Lux menunduk. Dia sama sekali tidak bisa memberikan teori atas apa yang sedang terjadi dengan para rekan-rekannya itu. Hanya saja, misi terakhir yang mereka lakukan adalah mencari keberadaan si gadis berambut merah.
"Tuan, aku sungguh minta maaf, namun aku tidak bisa menyimpulkan jenis hewan apa yang telah menelan dan mencincang mereka." Lux tiba-tiba berhenti hanya untuk menelan ludahnya yang bahkan sudah terasa mengering. Tatapan belati yang dilayangkan menteri Aran telah membuatnya merasakan distorsi ruang yang menakutkan. Dan untuk melindungi diri, Lux mencoba membuka mulut sekuat tenaga, dan berkata, "tetapi hanya ada kemungkinan hewan buas yang bisa melakukan hal seperti ini; harimau, beruang, dan terakhir adalah serigala."
"Omong kosong!" Lux sampai terlonjak sesaat setelah menteri Aran berteriak. Belum lagi pria itu berbalik tepat untuk menghadapnya. Bila kemungkinan dirinya tidak siap dalam situasi semacam itu, entah apa jadinya seandainya dia terjerembab jatuh saking terkejutnya. Beruntung ... Lux sudah terbiasa.
Buru-buru Lux menunduk dengan wajah kaku. "Maaf Tuan, tetapi hanya itu yang bisa terpikirkan olehku."
Kedua manik menteri Aran menyipit tak senang. Kaki panjangnya melangkah mendekati keberadaan Lux dan mencoba mengintimidasi pria malang itu. "Apa kamu berusaha membodohiku? Bagaimana mungkin ada hewan buas semacam itu sementara kita berada di kota kerajaan." Sang menteri mendesis jengkel, "apa kamu yakin orang-orang akan percaya?"
Tetapi menteri Aran bahkan tidak bisa menahan rasa terkejutnya sesaat setelah mendengar suara kecil yang terdengar gemetar, berasal dari Lux yang baru saja dia punggungi. "Tuan, aku sama sekali tidak ada maksud untuk membodohi. Hanya saja, tidakkah Tuan bertanya-tanya bagaimana cara pria bernama Lucio itu mengalahkan prajurit terlatih kita dengan mudah, bahkan membuatnya seperti ini."
Menteri Aran terdiam sejenak. Dia berbalik lantas menatap sepasang netra milik Lux dengan sorot mengamati. Pria itu tampak ketakutan meski beberapa detik lalu dia dengan berani bersuara di hadapan sang menteri. Tetapi, menteri Aran mulai menyadari maksud perkataan Lux, sebab pada dasarnya apa yang diutarakannya sungguh menarik perhatiannya.
Sembari tersenyum miring, menteri Aran kembali mendekati Lux, menepuk bahunya sekali lantas berkata, "kalau begitu bisakah kamu memastikan, bahwa di antara mayat-mayat itu keberadaan Lucio tidak ada."
"Aku bisa memastikannya hal itu, Tuan."
Menteri Aran mengangkat alis. "Benarkah? Bagaimana?"
Lux menelan ludah dengan susah payah. Detik berikutnya dia berbalik ke arah kanan dan dari sana, seseorang muncul dari kegelapan gang. Sosok tersebut mengenakan pakaian serupa dengan prajurit rahasia milik menteri Aran. Begitu dia berdiri di depan sang menteri, dia memberi hormat dengan sopan.
Manik menteri Aran seketika bergulir menatap Lux yang sedang balas menatapnya. "Jelaskan?"
Lux beralih ke arah sosok yang baru saja datang di antara mereka. "Katakan dengan jelas kepada Menteri mengenai apa yang kamu temukan."
"Baik," ujarnya cepat. Sebelum dia mengungkapkan apa yang dia saksikan saat berada di tempat kejadian, dia mencoba mengatur napas dengan baik. Ini bukan hal mudah dikatakan mengingat dia baru saja menyaksikan sesuatu yang sangat-sangat mengerikan. "Menteri, aku diutus oleh Tuan Lux untuk memantau para rekan yang tak kunjung kembali, namun begitu aku tiba, hal pertama yang aku dapati adalah kondisi mengerikan seperti yang kita saksikan sekarang. Hanya saja, hal terakhir yang dapat aku temukan adalah seekor serigala besar telah lebih dulu meloncat naik ke atas atap dan menghilang tepat setelahnya."
Bukan main terkejutnya menteri Aran mendengar hal itu. Bagaimana tidak, toh, siapa yang akan percaya dengan cerita fiktif semacam itu. Namun di sisi lain, sudah ada saksi mata di sini. Menteri Aran mulai dilema.
"Apa kamu yakin dan tidak salah lihat?"
Sosok itu menggeleng. "Ya, Menteri. Aku sangat yakin."
Menteri Aran masih tidak bisa mengendalikan diri. Tampak sekali bila dirinya sedang linglung saking terkejutnya. "Lalu, bagaimana dengan Lucio? Apa dia juga diserang?"
Lagi-lagi pria berjubah hitam tersebut menggeleng. "Tidak, aku sama sekali tidak menemukan keberadaannya di manapun. Aku bahkan sempat berpikir bahwa serigala itu adalah hewan peliharaannya."
Menteri Aran akhirnya hanya bisa terdiam. Meski di sisi lain peristiwa ini benar-benar membuatnya tercengang, namun di satu sisi ada hal menarik dan luar biasa yang dapat dia dapati.
Yah, sejak awal, keberadaan si gadis berambut merah, Mr. Rolleen, juga Lucio, telah menarik perhatiannya sejak kemunculan mereka. Dan kian bersinar eksistensi mereka dikalangan penduduk bahkan telah munculnya si serigala misterius, menteri Aran seolah semakin tertantang untuk mencari tahu.
Siapa sebenarnya orang-orang ini?
Sembari menyeringai dengan wajah luar biasa menakutkan, menteri Aran memerintah dengan keras, "Besok, kita akan melakukan penyelidikan di pegunungan Reen! Tersangka utama dalam penyerangan ini adalah Lucio! Pastikan dia membayarnya!"
"Tapi, jika Tuan melakukan hal itu, bukankah mereka akan tahu bahwa yang mengirim pemburu adalah kita?"
Menteri Aran tersenyum licik, "Benar, karena itulah kita akan menggunakan kebohongan lain untuk menjerat Lucio."
***
"Apa yang ingin kamu bahas denganku?"
Mr. Rolleen tampak tenang ketika Lucio meminta bertemu dengannya di gudang penyimpanan. Pria itu berdalih bahwa ada sesuatu yang hendak dia sampaikan kepadanya. Penting! Dan sama sekali tidak bisa ditunda.
Keadaan gudang yang sepi, malam yang semakin larut dan keberadaan Cleo yang sudah terlelap, telah mempermudah keduanya melaksanakan pertemuan rahasia ini. Hanya ada lilin kecil yang sengaja Mr. Rolleen bawa, lalu diletakkannya di atas meja tidak jauh dari posisi mereka. Memberi mereka penerangan yang remang tetapi di satu sisi menambah kelamnya suasana yang sejak masuknya Lucio ke dalam gudang, telah beraura gelap.
"Ada sosok lain di sana," kata Lucio. Dari pantulan lilin yang menerangi wajah pria itu, tampak sekali keseriusan di sana. Mr. Rolleen tahu itu. Andai kata tidak ada penerangan sekalipun, kemungkinan dia sendiri akan sadar seberapa seriusnya Lucio hanya dengan mendengar dalamnya suaranya.
Mr. Rolleen menarik napas. Pria tua itu masih tampak tenang, namun meski demikian, tanpa Lucio sadari Mr. Rolleen berhasil meraih tongkat kayunya hanya untuk dicengkeram kuat-kuat. Nyatanya, dia tidak baik-baik saja.
"Kamu yakin? Apakah sosok itu sama dengan yang muncul terakhir kali?" tanya Mr. Rolleen serius.
Lucio menggeleng. "Aku tidak yakin, tetapi satu hal yang pasti mereka berasal dari ras yang sama."
Mengangguk sebentar, Mr. Rolleen kemudian menatap Lucio, dia tersenyum lantas memukul kaki pria itu dengan pelan menggunakan tongkatnya. "Jangan khawatir, biar aku yang mengurus hal ini. Yang perlu kamu lakukan hanyalah menjaga Cleo. Pastikan dia aman sebelum mereka menyadari keberadaannya semakin dalam."
"Tentu saja." Lucio balas mengangguk.
"Kalau begitu istirahatlah, sebab besok akan ada tamu besar yang merepotkan."
Kening Lucio mengernyit. "Apa maksudnya?"
Mr. Rolleen justru terkekeh. "Kamu akan tahu sendiri."