Mereka semua lalu tertuju pada pakaian Nara. Avina memang ahli dalam masalah seperti ini. Mereka sekua takjub dengan pikiran Avina yang membuat gaun yang sedikit rusak menjadi lebih bagus daripada yang asli.
Nara sedikit terkejut dan memperhatikan pakaian-Nya. Ia lalu melihat apa yang dikatakan Avina. Dan benar saja. Penampilan-Nya saat ini cukup menarik perhatian semua orang terlebih lagi Alvian.
Ivana yang melihat sang adik menatap Nara tidak berkedip ingin sekali ka menertawai-Nya. "Jadi?.. pemenang Fasion Show ini yang di adakan oleh keluarga Leonard adalah Naraaaaa". Teriak Tony membuat mereka semua bertepuk tangan.
Avina lalu memberikan dokumen apertemen untuk Nara dan meminta-Nya mendatangani-Nya. Nara terlihat bahagia bisa memenangkan kontes ini. Ia sangat berterima kasih dengan Ivana yang sudah membelikan-Nya Gaun dan sepatu untuk-Nya.
"Inii Tanda tanganilah". Ucap Avina sambil tersenyum memberikan surat kepemilikan apertemen.
"Selamat ya Nara. Akhirnya kamu mendapatkan apertemen untuk tempat tinggalmu. Ah benar. Apa kau mau bekerja di perusahaanku Nara?". Tawar Ivana membuat-Nya terharu.
"Aku bersedia Ka. Terima kasih banyak kak". Jawab Nara mencoba menahan tangis-Nya.
"Heyy . Jangan menangis. Kau sudah ku anggap seperti adikku sendiri. Jadi, bekerja lah sesudah Lulus sekolah. Dan bekerja di tempatku. Hmm". Ucap Ivana.
Alvian yang mendengar itu dibuat antusias mendengar bahwa, Nara akan bekerja Di perusahaan sang kakak. Tapi, ada hal yang mengusik pikiran Nara saat ini.
"Bolehkan aku bertanya ka?".
"Tentu saja".
"Jadi? Kakak sekarang umur-Nya berapa ?".
Ivana yang mendengar itu lalu tertawa ."ah benar. Aku belum menjelaskan semua-Nya kepada kalian. Umurku? Hmm berapa ya?".
"Umurku 21 tahun dan kakakku Avina 26 dan pria ini 20 dan Satu lagi. Adik kami paling kecil sekarang 7tahun". Ucap Ivana memberitahu umur saudara-saudara-Nya.
"Aku sudah lulus s3. Dan mereka semua juga sama. Kami mendirikan perusahaan atas usaha kami sendiri. Dan, jangan lupakan satu ini. Otak! Otak berperan penting untuk membuat perusahaan sukses".
Nara melongo mendengar Ivana menceritakan semua. "Di umur semuda ini. Kalian semua menjadi sangat sukses. Dan menjadi pengusaha ternama. Aku berharap aku juga bisa seperti kalian". Ucap Nara.
"Tentu saja bisa. Kau hanya harus berusaha dan yakin. Jika, ingin mencapai semua apa yang kau inginkan. Tidak perlu apa yang dikatakan orang tentang dirimu. Tetaplah yakin bahwa mimpimu akan menjadi kenyataan". Ucap Celina lalu tersenyum.
"Ya. Mungkin ada waktu-Nya saat kau merasakan pahit-Nya mengejar apa yang kau inginkan. Tapi, yakinlah. Kepahitan itu akan menjadi manis saat kau terus berjuang untuk mendapatkan apa yang kamu inginkan". Kata Rakhan lagi.
"Benar. Kau hanya terus berusaha. Dan, aku yakin kau akan mendapatkan apa yang kau cita-citakan". Ucap Ivana lagi.
Penyerahan Hadiah sudah selesai. Saat-Nya mereka berpesta. Duscha yang sedari tadi melihat Ivana tanpa berkedip tidak sengaja Marvel menambrak-Nya.
"Ah maafkan aku". Ucap Marvel.
"Tidak apa". Jawab Duscha yang masih setia melihat Ivana.
Marvel lalu mencoba melihat Mata Duscha yang kini tengah melihat seseorang. Marvel lalu melihat arah mata yang dituju pria ini.
"Maaf. Kamu siapa ?". Tanya Marvel.
"Aku Duscha".
"Dushca?". Gumam Marvel.
"Kau yang akhir-akhir ini muncul di artikel dan televisi bukan?". Tanya Marvel.
"Ah benar. Kau siapa?". Tanya Ducsha lalu menatap Marvel.
"Aku Marvel Alexsander". Jawab Marvel.
"Marvel? Ah, Pendiri Grub AlexCompy yang tengah berganti nama? Aku membaca-Nya akhir-akhir ini di beberapa artikel. Senang bertemu denganmu". Ucap Duscha menyulurkan tangan-Nya ke marvel.
Marvel dengan senang hati menerima uluran tangan Pria yang di hadapan-Nya ini. Meski, amarah-Nya kini sedang membara. Ia masih bisa mengukir senyum di wajah-Nya.
"Apa yang kau lihat sekarang ?". Tanya Marvel mencoba memastikan.
"Wanita itu. Ivana. Aku menyukai-Nya". Ucap Duscha membuat Marvel geram.
Marvel mengeraskan rahang-Nya dan menggengam tangan-Nya keras. Ia ingin sekali memukul wajah pria yang dihadapan-Nya sekarang ini karena sudah berani menyukai gadis-Nya.
Ivana lalu mendekari Marvel dan menggenggam tangan Marvel erat di hadapan Duscha. "Sama siapa?". Tanya Ivana yang masih tidak melihat Duscha.
"Ivana. Ini aku Duscha". Ucap Ducha membuat Ivana terkejut.
Sedangkan Duscha melihat tangan mereka berpengangan membuat-Nya sedikit geram ."apa kalian berpacaran?". Tanya Duscha.
"Ya. Kami berpacaran dan kami akan segera menikah dalam waktu dekat. Dan, apa yang kau katakan tadi? Kau menyukai Ivana? Boleh saja kau menyukainya tapi jangan sekali-kali kau perpikir bisa mendapatkan-Nya tuan Duscha. Kau putra dari Nikolai bukan?". Ucap Marvel membuat Duscha terdiam.
"Nikolai". Gumam Ivana lalu menatap Duscha.
"Aku baru saja mendapatkan kabar bahwa Ayahmu kini sudah meninggal. Dan kau akan mengurus perusahaan-Nya, dan kau juga yang mengurusnya dulu. Tapi, satu hal yang perlu kau ingat ini tuan Duscha! Jangan pernah berfikir untuk ke negara ini lagi. Kau tau? Dampak-Nya akan sangat buruk". Ucap Marvel membuat Duscha heran dengan aoa yang di katakan-Nya yang terakhir.
"Kau tidak bisa melarangku untuk kemanapun aku ingin pergi tuan Marvel Alexsander! Aku akan melakukan apapun yang aku mau. Termasuk..". Ucap Duscha lalu melihat Ivana.
Marvel melihat arah mata Duscha. "Jangan! Pernah berfikir untuk mengambil-Nya dariku!". Gumam Marvel.
Ivana baru saja mengetahui Satu fakta yaitu Ducsha adalah putra dari Nikolai pembunuh sang nenek dan membuat kakek-Nya meninggal. Wajah Ivana kini berubah drastis yang sebelum-Nya tersenyum menjadi datar dan dingin. Ia menatap Duscha dengan dingin dan sinis.
Ada aura kemarahan yang terasa. Orang tua Ivana lalu mendatangi Anak mereka yang kini berbicara dengan seseorang. Rakhan lalu mendatangi Ivana.
"Sayang. Kenapa? Dan, ini siapa?". Tanya Rakhan menunjuk Duscha.
Ivana tidak menjawab. Mata-Nya kini memancarkan amarah dengan Ducsha. Sedangkan yang di tatap Ivana tidak menyadari bahwa Ivana sedang marah sekarang.
"Dad. Tolong bawa Ivana". Ucap Marvel menyuruh Rakhan untuk membawa Ivana menjauh dari mereka.
Sedangkan Rakhan hanya menuruti perkataan Marvel dan membawa Ivana menjauh. Duscha yang mengerti bahwa Ivana kesal dengan-Nya karena ia adalah putra Nikolai.
"Dari mana kau tau aku putra Nikolai?! ". Ucap Duscha sambil menggenggam kerah baju Marvel.
"Artikel!". Ucap Marvel.
"Dan Dengarkan aku baik-baik Tuan duscha! Pergilah dari sini sebelum kau terkena masalah dariku!! Jangan berani untuk berfikir bisa merebut Ivana dariku!!". Kata Marvel.
Marvel lalu melepaskan genggaman Duscha di kemeja-Nya dan pergi begitu saja. Ia tidak mau menggangu pesta yang sedang berlangsung untuk para siswa Vanscoll. Sedangkan Duscha kini memilih pergi begitu saja dari sana.
Duscha meninggalkan halaman Vanscoll dan melajukan mobil-Nya dengan kecepatan Tinggi. "Aghhhh!! Sial!! Kenapa dia bisa tau. Kalau, aku itu anak Pria brengsek itu!!". Teriak Duscha sambil memukul ster-Nya.
Duscha lalu menepikan mobil-Nya kesamping. "Kenapa Ivana terlihat sangat membenciku saat mendengar nama Nikolai?". Gumam Duscha mencoba berfikir.
"Apa Ivana mengetahui Kejahatan yang di perbuat pria itu? Apa mereka ada hubungan-Nya? Tapi mengapa?! Aku juga adalah korban disini! Karena-Nya lah. Aku kehilangan ibu ku!!". Teriak Duscha frustasi.
Duscha lalu mengambil cincin yang ia beli dan berniat melamar Ivana. "Dan. Seharusnya kau memakai cincin ini sekarang! Dan, kamu sudah memiliki kekasih! Agh!! Kau membuatku gilaaa!". Teriak Duscha.
Benar saja Nikolai kini sudah tewas akibat ulah-Nya sendiri. Ia menghabisi sang ayah kandung-Nya itu karena sudah muak dengan-Nya. Duscha mempunyai sifat pcycopat yang tidak di ketahui orang lain selain diri-Nya sendiri sejak sang ibu meninggal.
"Marvel Alexsander.. kau pikir aku akan mengalah dengan mudah? Tidak, aku akan mendapatkan apa yang aku inginkan termasuk Ivana!". Gumam Duscha bersmrik.
-
-
-
-
-
Ivana kini masih diam setelah menemui Duscha. Rakhan menyuruh Sahabat Ivana untuk menemaninya. Clara yang sedari tadi berserta yang lain-Nya hanya diam melihat Ivana.
"Van..". Panggil Tasya.
"Ada apa Van? Apa yang terjadi denganmu?". Tanya Gibrella juga.
Ivana lalu memejamkan mata-Nya sekejap dan menghela nafas kasar. "Huhh.. ayo kita berpesta.. jangan bertanya apapun kepadaku saat ini". Kata Ivana yang sedari tadi hanya diam.
"Suasana Hati-Nya mudah sekali berubah". Gumam Clarissa.
Ivana lalu pergi menemui Ghani yang juga sedang berada disana dan sedang mengamankan sekitar. Ivana membisikan sesuatu ke Ghani dan membuat-Nya segera pergi.
Ivana menyuruh Ghani untuk memantau Pergerakan Duscha di kota ini. Ia ingin mengetahui apa yang dilakukan-Nya saat berada di sini. "Dia menyukaiku? Hah! Dasar bodoh". Batin Ivana.
Dilain sisi Marvel kini tengah menghubungi seseorang untuk mencari informasi mengenai Duscha saat ini. "Kenapa begitu banyak masalah?! Distrik namja saja belum selesai! Membutuhkan waktu beberapa tahun untuk menyelidinya! Aghhh! Ini membuatku gila". Gumam Marvel.
Mark lalu datang saat melihat sang Leader kini tengah sendiri. "Ada apa Vel?".
"Duscha! Dia menyukai Ivana! Kau tau? Dia itu tipe orang yang harus mendapatkan apa yang ia inginkan.. semua-Nya!! Dan sekarang. Nikolai sudah mati. Siapa yang akan jadi pengurus Geng Nya itu kalau bukan Duscha".
"Apa dia tau Nikolai adalah ketua mafia?".
"Tentu saja". Jawab Marvel.
"Jika seperti itu. Kita akan dalam masalah berhadapan dengan-Nya". Kata Mark.
"Kita sudah bermasalah dengan klen lain. Lagipula apa yang bisa ia lakukan".
"Kita tidak tau. Kita ikuti main-Nya saja".
-
-
-
-
Skip
Vany yang kini kembali ke apertemen-Nya dengan keadaan berantakan. Di dalam kamar-Nya ia sudah menghancurkan barang-barang yang ada di hadapan-Nya. "Aghhhh!! Mereka sudah membuatku jauh dari Ayahku dan, mempermalukanku!!!". Teriak Vany mengamuk.
Televisi Vany tidak sengaja terbuka dan menyiarkan diri-Nya yang tengah Mengamuk di Vanscoll.
Brakk
"Aghhh!!!!!". Teriak Vany melempar Vas bunga ke Tv dan membuat-Nya seketika pecah.
"Mereka mempermalukanku!! Mereka membuatku malu!! Aku akan membalas inii! Tunggu saja!!". Teriak Vany lalu tersenyum smrik.
Vany berniat membalaskan dendam-Nya atas penghinaan terhadap diri-Nya dan juga Ayah-Nya. Ia lalu mengambil ponsel-Nya dan menghubungi seseorang.
"Hallo.. aku butuh bantuanmu!". Ucap Vany.
-
-
-
-
Pesta sudah selesai. Mereka semua kini berkumpul di Masion Leonard. Mereka semua letih akibat berpesta. Yang lain-Nya kini tertidur akibat terlalu banyak minum.
Mark yang kini menjaga Clarissa yang kini tengah pingsan karena mabuk. Ia cukup banyak meminum alkohol dan membuat-Nya kehilangan kendali. Clarissa yang dikenal dengan sifat datar dan dingin. Siapa sangka jika ia dalam pengaruh alkohol akan bertingkah sangat lincah.
Sedangkan Stella dan Tasya yang masih tersadar. Dan sisa-Nya kini tengah tertidur. "Ah sial! Mereka lemah saat terlalu banyak minum!". Gerutu Tasya yang kini mencoba melepaskan sepatu sang kekasih.
"Woylah! Jangan dia aja yang kamu rawat. Ini, masih banyak lagi!". Gerutu Stella mencoba mensejajarkan mereka semua.
"Hanya Mark sama Marvel aja yang tahan minum di antara para pria!! Aghh menyusahkan saja!". Teriak Tasya lagi.
Mereka berdua kini mencoba melepaskan sepatu gang dikenakan Zaen Dll. Sedangkan Untuk Teman mereka. Mereka membawa mereka pergi ke kamar untuk menggantikan pakaian.
Rakhan dan Celina kini sudah terlelap dan tidur di kamar mereka sendiri. Mereka pulang lebih awal karena Monica ingin tidur.
"Yaa! Mark! Tolong bantu kami menangani teman-temanmu inii!".
"Tidak! Dia sedang tertidur di pergelangan tanganku sekarang". Tolak Mark.
"Aiss! Pria itu!". Gerutu Tasya.
Saat mereka sedang menggerutu dibawah sana. Lain hal nya dengan Alvian yang kini berada di kamar sambil tersenyum sendiri seperti orang gila. Alvian kini memikirkan Nara. Wanita yang ia baru saja temui.
ia tidak peduli dengan apa yang terjadi di bawah sana. Ia kini sudah selesai mandi dan duduk di sofa sambil memegang ponsel-Nya.
"Naraa.. kamu sangat cantik". Gumam Alvian sambil melihat nama Nara di ponsel-Nya.
Brakk
Pintu tiba-tiba terbuka kencang. Avina kini yang tengah mabuk berat masuk Ke kamar Alvian.
"Yaa! Kak!".
"Heyyy kauu! Seharus-Nya kau itu membantu mereka di bawah! Bukan-Nya bersantai disini! Pabo!". Gerutu Avina yang kini mabuk.
"Aisss pergilahh!! Kakk Ivanaaa!!". Panggil Alvian.
"Ga ada Ivana! Diam ga! Aisss jinjjaaaaaa!".
Ivana dan Marvel lalu datang mendengar teriakan Alvian yang menggelegar. "Ada apa?!". Tanya Ivana.
"Inii kak!! Bawa manusia ini dari kamarku!". Kata Alvian menyuruh Ivana membawa Avina keluar dari kamarnya.
"Ayo ka. Kau harus ganti baju dulu". Tarik Ivana.
Sedangkan Marvel hanya diam melihat kelakukan Avina. Dan apa yang dia dengar tadi? Manusia ini? Sungguh tidak pantas Alvian memanggil sang kakak dengan sebutan manusia.
Meski memang manusia. Tapi tetap tidak pantas bukan. Seharusnya ia harus menghormati sang kakak.
Ivana yang kini menarik Avina keluar dengan bersusah paya. Marvel kini masih di kamar Alvian. "Apa kau ada pakaian? Boleh aku pinjam?.
"Ada di lemari. Pilih saja". Tapi, apa ukuran kita sama. Jujur saja. Aku lebih pendek darimu". Kata Alvian sadar diri.
"Baju saja. Aku pikir muat".
"Baiklah".
Ivana menarik Avina dengan sekuat tenaga. Sedari tadi sang kakak terus saja memberontak untuk di lepaskan. Ia tidak tau kenapa sang kakak bisa seperti ini jika mabuk. Maka karena itu seluruh keluarga tidak membiarkan Avina mabuk dan akan menyusahkan semua orang.
"Aghhh kak! Bisa diam ga!". Teriak Ivana sudah mulai kesal.
"Yakk! Berani sekali kau seperti ini kepada irang yang lebih tua darimu!!". Kata Avina.
"Jika dia seperti ini terus. Bisa-bisa aku tidak tidur malam ini! Ahhh benar". Ucap Ivana mendapatkan sebuah Ide untuk membuat Sang kakak Diam.
Ivana mengambil suntikan obat tidur yang selalu ia simpan untuk diri-Nya jika ia tidak bisa tidur. Meski obat ini memilik efek samping. Tapi percayalah. Obat yang di buat oleh Ivana akan aman bila di gunakan manusia.
"Baiklah kak!!". Gumam Ivana lalu berhasil mausknke tubuh Avina.
Hanya dengan 10detik. Avina kini sudah mulai mengantuk. "Yeahhh akhirnya". Sorak Ivana.
Ivana lalu mengangkat Sang kakak dan membaringkan-Nya di Sofa. Ia tidak akan membaringkan sang kakak di tempat tidur takut sang kakak muntah dan mengotori tempat tidur mereka.
"Menyusahkan saja!". Gumam Ivana sambil membuka baju Avina dan mengganti-Nya dengan baju tidur.
Tidak lupa ia menyelimuti sang kakak agar tidak kedinginan. Sofa yang di gunakan Ivana adalah cukup nyaman unuk di gunakan saat bersantai. Jadi ia tidak perlu khawatir jika Avina merasakan sakit karena sofanya cukup lembut saat di buat beristirahat.
Ivana lalu keluar dari kamar dan membiarkan Avina tertidur pulas. Ia berniat melihat apa yang sedang terjadi dengan yang lain-Nya. "Mereka semua tertidur. Tapi, kenapa Tasya membuat mereka tidur di lantai? Ah sudahlah". Ucap Ivana melihat Zaen dan yang lain-Nya sekarang tidur dilantai dan pakaikan selimut agar tidak kedinginan.
"Sayang". Panggil Marvel dari belakang.
Ivana pun menoleh ."iya". Jawab Ivana lembut.
Marvel lalu mendekati Ivana dan memeluk-Nya dari belakang. Ia kemudian menggendong Ivana dan membawa-Nya ke kamar tamu ."bagaimana jika ada yang melihat?". Tanya Ivana.
"Mereka semua sudah tidur. Tinggal kita berdua saja yang tidak tidur.. kau lelah bukan? Jangan berkeliaran di malam hari. Istirahatlah". Kata Marvel sambil menurunkan Ivana.
"Hmm".
"Tidak ada yang di khawatirkan sayang. Dia tidak akan berani berbuat macam-macam. Kau lupa dengan sebutan kita? Kau Queen dan Aku King. Tidak perlu takut lagi hmm".
"Aku bukan-Nya takut Marvel. Hanya saja, bagaimana jika Daddy tau. Bahwa, pria yang baru saja ia temui adalah anak dari ibu daddy. Kau tau? Daddy sangat sensitif jika bersangkutan dengan nenek dan juga kakek". Kata Ivana Cemas.
Marvel lalu mengangkat Dagu Ivana dengan tangan-Nya lalu tersenyum ." Kita hanya perlu tau. Apakah Dia tau bahwa Nikolai membunuh nenekmu? Setelah aku banyak berfikir. Bisa saja dia tidak salah bukan? Apa kau tau kenapa ibunya meninggal? Hmm". Tanya Marvel seketika merubah fikiran-Nya tentang Duscha.
Ivana mengkerutkan alisnya. Ia nampak berfikir ." Apa kamu tidak merasa ada yang janggal sayang? Bagaimana Nikolai meninggal dan ekspresi saaf aku mengatakaj ayah-Nya meninggal kepada anak-Nya sendiri? Hmm aku tidak tau banyak. Akupun bukan Pakar ekspresi tapi, aku merasa Duscha menyembunyikan sesuatu. Seperti ada yang di pendam".
Ivana mencoba memikirkan apa yang di katakan Marvel. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang dilakukan Duscha. "Satu hal lagi sayang. dia mempunyai perusahaan sendiri yang selama ini dia tutupi bahwa dialah pemilik perusahaan itu".
"Benarkah? Menurutmu kenapa dia melakukan itu? Dan, perusahaan siapa itu?".
Mereka berdua kini tengah disibukan dengan masalah baru. Mereka sedang menyelidiki motif dari duscha sendiri selain untuk mendapatkan Ivana.
"Yaa sudah.. kau tidur saja sekarang Hmmm. Besok akan banyak pekerjaan yang harus kau urus karena sudah berani Go publik. Kau harus bekerja di kantor Sayang". Ucap Marvel lembut.
"Apa kau juga akan bekerja?". Tanya Ivana sambil menatap Marvel.
"Tentu saja. Ada perusahaan yang harus ku urus. Dan, Aku sekarang sangat jarang melihat markasku". Jawab Marvel.
"Ivanaa ". Panggil Marvel.
"Hmm". Jawab Ivana menoleh ke arah Marvel.
"Berikan aku...". Ucap Marvel sambil menunjuk bibir-Nya.
"Tidak!". Tolak mentah-mentah Ivana.
"Kenapa?".
"Ya tidak mau!". Tolak Ivana.
"Kita sudah lama tidak melakukan-Nya".
"Terus?.."
"Cepat".
"Tidak mauuu!! Aku akan melarangmu mencium ku sebelum menikah".
"Baiklah. Aku akan menikahimu sekarang juga". Jawab Marvel membuat Ivana terkejut.
Plakk
"Apa kau gila?!!
Cupp
Marvel memberikan kecupan di bibir Ivana lalu tertawa ." Sudah. Seperti itu saja. Tidak lebih!.
"Kau ini!". Kesal Ivana.
"Tidurlah.. aku akan tidur di kamar Alvian". Kata Marvel.
"Tumben sekali kau".
"Apa?".
"Ahh tidak. Aku akan tidur di kamar sama Kak Avina saja".
"Ayo".
-
-
-
-
-
Pagi
Ivana sudah bangun terlebih dahulu dan sudah siap untuk joging pagi. Meski hari ini jadwal-Nya sangat padat. Ia menyempatkan waktu untuk berolahraga. Ia sudah lama tidak melakukan ini dari semenjak ia bersekolah.
Ivana berolahraga sendiri. Yang lain-Nya masih tertidur akibat tadi malam. Sedangkan Marvel ia buru-buru melakukan tugas-Nya sebagai Directur untuk melanjutkan pekerjaan-Nya yang tertunda.
Ivana tiba-tiba berhenti. Ia melihat Seseorang pria yang kini menggangu seorang wanita di sebuah gang sempit. Terlihat jelas mereka memukul wanita itu. Ivana langsung saja mendatangi mereka dan membantu-Nya.
"Berani-Nya menggangu perempuan. Dasar cemen". Ucap Ivana yang datang dengan tiba-tiba.
"Kak Ivana". Ucap Wanita itu ternyata Nara.
"Nara".
Nara lalu berlari dan memeluk Ivana erat. Terlihat sekali seluruh badan-Nya bergetar hebat karena ketakutan. "M-mereka mencoba membunuhku. C-cepat kita pergi ka". Ucap Nara ketakutan.
"Tidak perlu takut. Kau tutup saja matamu dan Tutup telingamu sekarang!".
Nara mematuhi apa yang di katakan Ivana.
"Berani sekali kau mendatangi kami dan bertingkah seperti pahlawan". Ucap-Nya meremehkan Ivana.
Ivana mendesis ."kau pikir aku takut hanya dengan preman sepertimu?". Ucap Ivana meremehkan-Nya.
"Dasar bocah!". Ucap-Nya lalu ingin memukul Ivana.
Bukan Ivana nama-Nya jika ia tidak menghindar. Ivana berhasil menarik tangan-Nya dan mengunci pergerakan-Nya. "Lepaskannn!!".
"Apaa? Lepaskan ? apa aku ga salah denger?". Ucap Ivana lalu mengencangkan genggaman-Nya dan membuat pria itu meringis kesakitan.
"Aghhhh!! Dasar gila! Aku akan membalasmu!! Lihat saja nanti!".
"Kau masih ingin mati tapi tetap saja mengancamku? Ahh seperti-Nya aku harus membuat Tangan-Mu patah".
Srekkk
Ivana menahan Tangan pria itu dengan sekali tarikan. Sedangkan Pria itu kini berteriak kesakitan. Setelah melakukan itu. Ivana menendang kaki Pria itu dan membuat-Nya terjatuh.
"Aghhh!!". Ringis pria itu.
"Dasar lemah!".
Pria itu berusaha bangkit dan berdiri. Ia mengancam Ivana akan membalas perbuataan-Nya suatu hari nanti. "Aku akan membalas kalian!! Lihat saja nanti". Ucap-Nya lalu pergi dari tempat itu.
"Sebelum itu. Aku sudah mengingat wajahmu. Dan, bersiaplah malam ini bertemu denganku lagi". Gumam Ivana lalu mendekati Nara.
Bonus
Jika kalian melihat beberapa tindakan yang di lakukan duscha. Ia tidak sepenuhnya salah. Ia hanya membalaskan dendam atas kematian ibu-Nya yang dilakukan oleh Ayah-Nya sendiri. Ia melakukan hal yang tidak merugikan siapapun meski. Ia harus mengorbankan sang ayah tentu saja. Itu pendapat Duscha.