"Iya tidak akan. " Jawab John sambil tersenyum tipis. "Padahal hatimu sangat baik Na, tapi kenapa bang Gibran selalu berasumsi sebaliknya? " Sambungnya dalam hati.
~New Chaps~
Dilain sisi tepatnya di kelas XII A seorang pria berwajah anime marah kepada geng BB terutama kepada Dea.
"Maksud kalian apa tiba-tiba menyerang Anna huh? Apa salah dia?!." Tanya Rama dengan nada yang sangat menusuk. "Terutama kau Dea, kenapa kau menyebutku sebagai milikmu huh? Dekat pun tidak! " Sambungnya sarkas.
"Aku melakukan ini karena tidak mau kehilanganmu Rama. " Sahut Dea sambil menundukkan kepalanya.
"Takut kehilanganku? Memangnya aku kekasihmu? Dengarkan aku baik-baik, jangan harap aku akan membalas perasaanmu karena aku tidak akan pernah menyukai gadis agresif sepertimu, faham?! " Ujar Rama penuh penekanan.
"Hey sudahlah jangan ma_."
"Diam! " Bentak Rama kepada sahabatnya.
Devan hanya mendengus sebal.
"Dan satu lagi jika aku sampai melihat kalian menyerang Anna dengan mata kepalaku sendiri, aku tidak akan segan-segan menampar kalian. Camkan itu!." Ujar Rama dingin.
Setelah mengucapkan itu pria berparas anime tersebut segera melenggang begitu saja lalu disusul oleh Devan yang berjalan dengan sedikit tergesa, sedangkan keempat gadis agresif itu bergidik ngeri karena Rama selalu menepati ucapannya.
Sementara itu seperti biasanya pria berkulit putih pucat itu tengah dihujani pertanyaan yang menurutnya tidak berfaedah sama sekali oleh Adnan.
"Gib, sebenarnya hatimu terbuat dari apa sih? Apa kau tak berfikir sejenak sebelum berbicara? Pernahkah kau berfikir kalau ucapanmu selalu menusuk? Oke aku mengerti tentang masa lalumu, tapi kenapa Anna yang harus dijadikan sasaran sebagai pelarian mu?. " Tanya Adnan bertubi-tubi.
"Apa kau menyukainya?. " Bukannya menjawab pria berkulit putih pucat itu justru bertanya tanpa nada.
"Tidak, aku hanya kasihan kepadanya, karena dia tidak tahu apa-apa tentang mu. " Jelas Adnan.
"Yaudah kalau begitu jadilah sahabatnya, jangan pedulikan aku lagi. " Titah Gibran datar. "Kau tak mengerti Nan, aku melakukan itu karena ada alasan tertentu. " Sambungnya.
"Tentu saja aku mengerti Gib, ta_." Ucapan Adnan terpotong.
"Kalau mengerti lebih baik kau diam saja, jangan banyak bicara. " Ujar Gibran menusuk.
Adnan hanya bisa menggelengkan kepalanya saja, padahal dia sangat berharap bahwa pria berkulit putih pucat itu sifatnya kembali seperti dulu lagi.
~Satu bulan kemudian~
Sudah satu bulan Anna sekolah dijakarta namun sifat dingin dari pria berkulit putih pucat itu tak kunjung luluh, bahkan sekarang semakin menjadi ibaratnya dia telah membangun benteng yang besar dan kokoh agar tidak ada satupun yang bisa menembus atau meruntuhkan nya.
"Bang John, kenapa ya sifatnya bang Gibran semakin dingin saja kepadaku semenjak kejadian itu?. " Tanya gadis mungil itu sendu, saat baru saja mereka sampai dikelas.
"Kamu yang sabar aja ya Na, mungkin bang Gibran membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berubah. " Ujar John sambil tersenyum tipis.
"Iya deh bang, aku akan mencoba untuk tetap bersabar kok. " Sahut Anna semangat.
"Nah gitu dong, ini baru anak baik. " Puji John sambil tersenyum tipis namun yang membedakan yaitu kini tangannya terulur mengusap kepalanya dengan sayang.
Kringgggg!
Tak lama kemudian bel tanda belajar berbunyi, selang lima menit terlihat Ibu Nurma masuk kedalam kelas yang diikuti oleh pria berkulit tan dibelakangnya. Semua mata siswa-siswi tertuju kepadanya kecuali gadis mungil itu, yang awalnya wajahnya ceria berubah menjadi redup dan pucat.
"Kok dia ada disini?. " Gumam Anna pelan namun masih terdengar oleh sahabatnya.
"Apa kau mengenalnya?. " Tanya Bilqis penasaran.
"Iya Bil. " Sahut Anna lemah.
"Dia siapa? Dan kenapa wajahmu mendadak murung? " Tanya Bilqis bertubi-tubi.
"Dulu dia teman satu sekolahku waktu masih di Bogor. " Jelasnya beralibi. "Kata siapa aku murung? Aku hanya tidak percaya kalau dia pindah kesini. " Sambungnya.
"Oh gitu ya. " Sahut Bilqis.
"Iya." Jawab Anna singkat.
"Kenapa aku merasa kalau Anna sedang menyembunyikan sesuatu dariku?. " Tanya Bilqis dalam hati.
"Maafin aku Bil, karena sudah membohongimu. Sebenarnya dia bukan temanku melainkan orang yang membuatku sakit hati. " Ucap Anna dalam hati.
"Selamat pagi anak-anak. " Sapa Ibu Nurma.
"Selamat pagi bu. " Sahut siswa-siswi kompak.
"Hari ini kalian kedatangan teman baru dari Bogor. " Ucap Ibu Nurma. "Silahkan perkenalkan diri kamu. " Sambungnya.
Kemudian pria itu pun maju dua langkah dan segera memperkenalkan dirinya, manik elangnya menukik tajam tepat kearah gadis mungil yang sedang menunduk, melihat hal itu membuatnya tersenyum puas.
"Hai, perkenalkan nama saya Evans Dirgantara biasa dipanggil Evans, pindahan dari SMA BOGOR RAYA, dan saya harap kalian bisa menerima keberadaanku disini. " Ucap pria yang bernama Evans tersebut.
"Siapa yang mau duduk dengan Evans?. " Tanya Ibu Nurma.
"Sama saya saja bu, kebetulan masih kosong. " Sahut siswa yang memiliki aura maskulin layaknya seorang fake boy.
"Evans kalau begitu kamu duduk dengan Rey. " Ujar Ibu Nurma.
"Baik bu. " Jawab Evans sambil tersenyum tipis.
Kemudian dia berjalan menuju tempat yang sudah ditentukan, tepat bersebelahan dengan Anna dan Bilqis.
"Akhirnya aku bisa menemukanmu lagi dan aku akan membuatmu semakin merasa tersiksa. " Ucap Evans dalam hati.
Gadis mungil itu mengetahuinya, tentu saja hal ini membuat dia semakin merasa takut dan menimbulkan sejuta pertanyaan didalam benaknya.
"Apa sebenarnya tujuanmu kesini? Atau kau akan kembali melukaiku seperti dulu?. " Tanya Anna dalam hati.
Dilain sisi tepatnya dikelas 12A indra pendengaran si manusia es itu terasa panas lantaran dinasehati oleh sahabatnya sendiri.
"Gib, kapan sih kamu berubah dari sikapmu seperti ini? Apa kamu tidak lelah begini terus? Tolong lah Gib, kau tidak perlu mengingat masa lalumu yang pahit itu, buanglah jauh-jauh. Jika kau terus-menerus mengingatnya, itu sama saja kau menyiksa dirimu sendiri. " Ujar Adnan panjang lebar.
"Sudah selesai ceramahnya? Yaelah Nan, siapa juga yang masih mengingat masa lalu. Aku sudah terlanjur nyaman bersikap seperti ini, jadi kau tak perlu menasehatiku. " Sahut Gibran datar.
"Menasehati itu tandanya aku peduli kepadamu. " Ucap Adnan tak mau kalah dari sahabatnya.
"Telingaku panas mendengar nasehat tak bermutu darimu. " Balas Gibran sarkas.
"Yaelah ini lagi, nasehat kok dibilang panas. " Keluh Adnan.
Kringggg!
Bel surgawi bagi siswa-siswi berbunyi, semuanya telah berhamburan keluar untuk bersemayam ditempat tongkrongannya masing-masing. Dan seperti biasanya Bilqis segera mengajak gadis mungil itu kekantin, tentu saja hal ini merupakan kesempatan bagi Evans untuk memulai rencana busuknya.
"Hy Na, apa kabar?. " Sapa Evans basa-basi.
Wajahnya Anna yang semula ceria berubah menjadi murung dalam hitungan detik.
"Eh, hy. Aku baik kok. " Sahut Anna sambil tersenyum paksa.
"Kalian sudah saling kenal?." Tanya Rey penasaran.
"Iya dong, dulu kami satu sekolah bahkan satu kelas. Benar kan Na?. " Ujar Evans sambil tersenyum manis namun bagi gadis mungil itu sangat menyeramkan.
"Iya." Jawab Anna singkat.
Kemurungan gadis mungil itu masih terlihat sangat kentara diwajahnya sehingga membuat Rey merasa curiga.
"Anna kenapa wajahmu terlihat murung? Apa kau tak menyukai keberadaan Evans disini?. " Tanya Rey curiga.