14 Maret.
Tanggal 14 Maret adalah tanggal keramat bagi Reino. Tiap tahunnya ia selalu memperingatinya dengan membuka kedai kopi miliknya hingga tengah malam.
Para karyawan Reino di awal karir mereka selalu penasaran apa alasan bosnya itu membuat para karyawan bekerja lembur hingga pukul dua belas malam. Tapi tak ada yang berani bertanya pada Reino, pun termasuk Juan yang sebagai karyawan senior di kedainya. Mereka menghormati kebijakan dari bosnya. Mereka tak ambil pusing dengan segala kemauan bosnya. Di pikiran mereka hanyalah upah pekerjaan mereka seharian itu diberikan secara setimpal bahkan lebih oleh Reino.
Reino duduk di tempat favoritnya di pojok ruangan kedainya. Kali ini ia menyeruput kopi black eye buatan Juan. Hanya Juan yang ia percaya untuk membuatkan kopi untuknya. Pilihan kopi black eye sangat cocok menurut Reino untuk menemaninya membaca buku pada malam ini. Warnanya yang pekat dan kuat membuat kopi black eye disukai oleh penikmat kopi yang bekerja di malam hari karena mampu membuat mata terbuka lebar dan dapat menghilangkan rasa kantuk.
Mata Reino bersirobok dengan mata seorang gadis pengunjung kedainya. Tapi, kemudian ia acuh, tak peduli lagi siapa pun yang datang ke kedainya. Entah ia wanita atau laki-laki, baginya mereka hanyalah pundi-pundi uang yang datang ke mesin kasirnya.
Reino melirik jam tangannya, sudah tengah malam. Ia sudah bertekad akan ke klub milik Baran dan menanyakan perihal mimpinya. Ia meneguk cangkir kopinya yang terakhir hingga tandas tak bersisa dan bersiap untuk pergi keluar kedai untuk meluncur ke klub Baran.
Tapi rasanya tidak malam ini. Mungkin besok malam barulah ia menyambangi klub Baran. Karena malam ini adalah malam spesial baginya. Ia masih berharap bahwa keajaiban bisa terjadi di zaman modern saat ini.
Dia masih mengharapkan ibunya datang. Meski secara logika, mana mungkin ibunya berubah menjadi kupu-kupu dan mengunjungi kedainya di tanggal ini.
Entah kenapa, Reino selalu percaya kalau pada tanggal itu dia akan menemukan sesuatu.
Bruk.
Reino menutup buku tebal dongeng Putri Vanetta milik ibunya dengan keras. Membuat gadis pengunjung kedai yang duduk di sebrangnya kaget dan melihat ke arahnya.
Reino pun melirik sekilas pada gadis itu sebelum akhirnya dia membuang muka ke arah jendela.
Reino merasa kalau gadis itu sepertinya melihatnya seperti orang aneh saja.
Ah Reino tidak begitu peduli dengan pandangan atau pendapat gadis tentangnya.
****
Sinar matahari nampak nakal menelusup ke sela tirai gorden kamarnya dan menyinari mata Reino yang masih terpejam. Hari baru lagi bagi Reino. Setelah pengharapannya semalam sirna untuk kesekian kalinya. Ia selalu berharap, keajaiban akan muncul setelah dua jarum jam bertumpuk tepat berada di angka dua belas malam. Namun hingga menit kesekian tak ada yang terjadi. Lagi-lagi ia harus menelan kekecewaan di tanggal 15 Maret. Bertahun-tahun ia melakukan pengharapan itu tapi keajaiban tak kunjung datang.
Reino memicingkan matanya karena silau oleh cahaya matahari yang menerpa matanya. Ia mengucek matanya dan beringsut duduk di tepi ranjang. Ia berusaha mengumpulkan kesadarannya setelah pulas tertidur. Ia melirik jam di atas nakasnya masih pukul sembilan pagi. Satu jam lagi kedai kopinya buka, ia bergegas menyambar handuk yang tergantung di balik pintu dan langsung masuk ke dalam kamar mandi
Tak sampai satu jam, Reino sudah rapi dengan gayanya yang maskulin. Kemeja warna biru langit dengan dipadu jeans warna navy selalu membuat tampilannya seolah tak bisa terjangkau. Sikap dinginnya yang selalu ia tampilkan kala berhadapan dengan lawan jenis harusnya bisa dijadikan modal ketertarikan para gadis. Namun, Reino bukan sedang berlagak dingin bak CEO dingin di novel-novel picisan. Ia tak mau mencairkan hatinya pada seorang wanita manapun karna luka masa lalunya.
Tepat pukul sepuluh lewat tiga puluh menit, ia sudah sampai di depan kedai kopinya. Ia melihat gadis yang dibawa Juan tengah menerima sesuatu dari seorang nenek. Reino berjalan perlahan mendekat agar dapat melihat dengan jelas dengan siapa gadis itu berinteraksi. Biar bagaimanapun, ia masih belum sepenuhnya percaya pada gadis rekomendasi Juan. Siapa tau gadis itu adalah pencuri dan nenek yang ada di hadapannya adalah komplotannya.
Betapa terkejut Reino saat ia dengan mata kepalanya sendiri, melihat jelas wajah orang yang memberikan sesuatu pada gadis itu. Orang itu adalah nenek yang ada di mimpinya.
Bagaimana bisa? Reino sekali lagi mengucek matanya, siapa tau matanya tidak bisa melihat dengan jelas karena cahaya matahari sangat terik siang ini. Benar! Itu adalah nenek di mimpinya. Nenek yang menuntunnya ke sebuah bangunan tua dan duduk di salah satu kursi di dalamnya.
Reino mendekati gadis itu setelah yakin nenek yang tadi sudah oergi dari pandangan matanya.
"Hei kau!"
Gadis itu nampak bingung, ia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sosok yang dipanggil oleh bosnya itu.
"Ya itu kau! Gadis rekomendasi Juan. Kemari, aku ingin menanyakan sesuatu padamu!"
Gadis itu mendekati Reino dengan raut kesal. Reino tak peduli dengan raut wajah apapun yang ditampilkan gadis itu. Ia harus menanyakan perihal nenek yang barusna ia lihat.
"Siapa nenek tadi? Apakah dia nenekmu? Mau apa dia ke kedaiku? Apa kau yang menyuruhnya datang?" Beruntun pertanyaan Reino lontarkan pada gadis itu. Gadis di hadapannya hanya menatap kosong wajah Reino.
****
15 Maret.
Luz del Alba. Reino menatap lampu warna warni yang mengukir nama klub di tembok bangunan klub itu.
Entah kenapa dia bisa berada di sana. Ini semua karena informasi dari Ruby. Saking penasaran dengan nenek itu Reino sampai rela berkeiling di pusat kota Madrid demi mencari klub itu.
Klub malam yang kata Ruby adalah tempat yang ditujukan pada gadis pelangannya. Katanya nenek itu mengoceh tentang klub malam bernama Luz del Alba.
Reino memasukkan nama tempat klub itu di sistem GPS mobilnya. Dan Reino nampak terkejut karena klub ini terletak di kawasan yang seingat Reino adalah bekas kawasan pabrik kertas yang sepi.
Reino merasa heran dan terkejut begitu sampai di sana.
Nampak oleh mata Reino banyak pasangan gadis dan laki-laki yang baru saja turun dari mobil dan hendak masuk ke dalam klub. Tak ketinggalan juga terdengar suara cekikikan sekumpulan anak remaja yang masih bau kencur berkumpul di pinggir pintu masuk klub dan hampir menutupi jalan masuk pengunjung.
Sepertinya malam ini adalah kali pertama bagi mereka mendatangi klub. Terlihat dari ekspresi wajah kagum dan gembira yang terkira saat mereka baru masuk ke dalam klub.
Reino mengedarkan pandangannya ke penjuru klub.