 4 orang itu. Setelah melalui sungai pecah 2 tadi, Sin Liong dan raja mengikat tubuh Citra dan Kedasih agar tidak terlempar keluar apabila menemui jeram. Hal itulah yang mencegah Kedasih dan Citra masih ada dalam perahu sekarang. Kataraft itupun sudah beberapa kali menabrak dinding goa. Lampu sorot bagian depan pecah berantakan, barang-barang entah terlempar kapan dan di mana.

Begitu suasana menegangkan itu berakhir, kataraft itu tinggal sisa-sisa. Pipa alumunium yang menyambungkan dua sisi perahu telah lepas. Raja di satu perahu bersama Citra, sedangkan Sin Liong berdua dengan Kedasih.

Sungai bawah tanah itu mengalir agak tenang. Namun arus masih cukup kuat. Kataraft melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi. Dengan sisa-sisa tenaganya yang terakhir, Raja mengarahkan lampu sorot ke kanan dan ke kiri dengan gugup. Dia tidak boleh terlewat Batu Tujuh Susun!

Raja melihatnya.

Tidak seberapa jauh di hilir, terdapat pemandangan aneh di pinggir kanan sungai. Terdapat batu-batu dengan ukuran berbeda yang saling bersusun. Mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil. Seperti piramida kecil tapi dari batu. Belum terlihat dari sini berapa susun batu tersebut. Raja berteriak kepada Sin Liong.

"Kita ke pinggir! Rasanya kita sudah sampai tujuan!"

---*****