webnovel

Bab 16 Rasa Bersalah

Peringatan 100 hari kematian Almarhum Ayah berjalan dengan lancar, setelah dua hari berlalu aku pun langsung mengajak Dewi untuk berangkat ke pulau Jawa. Aku memanfaatkan waktu libur sekolah Dewi sebaik-baiknya dan untuk mendapatkan Protesa mata terbaik dan masih ada waktu untuk kontrol setelah pemasangan Protesa mata Karena kali ini aku bersama dengan Dewi, sehingga aku memutuskan untuk berangkat langsung dari bandara yang ada di pulauku.

" Sayang aku berangkat dulu ya" pesan yang kukirimkan pada Ija.

" Loh kamu sudah mau berangkat?, Siapa yang antar ke bandara?" Tanyanya.

" Iya sayang, saya sama Dewi berangkat dari pulau" jawabku.

" Oh iya, tapi,,,,, " ucapnya.

" Iya sayang?" Tanyaku.

"Tidak apa-apa sayang, kalian hati-hati ya, nanti kabari kalau sudah sampai ya" ucapnya.

" Iya Sayangku " balasku.

Setelah chat terakhir kami, aku merasa Ija kecewa padaku sebab lagi-lagi aku tidak memberitahu kan tentang rencana ku ini.

Aku yang belum terbiasa melibatkan orang lain dalam setiap urusanku, selalu saja lupa mengabari Ija tentang apa yang akan ku lakukan, namun tanpa ku sadari hal itu justru membuat Ija merasa sedih. Aku sedang bersama Dewi membuat ku tidak leluasa untuk menghubungi Ija, di tambah lagi aku belum memberitahu siapapun tentang hubungan kami. Sampai saat kami transit aku lupa untuk menghubungi Ija dan ponselku masih dalam mode pesawat. Aku baru menyadari hal itu ketika aku sudah berada di dalam pesawat menuju pulau jawa. Sesampainya di pulau Jawa aku langsung menghubungi Ija.

"Assalamu'alaikum sayang?, Maaf tadi paketanku habis jadi tidak bisa chat kakak pas di bandara sultan Hasanuddin" ucapku mencoba menjelaskan.

" Syukurlah,, aku kira ada apa-apa karena biasanya kamu pasti chat saya" ucapnya .

" Maaf ya kak" ucapku.

"Kakak?" Tanyanya.

" Maaf ya kak, ini aku sama Dewi" ucapku.

"Iya tidak apa-apa " jawabnya.

Lagi-lagi Ija menjawab tidak seperti biasanya , namun aku belum bisa menjelaskan dan meminta maaf pada Ija. Hari yang sudah semakin gelap akhirnya kami menaiki Bus untuk menuju rumah. Aku menyiapkan air hangat untuk mandi, menanak nasi dan menyiapkan ayam goreng beserta piring di meja makan. Setelah selesai makan aku dan Dewi sedikit berbincang dan aku juga memberi sedikit nasihat pada Dewi.

"Nanti kalau di klinik, kalau Protesanya tidak cocok, atau mengganjal walau sedikit harus kamu sampaikan ya" ucapku.

"Iya mbak" jawabnya.

Aku menceritakan tentang apa yang terjadi sehingga mengakibatkan rusaknya mata Dewi sejak dalam kandungan. Akupun mencoba membesarkan hati Dewi agar ia lebih berfokus pada kelebihan nya dari pada kekurangan yang ia miliki.

"Sekarang ini kita harus bisa belajar dari kesalahan yang sudah di perbuat oleh papa sama mama kita, setidaknya kita tidak memperumit masalah dengan perbuatan kita sendiri" ucapku.

"Iya mbak" balasnya.

"Wajar kalau kamu minder, wajar kamu menyalahkan orang tua kita, tapi di umur kamu yang sekarang kamu juga harus fokus dengan dirimu sendiri" ucapku.

"Apakah kamu mau dikenal dengan kekurangan yang kamu miliki, atau dengan kelebihan dan kebaikan yang kamu miliki" tambahku.

"Restu ibu adalah restu Allah SWT, boleh tidak sependapat dengan mama tapi sampaikan baik-baik dan lembut " tambahku lagi.

"Iya mbak" ucapnya lagi sambil menyantap ayam goreng.

Aku sangat berharap Dewi mampu mengambil sisi positif dari nasihat yang aku berikan dan selama di pulau Jawa aku juga mengajarkan tata Krama suku Jawa yang jauh berbeda dengan suku kami, dimana suku Jawa benar-benar menerapkan sopan santun yang sangat tinggi.

Keesokkan harinya aku langsung mengantarkan Dewi ke salah satu klinik mata yang direkomendasikan oleh sabahatku Imah, namun disana tidak ada Protesa mata yang cocok untuk Dewi. Akupun menyampaikan pada dokter di klinik bahwa kami tidak memiliki banyak waktu sebab kami berasal dari sebrang pulau dan meminta Protesa mata yang terbaik. Dokter memberikan estimasi biaya untuk Protesa mata dengan kualitas baik.

"Biayanya sekitar enam sampai tujuh juta rupiah dan ini nomer telponnya, jadi mbak bisa bertanya-tanya dahulu sebelum pergi ke klinik mata yang berada di kota Surabaya" ucap ibu Dokter.

Selain mengantarkan Dewi untuk membuat Protesa mata, aku juga ingin mengajak Dewi berwisata di kota yang aku tinggali. Dewi yang memang tidak pernah berwisata karena minder sangat antusias. Pertama-tama aku mengajak Dewi pergi ke Alun-alun selepas keluar dari klinik mata. Saat berada di alun-alun, Dewi terkejut melihat banyak pasangan yang sedang bertamasya dan terlihat mesra. Setelah kami menemukan tempat untuk istirahat, aku langsung menghubungi klinik mata yang ada di kota Surabaya. Aku disambut dengan baik dan penerima telpon yang kemungkinan adalah pemilik klinik sangat transparan tentang biaya dan prosedur yang akan di lakukan. Aku cukup kaget sebab rupanya harga Protesa mata cukup mahal yaitu sebesar 15 juta rupiah dan oleh pemilik klinik aku di beri waktu untuk mempertimbangkan dan mengambil keputusan mau atau tidaknya membuat Protesa mata di sana. Aku pribadi menyanggupi untuk membuat Protesa mata di sana, akan tetapi aku harus bertanya pada ibuku dan juga Tante Dia apakah beliau berdua ini setuju atau tidak. Aku pikir beliau berdua setuju, namun ternyata ibuku meminta untuk mencoba membuat Protesa mata yang ada di kotaku dan begitu juga Tante Dia berpendapat sama. Akhirnya demi tidak membuang waktu aku langsung membawa Dewi ke klinik yang pernah membuatkan Protesa mata Dewi sewaktu kecil.

Kamipun langsung bertemu dengan dokter yang praktik pada siang itu, beliau sangat ramah dan saat aku mengatakan histori bahwa Dewi pernah membuat Protesa mata dengan rekomendasi dari klinik ini. Dokter mengatakan sekarang Protesa mata sudah bisa di buat di klinik, aku langsung diarahkan ke kasir untuk pembayaran dengan harga yang sangat murah yaitu kurang dari satu juta rupiah dan setelah itu kami diarahkan ke lantai dua untuk pemasangan Protesa mata. Pemasangan dibuat dalam kamar operasi sehingga aku tidak bisa masuk dan aku kembali mewanti-wanti Dewi agar menyampaikan ketidaknyamanan sekecil apapun itu. Saat Dewi memasuki kamar operasi jantungku berdegup sangat kencang namun setelah cukup lama ku tunggu Dewi keluar dan mengatakan belum ada yang sesuai untuknya dan berjanji besok akan menyediakan Protesa mata yang sesuai dan kamipun pulang ke rumah.

Setelah sampai rumah dan beristirahat sejenak, aku menerima pesan dari klinik bahwa aku harus kembali sebab tadi petugas belum sempat mengukur Protesa mata lama milik Dewi. Mungkin karena petugas itu merasa sungkan, ia menyarangkan aku untuk mengukur sendiri Protesa mata menggunakan penggaris lalu foto saat mengukur itu di kirimkan ke klinik. Aku yang sudah mendengar penjelasan dari klinik mata yang ada di kota Surabaya, bahwa cara seperti itu tidak akan memberikan hasil yang maksimal sehingga aku kembali ke klinik saat itu juga. Sesampainya disana aku dan Dewi langsung menuju ke kamar operasi, setelah diukur petugas mengatakan bahwa pembuatan Protesa berpusat di Jakarta. Di karenakan kantor sudah tutup, petugas mengatakan akan mengabari kami keesokkan harinya.