webnovel

Pride of Indonesia

~Original Story by LegendaNgawur~ Aditya Loka, orang indonesia yang mati dalam perjuangan melawan Belanda. Ia tidak menyangka bahwa dirinya akan bangun kembali ketika dia baru saja terbunuh oleh pasukan Belanda. Kehidupan kedua Aditya ia gunakan untuk melawan kembali para penjajah dan melihat berbagai kemajuan yang akan dialami oleh Indonesia. Tidak ada yang menyangka bahwa dia akan di hidupkan kembali dan melihat kemajuan yang terlihat buruk untuk negara yang ia cintai, pada akhirnya dia kembali menjadi rakyat indonesia yang berasal dari era nenek moyang-nya tapi setelah dia di beri hidup sekali lagi, dia mulai bersumpah akan membunuh siapapun yang merugikan negeri nya Perubahan terus dia alami ketika bertemu dengan berbagai manusia yang berasal dari negara berbeda. Kehidupan kedua yang dia alami benar-benar aneh sampai ia tidak memiliki pilihan lain untuk terus menjalani-nya sebagai orang Indonesia yang mencintai tanah air-nya sendiri.

LegendaNgawur · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
3 Chs

POI 2 - Memperjuangkan Kemerdekaan

Seluruh peluru yang melesat menuju arah diri-nya bisa dilihat dengan mudah oleh Aditya sampai ia sempat menghindari semua peluru itu karena penglihatan-nya melihat beberapa peluru yang melesat dengan sangat lambat, Aditya menggunakan bambu runcing-nya untuk menghancurkan semua peluru itu dan hasilnya berhasil.

Semua musuh itu tercengang ketika melihat tindakan gegabah Aditya yang berani maju sendirian dan melewati semua peluru itu, seorang musuh maju ke arah-nya dan mengarahkan sebuah pisau ke arah-nya. Aditya dengan mudah menghantam tangan musuh itu sampai menjatuhkan pisau-nya lalu ia menusuk jantung-nya dengan cepat.

Sebuah peluru mengenai pipi-nya hingga meninggalkan luka gores di pipinya, Aditya segera mengangkat tubuh musuh yang baru saja ia bunuh untuk menjadi sebuah perisai yang melindungi dirinya dari semua tembakan senapan itu. Musuh yang berada di barisan depan tidak ada pilihan lain selain maju dan menyerang Aditya menggunakan pisau.

Mereka yang mencoba untuk menyerang dari jarak dekat berakhir cukup tragis, Aditya cukup mahir dalam menggunakan bambu runcing itu sampai mereka mulai mundur beberapa langkah ke belakang. Semua musuh itu kehabisan amunisi jadi mereka segera mengisi kembali senapan mereka.

"... ...!" Aditya menarik bambu runcing-nya dari tubuh musuh-nya lalu ia melompat ke kanan dan berguling hingga ia bersandar di belakang sebuah pohon besar yang lainnya sambil mengusap pipi kanan-nya yang terasa cukup menyengat.

"Sepertinya aku benar-benar diberi kesempatan kedua untuk hidup dan memperjuangkan kemerdekaan demi negara-ku sendiri. Karena bantuan dari kedua mata-ku dan bambu runcing-ku yang sudah di alirkan dengan Mana... Aku dapat melawan mereka dengan mendekati mereka semua." Aditya mulai menatap bambu runcing-nya yang berlumuran dengan darah.

"Semakin banyak aku menggunakan Mana ini... tubuh-ku terasa lemas dan tenaga-ku seperti terkuras. Pikiran-ku seolah-olah memberitahu-ku bahwa Mana memiliki tingkatan masing-masing dan aku masih berada di tingkatan yang paling rendah yaitu satu..." Aditya mulai mengintip dari balik pohon itu dan melihat banyak sekali musuh yang membidik senapan mereka ke arah pohon dimana Aditya berada.

"Tidak semua Manusia disini memiliki Mana, dengan ini... Aku akan terus bertarung demi membuat tanah air tercinta-ku merdeka!" Aditya memanjat pohon besar itu, sesampai-nya ia berada di atas pohon tersebut... Ia melempar bambu runcing-nya ke arah musuh yang mencoba untuk mendekati pohon besar itu.

Bambu runcing itu mengenai kepala-nya sampai hancur, Aditya turun dari atas pohon itu dan ia melihat semua musuh di depan-nya sedang menembak ke atas karena merasakan keberadaan Aditya. Dengan ini Aditya diberi kesempatan untuk mengambil kembali bambu runcing-nya dan juga senapan yang dipegang oleh musuh tersebut.

"Musuh! Arah jam dua belas!!!" Seru musuh itu yang menyadari Aditya sedang berada di hadapan-nya.

"Sial...!" Beberapa peluru meluncur menuju arah dirinya, Aditya sempat untuk menahan semua peluru itu menggunakan bambu runcing-nya tetapi ia bisa melihat sebuah retakan di bambu yang ia pegang. 

Dua peluru mulai mengenai pinggang dan bahu-nya hingga Aditya melebarkan matanya karena musuh-musuh itu sepertinya menggunakan strategi lain untuk mengalahkan Aditya, ia tidak akan bisa bertahan lama dengan hanya menggunakan bambu tersebut jadi ia mengangkat senapan musuh yang ia bunuh lalu membidik-nya ke arah mereka.

"Aku baru saja ingat...! Setiap senapan memiliki hentakan yang cukup besar, jika aku menggunakan-nya dengan satu tangan maka satu tembakan yang akan aku lakukan bisa saja meleset atau membuat diriku terjatuh...!" Ungkap Aditya hingga senapan yang ia pegang mulai diselimuti dengan garis biru dan ia segera menarik pelatuk-nya sampai senapan itu meluncurkan beberapa peluru ke arah musuh.

Entah itu keberuntungan atau apa tetapi Aditya berhasil membunuh beberapa musuh di depan-nya, sekarang Aditya mengerti ketika melihat garis biru itu... Mana, garis yang melambangkan aliran Mana. Aditya membidik semua musuh itu menggunakan senapan yang ia pegang satu tangan, karena dia sudah mengalirkan senapan itu menggunakan Mana jadi senapan itu tidak memberikan dirinya efek hentakan.

Recoil atau dalam Bahasa Indonesia yaitu hentakan, merupakan sebuah efek tendangan ke belakang yang akan mempengaruhi arah atau bidikan tembakan pada saat menembak. Artinya Aditya tidak bisa menembak secara lurus terus menerus ke tempat yang sama, karena senapan-nya akan menghentak dan mengacaukan bidikan-nya.

Berkat aliran Mana yang di masukan, senapan itu mampu menembak lurus dan mengenai sasaran yang ada di depan-nya. Aditya memiliki kesempatan untuk mundur dan berlindung di balik pohon besar itu, ia rela meninggalkan bambu runcing-nya yang sudah hancur.

"Baiklah... Aku dapat senapan mereka sekarang..." Aditya mulai menganalisis senapan tersebut untuk beberapa saat hingga ia mulai mengingat bentuk-nya sekarang, dia masih memiliki tiga peluru tersisa dan itu bukan pertanda yang cukup baik.

"Aliran Mana tadi mampu menghilangkan efek hentakan dari senapan yang aku pegang ini... Baiklah, bagaimana jika aku coba untuk memanipulasi-kan peluru yang akan habis ini menggunakan aliran Mana-ku sendiri...?" Aditya memejamkan kedua matanya hingga ketiga peluru yang tersisa itu mulai dialirkan dengan Mana.

Aditya memberanikan diri untuk maju ke depan sambil menembak mereka semua dengan senapan yang ia pegang, satu peluru sudah cukup untuk membunuh mereka semua karena Aditya membidik dada mereka dengan senapan-nya itu, semua musuh yang ada di depan-nya terbantai habis oleh dirinya dan hanya menyisakan satu.

Musuh yang tersisa menjatuhkan senapan-nya lalu mengangkat kedua tangan-nya ke atas sambil menunjukkan ekspresi yang terlihat ketakutan, "Aku menyerah...!!! Aku tidak mau berperang lagi...!" Perkataan Musuh itu tidak bisa Aditya mengerti karena dia mengatakan bahasa Belanda.

"Aku tidak mengerti apa yang kau katakan... tapi aku bisa melihat bahwa diri-mu sudah menyerah ketika semua pasukan-mu sudah habis. Dengar, aku tidak akan pernah memaafkan siapapun yang menodai tanah air-ku, mereka berhak mati." Kata Aditya yang mulai menghantam kepala musuh itu menggunakan senapan yang ia pegang.

Musuh itu terjatuh dan Aditya menghantam tubuh-nya beberapa kali menggunakan senapan itu sampai hancur, dia tidak pernah memberi ampun kepada musuh-nya jadi dia lebih baik memilih untuk menyiksa-nya lalu membunuhnya. Aliran Mana yang terdapat di kedua lengan-nya hilang yang mengartikan bahwa dirinya sudah lelah dan kehabisan Mana.

"Hah... hah... hah..." Aditya duduk di atas tanah sambil menatap mayat hancur yang ada di depan-nya.

"Kita sebentar lagi akan merasakan arti dari kemerdekaan, bung..." Kata Aditya yang mulai mengusap darah yang terdapat di mulut-nya.

Rekan Aditya datang menghampiri-nya dengan ekspresi yang terlihat terkesan karena dirinya mampu menggunakan Mana tingkat rendah dengan sangat mahir, dia benar-benar memiliki potensi untuk menjadi prajurit Indonesia yang dapat menggunakan Mana dengan baik.

"Andi..." Aditya melebarkan matanya ketika melihat rekan-nya, ia benar-benar tidak menyangka bahwa kesempatan kedua-nya ini dapat mempertemukan dirinya dengan rekan terbaik-nya yang bernama [Andi].

"Mari kita pergi, sebelum penjajah lainnya datang dan menyerang kita lagi." Kata Andi yang mulai membantu Aditya untuk berdiri, mereka berdua pergi meninggalkan medan perang itu secepatnya.

Aditya berjanji kepada dirinya bahwa dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan kedua-nya itu, dia juga sudah bertemu kembali dengan teman baik-nya yaitu Presiden pertama Indonesia. Dia menjanjikan dirinya bahwa Indonesia sudah pasti akan bisa merasakan apa arti dari kemerdekaan dan ia ingin sekali mencoba untuk mengubah Indonesia menjadi negara yang maju.

Seiring waktu-nya berjalan, bangsa Indonesai terus berjuang untk bisa melawan para penjajah. Dengan mengorbankan jiwa dan darah, mereka mendapatkan hasil yang sangat baik yaitu kemerdekaan. Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 sama sekali tidak didapatkan dengan mudah oleh bangsa Indonesia itu sendiri. 

Setelah dijajah ratusan tahun, tentu tidak mudah bagi suatu bangsa untuk memperjuangkan kebebasannya. Perjuangannya tentu sudah dimulai jauh sebelum proklamasi. Namun setelah proklamasi perjuangan masih belum berhenti. Terdapat peristiwa yang berbeda terjadi dan Aditya mengalami-nya seiring waktu berjalan.

Ia bisa merasakan sesuatu yang aneh, usia-nya terasa seperti tetap dan tidak pernah maju... Teman-teman seperjuangan-nya sekarang sudah tua bahkan rambut mereka berubah menjadi putih hingga Andi pergi meninggalkan Aditya duluan, banyak sekali kematian yang ia rasakan dan itu terasa cukup menyakitkan bagi dirinya.

Dan hari itu telah tiba, setelah semua peristiwa yang telah ia alami bersama teman baik-nya yaitu sang Presiden, Aditya menyaksikan teman-nya yang menghembuskan nafas terakhirnya... Ya, sudah saatnya dia pergi meninggalkan Indonesia dan beristirahat di alam yang sangat jauh.

"... ..." Aditya berlutut di depan batu nisan teman baik-nya lalu ia mengusap-nya sambil menunjukkan ekspresi yang terlihat penuh hormat, "Kau memang hebat, bung... Aku benar-benar tidak bisa membalas kebaikan hebat-mu itu."

"Tetapi... Aku sudah berjanji kepada dirimu bahwa aku akan...! Aku akan membuat Indonesia menjadi negara yang maju dan aku mencoba untuk membuat peristiwa perang antar saudara itu tidak terjadi...!" Kata Aditya sambil meneteskan air mata terakhir-nya.

"...Beristirahatlah dengan tenang di atas sana, bung."