webnovel

Rumah Misteri 17 A

Seorang lelaki yang sedang menggandeng perempuan di sebelahnya itu mengamati sebuah pintu yang ada di hadapannya. Ia kemudian menempelkan jarinya ke salah satu sisi yang ada di sana. Sedetik setelah Nanta menempelkan jari jempolnya ke holder pintu itu, pintu langsung terbuka membuat Nanta berdecak kaget saat melihat apa isi di dalamnya.

Nanta menoleh ke arah sampingnya. Ada Friska yang masih memejamkan mata. Ia pun kemudian menuntun Friska untuk masuk ke dalam rumah bernomor 17 A itu.

"Nan, ini masuk ke dalam rumah?" tanya Friska.

"Iya," jawab Nanta singkat.

Sontak Friska langsung menghentikan kakinya untuk melangkah membuat Nanta bingung. "Kenapa? Ayo masuk," ucap Nanta.

"Aku takut deh, ada setan lagi gak ya?" Tangan Friska bergetar, perempuan itu menggenggam tangan Nanta tambah erat.

Nanta berdecak. "Gak ada."

Pandangan lelaki itu kemudian beralih kepada seisi rumah yang sekarang dapat Nanta lihat dengan jelas. Rumah yang tak terlalu luas. Tapi tetap saja isi rumah yang sangat rapi dan juga bersih, benar benar membuat Nanta berdecak kagum.

Karena ingin melihat lebih jauh tentang rumah yang tak terlalu luas itu, Nanta pun secara paksa melepaskan tangan Friska yang bertaut dengan lengannya. Setelah terlepas, ia langsung berjalan menjauh dari Friska untuk melihat seisi rumah.

"Nanta, kamu jahat banget sih. Ih, aku takut loh," ucap Friska dengan panik saat Nanta melepaskan tangannya.

Nanta menoleh ke arah Friska yang sekarang sedang menggerak-gerakan tangannya ke udara. Agaknya perempuan itu sedang mencari keberadaannya.

"Buka mata, kalau enggak aku tinggal," ancam Nanta dengan nada yang dingin.

Friska merengek saat mendengar ancaman dari Nanta. Namun perempuan itu tetap membuka matanya. Dimulai dari sebelah matanya, secara buram tak jelas Friska bisa melihat isi rumah, sejauh ini tak ada tanda tanda keberadaan setan di sekitarnya. "Aman nih?" Tanya Friska takut.

"Aman."

Setelah mendengar jawaban dari Nanta, Friska benar benar membuka kedua matanya. Bukan hanya mata Friska yang terbuka, mulutnya pun ikut ternganga saat melihat isi rumah sekarang ini. Penglihatan Friska mengedar, ia melihat ruang tamu atau ruang keluarga yang terdapat tv di ruang pojokan sangatlah rapi. Ada rak berukuran sekitar dua satu meter di pojok ruangan berwarna putih dengan tiga sekat. Di paling atas terdapat hiasan bunga berwarna putih yang berdiri dengan tegaknya. Friska menundukkan badannya melihat sekat yang kedua dimana di sana adalah buku yang tertata sangatlah rapi. Buku tersebut tersusun berdasarkan warna buku tersebut, dimulai dari buku dengan warna yang paling terang hingga paling gelap.

Friska kembali melihat ke rak paling bawah, bukan lagi sekat yang terbuka, melainkan sebuah laci, Friska yang memang sangat kepo itu langsung membuka laci tersebut, setelah terbuka Friska hanya mendesah kecewa saat melihat isinya hanyalah barang barang tak penting seperti remote TV, remote AC dan juga beberapa remote lainnya yang tak Friska ketahui.

Friska berdiri tanpa menutup laci itu kembali, lalu ia melihat sekeliling, tak ada Nanta di sana. "Nanta! Kamu dimana?!" teriak Friska melengking. Ia merasa jika tadi Nanta masih berada di sini, namun ia tinggal berkedip sebentar saja Nanta sudah hilang entah pergi kemana.

"Di dapur."

Terdengar suara teriakan dari seorang lelaki dari arah belakang ruangan ini. Kemudian Friska melangkah menuju ke arah suara yang baru saja terdengar.

Saat Friska baru saja berjalan beberapa langkah tiba-tiba terdengar suara benda terbanting di belakangnya. Sontak Friska langsung menoleh ke belakang. Bola matanya bergerak mencari sesuatu yang baru saja terdengar tadi. Lalu pandangannya langsung tertuju pada rak tadi yang sedikit bergetar, apa benda itu yang baru saja berbunyi? Matanya kemudian tertuju pada bagian bawah, apa laci tersebut yang bergerak? Friska mengingat ingat, memang otaknya mengatakan jikalau ia belum sempat menutup laci itu, apa artinya suara yang baru saja terdengar itu adalah laci tersebut? Apa laci tersebut tertutup sendiri. Dan... apa ini adalah ulah setan yang menunggu tempat ini, oh atau jangan-jangan bangunan ini adalah bekas kuburan? Ah, membayangkan saja sudah membuat Friska berkeringat dingin. Perempuan itu menelan ludahnya dengan kasar, detik selanjutnya ia langsung berlari menjauh dari tempat itu.

"Nan, Nanta," teriak Friska melengking sembari berlari.

"Ada apa?" tanya Nanta dengan panik saat melihat wajah Friska yang sangatlah panik, wajah perempuan itu dipenuhi dengan keringat dan nafasnya yang tersengal-sengal.

"Kenapa sih?" tanya Nanta lagi saat tak mendapatkan jawaban dari Friska.

"Ada... A-ada setan di sana,"jawab Friska dengan terbata-bata, tangan perempuan itu juga menunjuk ke arah depan tempat Friska tadi.

Nanta mengerutkan keningnya. "Setan?"

Friska menganggukkan kepalanya dengan mantapnya. "Iya, tadi di sana ada... Ada, huh, setan."

Nanta tak menghiraukan ucapan Friska, lelaki itu kemudian mengalihkan perhatiannya kepada sebuah ruangan yang ia kira adalah dapur. Melupakan Friska yang memang sangatlah penakut itu.

Melihat Nanta yang menoleh ke sana ke mari sembari mengamati sekitar membuat Friska sejenak melupakan tentang setan laci itu.

"Kamu ngapain?" tanya Friska.

"Ini ruang apa menurut kamu?" Mendengar pertanyaan balik dari Nanta membuat Friska langsung mengedarkan pandangannya. Di sebelah kanannya ada sebuah meja putih yang menempel di tembok, alas meja tersebut berukuran sekitar 50 cm x 200 cm. Ia tebak itu adalah tempat untuk masak, namun tebakan itu terputus saat ia tak melihat apa-apa di sana, tak ada kompor dan tak ada peralatan masak lainnya. Kemudian pandangannya beralih ke sebuah meja tersebut, di sana ada sebuah kulkas dua pintu yang tak jauh berbeda dengan kulkas yang ada di rumahnya.

Kepala Friska menolak ke arah kiri. Di sana ada meja makan dengan dua kursi saja.

"Dapur? Ruang makan?"

Nanta menganggukkan kepalanya. "So, kita makan apa? Bahkan gak ada peralatan masak satu pun, piring pun gak ada."

Friska memejamkan matanya, mencoba berpikir dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Nanta. "Ah, aku tidak tahu?!" Teriak Friska sembari memegangi kepadanya.

Nanta menghembuskan nafasnya, ini memang bukan salah Friska, ini adalah salahnya, mengapa juga bertanya kepada seseorang seperti Friska.

"Bentar, Nan. Bentar, aku bener-bener pusing, tadi ada dua setan, setan cit-cit dan setan laci, sekarang ada dapur tapi bukan dapur. Ah, aku bener-bener pusing." Friska dengan tangan yang ada di kepalanya itu berjalan ke arah tempat makan yang di sebelah kiri. Perempuan itu menarik kursi yang masih menempel ke arah meja, namun sebelah tangan Friska merasa keberatan saat menarik kursi tersebut. Perempuan itu mencoba kembali dengan menggunakan dua tangan. Namun tetap saja tak bisa.

"Nanta, tolong tarik kursi ini dong ih, kesel banget kenapa sih berat banget," omel Friska. Merasa kesal dengan kursi tersebut, Friska pun menendang kaki kursi tersebut dengan kencangnya. Dan....

"Please confirm the seat with your finger print."

Friska terperanjat kaget lalu berteriak."Nanta, itu ada setan kursi, tolong."