webnovel

Regret and Gratitude

Tidak!!! Aku bukannya tidak menyesal! Aku sungguh menyesalinya! Tapi.... bukan dia yang harus menanggungnya. Aku akan membesarkannya, ya aku tidak akan menggugurkannya! -Aqila Perasaan janggal terhadap satu perempuan. hanya SATU! ya hanya dia, dia seperti menjadi bagian dari diriku. TIDAK! aku tidak memikirkannya atau apapun hanya saja merasa... ya entahlah. -Arkan ~~~~ Kalian gaakan nyangka apa yang ada di cerita ini~ Karena ini bukan cerita married by accident biasa.

zylavida76 · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
37 Chs

Part 16

Anggep aja itu arkan yang frustasi nunggu aqila ya.... hehehe maaf banget baru ngepost hihihi love you guys, happy reading. Oiya commentnya donggg hihihihi

Udah dua jam aku menatap aqilaku, dia seperti tidur sambil tersenyum. Apakah dia sedang bermain dengan anak kita? Aku kangen aqilaku.... Berapa kalipun aku melihatnya, hatiku teriris. Huh, sejak kapan aku menjadi cowo melankonis kaya gini? Sejak bertemu dengan aqila?

"Udah kan, lo liatin dia gabikin dia bagun. Lebih baik lo makan atau pulang dulu deh"

"Gaah fa, nanti kalo aqila tiba tiba bangun malah gue gaada disampingnya"

"Setidaknya nih ya lo makan atau sambil nonton tv dulu dah."

"Lu gpp apa? Aqila koma kaya gini?"

"Eh cowo bego, lo ga mikir kenapa aqila bisa jatoh gitu? Lo bilang kan dia didorong kan?"

"Hm, yaudah liat cctv kantin aja sih... Gue lebih mau nemenin aqila. Paling lo bisa beresin sendiri."

"Songgong lu jadi ade ipar, lu gamarah apa?"

"Cie udah ngakuin gue jadi ade ipar lo. *aku menatap aqila dan menggegam tangannya* kita udah direstuin abang mu sayang" dan kepala ganteng gue digeplak sama si alfa, huh! Abang ipar nyebelin.

"Siapa juga yang ngerestuin lu pea! Udah sana lo yang cari siapa yang dorong aqila."

"Gue lebih merasa gue yang gagal sih ngejagain aqila" ucapku menyesal.

"Kan lo emang salah, tapi kan disini gasemua salah lo. Yaelah gue gasebenci itu kali nyalahin lo atas semuanya"

"Buktinya lo marah kemaren ama gue, ah udah ah gue ngantuk. Ntar gue urus dah" aku mencium tangan aqila dan tidur sambil menggenggamnya. Baru aja kantung menyerang, eh kepala guedi geplak lagi sama alfa.

"Enak enakan lu tidur, awas aja lo disini malah bikin aqila lama bangunnya. Oiya kalo seminggu ini aqila belom bangun, gue bakal ngasih tau bonyok gue (bokap nyokap)" aku langsung terduduk tegap. Bayangan orang tua aqila menyergap.

"Fa, kalo bonyok lu tau gue diapain nihh"

"Au, paling digantung lu sampe baby aqila lahir. Trus disuruh jadi pembokat deh dirumah, pembokatnya aqila kok tenang ae."

"Auah -_- ngomong lu sama kuda. Serius dikit kek"

"Lo harus pikirin sendirilah, tapi gue males ngerestuin lu. Lunya songgong"

Baru aja gue mau bales perkataan alfa, tapi tiba tiba kondisi aqila ngedrop dan dia bergerak tak nyaman. Alfa langsung berlari memanggil dokter, sedangkan gue melafalkan beberapa doa yang gue hapal setelah sekian lama. Dan saat dokter dan suster mulai memenuhi ruang ini, gue sebelumnya mengucapkan 'aku mencintaimu dan baby sayang' dan gue ditarik keluar sama alfa. Gue sama alfa saling melafalkan doa untuk aqila. Dan setengah jam kemudian beberapa suster mendorong brankar aqila, dan dokter menghampiri kami.

"Maaf pak, kesadaran ibu aqila menurun drastis dan keadaan bayinya mulai terganggu. Kami akan memberi penanganan lebih lanjut untuk dibawa ke ICU, dan pak *nada dokternya memelan* jika memang kondisinya lebih menurun lagi kami mungkin tidak bisa mempertahankan kandungannya, Kami mohon jika yang terburuk terjadi, pihak keluarga sudah ikhlas. Permisi"

Saat itu juga seluruh kakiku meluruh, bahkan alfa pun terduduk dikursi sedangkan aku sudah terduduk lemas dilantai. Bagaimana mungkin aku bisa merelakan anakku? Bahkan aku baru mengetahuinya. Jangan lebih menyakiti aqilaku ya Allah, apakah engkau sangat mencintai anakku? Sampai harus mengambil sebelum melihat dunia?

"Arkan, udah waktu isya. Ayo sholat, doain aqila"

"Alfa, anak gue."

"Kenapa anak lu? Itu kan masih kemungkinan terburuk" walaupun alfa bilang gitu, tapi tatapannya menggelap dan matanya sudah berair.

Seusai sholat masih setengah jam aku terduduk berdoa dan melafalkan beberapa doa. Sebelum akhirnya aku bergerak untuk kembali ke tempat alfa menunggu aqila. Semua yang ada di pikiranku hanya kenanganku berasama aqila. Mau seberapapun dipikir, sebenarnya aku sudah dari awal mencintainya. Dan tak lama lamunanku buyar karena dokter keluar setelah 5 jam di dalam ruang oprasi mungkin.

"Pak, Alhamdulillah bayinya masih bisa bertahan. Tapi ketika kehamilannya menginjak usia 8 bulan nanti harus sudah dikeluarkan. Dan dengan kondisi ibu aqila yang masih koma, ibu aqila mungkin akan terus dirumah sakit ini sampai melahirkan."

"Iya makasih ya dok, terimakasih masih bisa mempertahankan anakku"

"Sama sama, itu tugas saya. Tapi kali ini di mohon dengan sangat ,ketika ibu aqila bangunpun dia harus selalu dipantau, Kesadaran ibu aqila juga sudah normal, insyaallah bangun dari komanya satu atau dua minggu lagi. Kita doakan terus ya"

"Terimakasih dok, apakah saya boleh masuk?"

"Maaf pak belum, ibu aqila akan dipindahkan diruang rawat karena kondisinya sudah lebih baik. Permisi"

"Tukan kan anak lo ga kemana mana, makanya jangan didoain gitu. Gue tau kok anak lo itu kaya lo sama aqila, dia pasti bisa bertahan dan dia pasti pengen ketemu sama kalian berdua" gue bales dengan pelukan, gue gasanggup men...

"Udah ah jan nangis , cenggeng lu jadi cowo"

"Besyukur gue pea, aqila sama anak gue gaada yang ninggalin gue."

*Alfa POV*

Waktu gue masuk ruangan, gue langsung disuguhi pemandangan. Pemandangan arkan yang menatap adikku dengan cinta yang besar. Beberapa bulir air mata masih sesekali turun dari matanya. Segitu besarnya cinta arkan?

"Udah kan, lo liatin dia gabikin dia bagun. Lebih baik lo makan atau pulang dulu deh"

"Gaah fa, nanti kalo aqila tiba tiba bangun malah gue gaada disampingnya"

"Setidaknya nih ya lo makan atau sambil nonton tv dulu dah."

"Lu gpp apa? Aqila koma kaya gini?"

"Eh cowo bego, lo ga mikir kenapa aqila bisa jatoh gitu? Lo bilang kan dia didorong kan?"

"Hm, yaudah liat cctv kantin aja sih... Gue lebih mau nemenin aqila. Paling lo bisa beresin sendiri."

"Songgong lu jadi ade ipar, lu gamarah apa?"

"Cie udah ngakuin gue jadi ade ipar lo. *dia menatap aqila dan menggegam tangannya* kita udah direstuin abang mu sayang" dan kepala arkan gue geplak, cih dengan seenaknya dia ngomong gitu.

"Siapa juga yang ngerestuin lu pea! Udah sana lo yang cari siapa yang dorong aqila."

"Gue lebih merasa gue yang gagal sih ngejagain aqila" penyesalan arkan terlihat jelas.

"Kan lo emang salah, tapi kan disini gasemua salah lo. Yaelah gue gasebenci itu kali nyalahin lo atas semuanya"

"Buktinya lo marah kemaren ama gue, ah udah ah gue ngantuk. Ntar gue urus dah" dia mencium tangan aqila dan tidur sambil menggenggamnya. Seketika gue terbengon dan langsung geplak kepalanya arkan.

"Enak enakan lu tidur, awas aja lo disini malah bikin aqila lama bangunnya. Oiya kalo seminggu ini aqila belom bangun, gue bakal ngasih tau bonyok gue (bokap nyokap)" dia langsung terduduk tegap.

"Fa, kalo bonyok lu tau gue diapain nihh"

"Au, paling digantung lu sampe baby aqila lahir. Trus disuruh jadi pembokat deh dirumah, pembokatnya aqila kok tenang ae." Ucap gue santai.

"Auah -_- ngomong lu sama kuda. Serius dikit kek"

"Lo harus pikirin sendirilah, tapi gue males ngerestuin lu. Lunya songgong"

Tiba tiba kondisi aqila ngedrop dan dia bergerak tak nyaman. Gue langsung berlari memanggil dokter, Gue sama sama arkan saling melafalkan doa untuk aqila. Dan setengah jam kemudian beberapa suster mendorong brankar aqila, dan dokter menghampiri kami.

"Maaf pak, kesadaran ibu aqila menurun drastic dan keadaan bayinya mulai terganggu. Kami akan memberi penanganan lebih lanjut untuk dibawa ke ICU, dan pak *nada dokternya memelan* jika memang kondisinya lebih menurun lagi kami mungkin tidak bisa mempertahankan kandungannya, Kami mohon jika yang terburuk terjadi, pihak keluarga sudah ikhlas. Permisi"

Gaada yang lebih menyakitkan ketika mendengar adikku berjuang di dalam sana, Waktu gue liat arkan, dia udah terduduk lemas. Setidaknya gue harus lebih kuat dari arkan.

"Arkan, udah waktu isya. Ayo sholat, doain aqila"

"Alfa, anak gue."

"Kenapa anak lu? Itu kan masih kemungkinan terburuk" walaupun gue bilang dengan nada sinis, tapi tatapanku menggelap dan mataku sudah berair.

Kami berdua terdiam dengan pikiran masing masing, Bagaimana adik kecilku bertarung nyawa di dalam sana? Gue gabisa bayangin badan kecilnya masih harus menanggung beban bayi didalam perutnya. Ya allah, kuatkan adikku. Dan tak lama lamunanku buyar karena dokter keluar.

"Pak, Alhamdulillah bayinya masih bisa bertahan. Tapi ketika kehamilannya menginjak usia 8 bulan nanti harus sudah dikeluarkan. Dan dengan kondisi ibu aqila yang masih koma, ibu aqila mungkin akan terus dirumah sakit ini sampai melahirkan."

"Iya makasih ya dok, terimakasih masih bisa mempertahankan anakku" ujar arkan, disini gue terdiam tidak tau harus berkata apa lagi.

"Sama sama, itu tugas saya. Tapi kali ini di mohon dengan sangat ,ketika ibu aqila bangunpun dia harus selalu dipantau, Kesadaran ibu aqila juga sudah normal, insyaallah bangun dari komanya satu atau dua minggu lagi. Kita doakan terus ya"

"Terimakasih dok, apakah saya boleh masuk?"

"Maaf pak belum, ibu aqila akan dipindahkan diruang rawat karena kondisinya sudah lebih baik. Permisi"

"Tukan kan anak lo ga kemana mana, makanya jangan didoain gitu. Gue tau kok anak lo itu kaya lo sama aqila, dia pasti bisa bertahan dan dia pasti pengen ketemu sama kalian berdua" Arkan meluk gue, dan tiba tiba leher gue basah, dan dia nangis -_-

"Udah ah jan nangis , cenggeng lu jadi cowo" tapi mata gue juga udah berlinang siap menjatuhkan air mata, sesegera mungkin gue hapus.

Setidaknya gue harus tegar untuk kedua orang ini, gue tau arkan bener bener mencintai aqila. Tapi sisi hati gue sebagai satu satunya cowo yang deket sama aqila masih enggan. Gue rasa papi juga bakal marah nantinya hahaha.

"Ayo masuk fa, ngapain lu malah ketawa tawa" ckck merusak suasana aja deh.

Dan yang kulihat berikutnya adalah aqila yang mulai menggerakkan tangannya. Dan tak lama mata itu terbuka pelan sesekali mengerjap menyesuaikan pencahayaan yang masuk. Gue sama arkan terpaku sejenak, melihat orangg yang kami cintai bangun dari tidur panjangnya. Arkan langsung menerjang aqila, memeluknya mencium keningnya dan mengusap rambutnya pelan. Gue cuman bisa tersenyum melihat aqila kaget dan seketika tubuhnya relax kembali dan tersenyum kepadaku. Dan gue mendekat melepaskan pelukan arkan dan memeluk adikku tercinta ini.

"Adenya abang, adenya abang kuat banget sih. Abang sayang banget sama kamu dek, jangan sakit lagi ya" ucapku hampir menangis. Dan aqila hanya tersenyum dipelukanku dan mengangguk lemah. Setelahnya suster dan dokter yang dipanggil arkan datang dan memeriksa aqila.

"Subhanallah, ibu aqila bisa sadar tanpa mengalami koma kembali. Di dukung terus ya pak, supaya ibu aqila lebih cepat pulih"

"iya dok terimakasih juga sudah mengupayakan yang terbaik"

"sama sama, saya permisi"

"iya dok"

Gue ngeliat aqila senyum dan memajukan tangannya sedikit seperti ingin dipeluk, tentu saja sebelum arkan yang dipeluk aqila, gue yang memeluk adik tercintaku.

"A..abang aqila kangen mami" setelah diperiksa dan diberi minum aqila memelukku lagi. Sambil kuusap kepalanya...

"Iya nanti abang bilang mami papi yah, kamu kuat kan dengan konsekuensinya? Nanti abang pasti bantu"

"iya, bang aqila mau mie rebus dong" deg, itu bukan jawaban yang gue pengen. -_-

"yaampun dek kamu tuh abis koma dan dioprasi mana boleh makan gituan"

"hmm tapi aqila pengen banget, ntar kalo dedenya ences gimana?"