webnovel

Bagian Enam: LOVE, AGAIN

Saat ini, umurku sudah 23 tahun. Sepertinya selebaran poster orang hilangku sedikit demi sedikit sudah mulai berkurang. Entahlah, mungkin ibu sudah lelah untuk mencariku atau mungkin saja Mario yang sudah lelah dengan semuanya. Aku sih lega memikirkan itu semua. Karena jujur saja, aku sudah setahun tinggal di kosan Bu Michelle di sini. Aku sudah terlanjur nyaman dengan ini semua. Apalagi Genta dan kawan-kawannya yang makin dekat denganku. Sudah tidak diragukan lagi, aku juga tidak khawatir dan ketakutan seperti dulu. Aku sudah resmi menjadi pengurus kosan ini, Bu Michelle sudah percaya denganku. Dia juga sudah berani untuk menyewa penjaga (security) yang sudah kami saring bersama dengan Alex, yang kebetulan dia bekerja di posisi Rekrutmen di kantornya. Dia pasti lebih tau, mana orang yang profesional dan mana yang bukan.

Cynthia menceritakan kisahnya padaku, siapa dia sebenarnya. Saat acara Imlek, bu Michelle yang lebih akrab kami panggil, Bu El, membelikan kami beberapa bungkus nasi campur babi. Makanan itu sudah dibelikan untuk seluruh penghuni kosan, tidak terkecuali karyawannya seperti aku dan para penjaga. Kami berkumpul di atap gedung dan mulai menggelar acara. Yang kukenal hanya Genta, Alex, Cynthia, dan Herman saja. Sementara penghuni lain tidak kudekati, hanya kenal saja karena biar bagaimana mereka penghuni sini juga. Dan aku tidak begitu dekat karena sebagian dari mereka sibuk dan sering ke luar rumah. Mungkin mereka lebih sering nongkrong dengan kawan-kawannya. Entahlah, aku tak begitu pedulikan.

"Eh, Brin. Enak gak nasinya? Itu saya beli di tempat langganan lho?" Kata ibu El sembari meminum segelas Chardonnay. Di atap gedung ini, halamannya sungguh luas. Ada kanopi sebagai atapnya, sofa empuk, meja makan, ada hot tub juga kolam renang. Kolam renangnya di gedung ini terdapat dua. Yang satu ada di lantai bawah, belakang halaman gedung, lebih luas dari yang ada di atas. Karena harga sewanya yang fantastis inilah, aku juga mendapat penghasilan yang lumayan besar di sini. Bu El sangat baik padaku di sini, dia sudah kuanggap seperti ibu sendiri. Dia juga menerimaku yang begini adanya, saat selebaran itu muncul, hal yang dia lakukan adalah menjagaku dan menyuruhku untuk tetap tinggal di sini. Yang lain juga begitu, mereka semua menjagaku dengan baik. Tapi traumaku dengan rasa takut itu kembali lagi dan Bu El menyarankanku seorang psikolog kenalannya untuk datang ke kosannya. Aku melakukan beberapa konsultasi dan terapi untuk mengurangi rasa takut itu. Hal ini didukung oleh Genta, dia yang menemaniku selama terapi berlangsung. Dia terlihat sangat peduli padaku meski kami tidur di satu unit.

Rasa sukaku mulai muncul kembali setelah sekian lama aku tidak merasakan hal itu lagi. Jarang dibelai? Bukan itu. HAHAHA. Aku... Jujur saja, aku sudah lama tidak merasakan bagaimana rasanya mencintai, aku selalu dikejar orang yang menyukaiku. Rasanya itu aku ingin suka dengan dia lebih dulu. Bukan mereka yang mengejar tapi aku. Aku selalu terkesan dengan Genta sejak pertama kali kami bertemu di kereta itu. Dia benar-benar beda dari yang kukira. Bahkan hingha sekarang dia masih belum peka kalau aku suka padanya. Bagaimana aku bisa mengucapkan kata itu tanpa mengurangi rasa benci dan menyinggung dia? Dari yang kudengar, biasanya kalau kita menyatakan cinta itu pasti orang itu akan merasa tersinggung dan terganggu. Aku tidak mau jika dia muncul perasaan itu, tapi bagaimana caranya?

Tiap kali aku ingin bilang, aku selalu mengurungkan niat itu, aku tak mau aksiku diketahui oleh siapapun. Tapi sepertinya, hal ini sudah diketahui oleh Cynthia dan Herman. Bodoh sekali diriku ini. Mereka sudah tahu hal ini karena gerak-gerikku sangat kentara. Sementara Alex itu agak bodoh, jadi dia biasa saja, malah tidak menyadari kalau aku suka dengan temannya. Pengakuan ini dinyatakan oleh Herman, dia mengiyakan kalau Alex memang ceroboh dan tidak peka terhadap lingkungannya, termasuk pada teman-teman dan kekasihnya, Herman. Itu membuatku cukup lega, karena aku tidak mau semua orang harus tahu dengan ini. Walau begitu, aku tetap sayang dengan Alex.

"Hayo, lo mau ngapain?" Kata Cynthia sambil menepuk punggungku. Aku hanya tersenyum nyengir menengok ke belakang, rupanya mereka sudah ada di belakangku. Saat itu, aku mengintip Genta yang sedang berolahraga di ruang gym. Ada rasa senang di hati karena dia tidak memakai baju, hanya celana pendek saja. Ya, jujur saja, itu membuatku bahagia. Semua orang pasti begitu, ya 'kan? Siapa yang tidak tergila-gila melihat hal itu, ada di depan mataku walau terasa begitu jauh.

"Eh, kalian. Enggak kok, gue tadi mau mergokin orang yang mau nyolong botol itu." Jawabku sambil menunjuk botol minuman yang ada di dalam ruang gym. Ruangannya berkaca di depan dan belakangnya jadi bisa dilihat orang lain yang lewat. Tentu saja, botol itu kepunyaan Genta, aku hanya mengarang supaya dua orang ini segera pergi. "Goblok, ngapain ni orang berdua pake ngeliat gue segala." Pikirku sembari senyam-senyum saja.

"Oh, itu kan botolnya si Genta. Udeh deh, lu jangan ngarang bebas. Gue tau lu lagi ngintipin dia. Kalo lu suka sih mending lu samperin deh, Brin." Herman mengejekku tapi dia ada benarnya, aku bingung... Aku ini cuma gadis culun yang gak bisa melakukan hal seperti itu, apalagi orang itu adalah orang yang kusukai. "Apaan sih lu, siapa juga yang suka sama si Genta. Jelek gitu, mana ada ganteng-gantengnya." Cynthia dan Herman saling menatap, "Perasaan si Eman gak bilang kalo Genta ganteng deh, Brin. Hahaha... Makin kentara kalo lo suka sama si Genta!" Mereka berdua menertawakanku, keras sekali sampai akhirnya Genta keluar dan bertanya, "Loh, ada kalian? Ngetawain apaan sih, seru banget? Kalo julid tuh ngajak-ngajak dong, jangan dinikmatin sendiri. Eh, Sabrina. Kamu udah makan siang? Aku nanti abis nge-gym mau mesen makanan, kamu mau gak?" Tiba-tiba saja dia mengajakku makan siang bareng? Ada apa ini? Aku hanya bisa bengong sampai akhirnya, "Heh, Brin ditanyain tuh mau makan bareng gak?" Cynthia menimpa omongan Herman, "Udah, Man. Kita gak boleh ganggu, biar mereka seneng-seneng aja berdua."

Sebenarnya yang diajak makan itu bukan hanya aku saja, tapi Herman dan Cynthia juga namun sepertinya mereka saling memberi kode untukku bisa berduaan dengan Genta. "Gak, sorry. Kami berdua mau cabut, soalnya ntar gue mau manggung bentar lagi, ya 'kan Cyn?"

"Oh iya, bener banget. Gue harus nemenin si Eman soalnya kan Alex lagi WFH juga di kosan jadi pada sibuk masing-masing. Ni gue mau cabut anterin langsung. Have fun ya!" Cynthia mengedipkan mata sambil lambaikan tangannya pada kami berdua. Aku ditinggal sendiri bersama Genta yang saat ini kondisi badannya masih berkeringat karena dia berolahraga dengan keras tadi. Aku sampai menelan ludah melihat keseksian tubuhnya yang aduhai itu. Aku gak bisa bayangkan, bagaimana jika aku mengelus perutnya yang keras itu.

"Bri, keep it together! You're not a—" Ternyata sedari tadi Genta mencoba menyadarkanku, "Heh, kamu gapapa? Brina? Sabrina?" Aku sangat malu begitu sadar aku sedang menatap keringatnya yang mengucur dari dada hingga otot perutnya. "Iya, Gen. Aku gapapa. Hehe, maaf ya aku tadi kehausan." Begitu aku bilang, dia segera masuk dan mengambil baju serta tasnya. Dia juga menarik tanganku ke atas, kami masuk ke sebuah pantry. Di sana dia membeli minuman di vending machine dan menyuruhku duduk. "Peka juga, ya..." Pikirku dalam hati. "Kamu pasti kehausan abis ngeliatin aku nge-gym, 'kan?" Katanya sambil mengenakan baju dan saat aku sedang minum, aku tersedak. Kenapa dia bisa tahu? Aku melamun selama beberapa detik,

"Kok—" Belum selesai aku bicara.

"Ya, taulah. Dari tadi kan kamu aja yang ngintipin aku di ruang gym terus Cynthia sama Herman mergokin kamu deh dan mereka alesan mau pergi padahal—"

"Udah stop sampe situ, oke? Ya udah aku ketahuan ngintip, aku minta maaf sama kamu tapi beneran deh, aku gak ada rasa apa-apa sama kamu."

"Serius kamu?"

"Iya, serius banget, Genta."

Dia meyakinkanku sambil memamerkan otot bisepnya di hadapanku. Untung saja pantry-nya sedang kosong, tidak ada siapapun di sini. Aku juga tidak mengharapkan apa-apa darinya. Omong-omong, bisepnya terlihat indah sekali. Apakah ini rasanya jatuh cinta pada pandangan pertama? Aku tak tahu, aku tak tahu apapun mengenai cinta-cintaan seperti ini. Apa aku sedang bermimpi? Oh, tentu tidak. Aku sedang menatap Genta yang saat ini sedang merayuku dengan otot bisepnya yang mempesona. Cukup dengan otot ini dan itu.

"Gak, Genta. Aku cuma menyukai fisik kamu yang keliatan waduh banget buatku. Jujur aja, badannya Rio itu sama kayak kamu tapi kamu tuh beda banget sama dia. Kamu tuh BEYOND sexy rather than him tau."

"Oke. Makasih udah bilang gitu. Aku tersanjung loh sama pujaan kamu. Tapi apa bener kamu gak ada rasa apa-apa sama aku?"

"Beneran enggak." Padahal ada tapi aku takut. Sungguh takut.

"Gak usah takut, Brin. Aku gak gigit kok kalo emang kamu suka sama aku, ya gak masalah. Justru aku seneng, akhirnya ada yang suka sama aku."

"Kok kamu bisa spekulasi gitu?"

"Ya, kan kamu tau aku ini transpria yang terlahir sebagai perempuan. Tapi sekarang aku sih udah cowok banget, 'kan?"

Dia flexing ototnya lagi dan memamerkan otot perutnya padaku, bahkan dia mengizinkanku untuk memegangnya! Senang? TENTU SAJA. Ini seperti mimpi yang jadi kenyataan.

"Iya, kamu tuh cowok banget. Udah ganteng, seksi, duh... Siapa sih yang gak klepek-klepek sama kamu? Aku aja kesemsem liat kamu tadi keringetan kek gitu."

"Nah kan, ketauan deh niat kamu. Hihihi."

"Apaan sih? Udah deh, jangan ngerayu. Kamu tuh cowok seutuhnya, udah jangan mikirin yang itu-itu lagi. Katanya mau makan, ntar keburu sore nih. Aku laper banget abis ngeliatin kamu hahaha."

Selang beberapa jam, aku diajak pergi dengan Genta ke sebuah restoran Korea. Mereka menyajikan makanan ala Korea, tentu saja. Tapi mengusung konsep makan sepuasnya.

"Serius mau makan di sini? Kirain mau mesen online aja trus makan di kosan?"

"Gaklah di sini aja. Kan enak, makanannya bisa milih sendiri dan kamu bisa makan sepuasnya juga. Aku tau kamu pasti belom makan dari pagi, ya 'kan?"

Ada benarnya sih, aku memang belum makan dari pagi karena sibuk mengurus kosan sampai aku lupa sarapan dan makan siang. Untung saja ada Genta.

"Iya sih, tapi ya udahlah selama aku ditraktir sama kamu, aku gak bisa nolak tawaran ini. Makasih, Genta."

"Sama-sama, cantik."

Apa barusan dia merayuku lagi? Sepertinya iya, dia memang merayuku. Dan aku menyukainya. Kami makan selama 2 jam, saat itu restorannya agak sedikit kosong, jadi kami bisa leluasa ngobrol sampai puas. Baik Genta maupun aku, kami doyan makan-makanan seperti ini jadi aku menikmati dengan tenang dan senang juga. Perutku senang, hatiku riang. Jujur, sejak aku bertemu dengan Genta, hari-hariku terasa berbeda. Sudah setahun lamanya aku mengenal dia, rasa sukaku terhadap dia juga makin mencuat keluar yang pada akhirnya aku memberanikan diri untuk bicarakan soal isi hati ini.

"Genta, nge-date yuk!" Dia tersedak mendengar hal ini. Dan aku menyuruhnya untuk minum.

"Akhirnya..."

"Akhirnya apaan sih? Kok ngomong gitu?"

"Ya, akhirnya Sabrina ngajak aku nge-date! Hahaha..." Dia menertawakanku setelah tersedak selada dari hidungnya. Jorok banget.

"Dih, awas tuh seladanya ntar keluar dari mata bukan hidung kamu lho."

"Hahahaha... Iya, aku mau."

Aku masih gak percaya dengan kata-katanya sampai akhirnya aku teriak dan sampai dilihat orang. Sungguh memalukan tapi aku juga senang! Aku meminta maaf pada orang lain yang mendengar teriakanku barusan.

"Kamu nih, gak usah histeris gitu kali. Hahaha!"

"Ya maap, aku kan belom pernah kayak gini sebelumnya. Tapi kamu serius mau jadian sama aku?"

"Iya, aku mau beneran."

"Ya udah abis ini, kita nonton film ya? Ya, ya, ya, boleh ya?!"

"Iya, abisin makanannya dulu, 10 menit lagi kita cabut."

Setelah makan, aku ajak dia untuk nonton bioskop. Aku pilih film horor karena aku mau tau apa dia penakut atau tidak. Ya, menurut informasi dari Cynthia, dia ternyata takut banget untuk nonton film yang aku pilih.

Selama nonton, dia memegang lenganku karena ketakutan dan sempat juga teriak karena kaget. Hampir semua orang juga teriak, termasuk aku. Tapi setelah itu aku hanya bisa menahan tertawa saja melihat kelakuan dia ketakutan setengah mati.

Hubungan kami sudah berjalan selama dua bulan lamanya, kami juga telah mendapatkan persetujuan dari Herman, Cynthia, dan Alex. Alex ini orang yang paling lambat tahu tentang hubunganku dengan Genta. Walau begitu, mereka semua sudah kuanggap seperti keluarga sendiri. Aku tidak akan melupakan kenangan seperti ini untuk selamanya. Bu El juga sudah kuanggap seperti ibuku sendiri. Aku hampir tidak pernah memikirkan masa laluku lagi. Aku juga tidak tahu bagaimana kabar teman-teman lamaku seperti apa. Aku tidak tahu seperti apa mereka sekarang, namun aku juga tidak melupakan wajah mereka yang dulu. Rasa cemasku mulai muncul, aku ingin tahu bagaimana kabar mereka saat ini? Kemudian, aku merencanakan untuk melakukan pencarian bersama kawan baruku. Mereka ingin msmbantuku mencari kawan lamaku yang sudah lama hilang tidak bertemu denganku.

Jujur saja, aku kangen sama mereka semua. Mereka memang bukan yang terbaik bahkan salah satunya adalah pengkhianat dari hubunganku dulu dengan Samantha. Tapi itu sudah masa lalu, aku tak mau terlalu larut dalam masalah yang itu-itu lagi. Aku harus move on dan sudah memaafkan perbuatan Serena kepadaku. Aku tidak mau ada rasa benci antara aku dengan dia. Kami mulai mencari melalui nama-nama mereka di media sosial.

Pertama, aku harus mencari Christian Simatupang di kolom pencarian Google. Tentu saja kami menemukannya dengan mudah. Namun, anehnya aku tidak dapat temukan orang yang bernama Samantha Hailey di akun Instagram miliknya. Tidak ada satu pun namanya atau yang terafiliasi dengan orangu mana pun terkait Samantha. Entah, apa pertemanan mereka sedang bermasalah atau tidak. Aku sungguh tidak tahu apapun dengan masalah ini. Aku kesulitan mencari Samantha ada di mana karena aku tidak bisa temukan akun media sosialnya. Yang kutemukan adalah Christian dan Serena saja. Di akun Serena juga ada akun yang terhubung, bukan terhubung sih, tapi lebih seperti kontak yang disarankan untuk diikuti dan itu adalah Mario. Mantan kekasihku yang sangat kutakuti dan tentu aku menghindarinya.

Aku dibantu Cynthia yang ternyata seorang peretas handal. Dia membuat akun palsu untuk mencoba menghubungi Serena, aku lihat di akun Serena ada sebuah sorotan yang dibuat dengan nama, "Maafin gue." Kami menonton video itu bersama yang kira-kira berdurasi 3 menit. Itu adalah video sebuah permintaan maaf yang dibuat khusus untukku. Video itu diunggah sekitar enam minggu lalu. Masih segar dan bahkan di tiap postingannya, dia bersama dengan Christian masih mencariku. Ada secarik desain poster orang hilang, rupanya poster itu dibuat oleh Serena sendiri. Dan di postingan kedua, aku melihat mereka menyebarkan posterku ke beberapa orang di sejumlah wilayah Jakarta hingga Bogor. Mereka dibantu beberapa orang, aku tidak tahu orang-orang itu siapa, mungkin itu temannya. Yang kulihat, akun itu masih aktif hingga saat ini. Tiap story Instagram-nya, Serena dan Christian selalu ada kesempatan untuk mencariku dengan upaya semampu mungkin.

Mereka tidak ada hentinya untuk mencariku sementara aku di sini hidup tenang tanpa memberi kabar. Ya, bagaimana aku mau memberi kabar jika aku tidak punya akses untuk mencari keberadaan mereka semua. Dan lagipula saat aku kabur dari rumah, aku tak membawa ponselku juga. Jadi aku hanya membawa yang kuperlukan saja yaitu dompet yang berisi eKTP dan lain sebagainya. Aku sungguh terharu dan menangis mendengar video tadi dan beberapa postingan lain di akun Serena. Betapa terkejutnya aku melihat perjuangan mereka yang pantang menyerah untuk mencariku. Sampai dia membuat story baru lagi yang bertulisakan begini.

"Sabrina, kalo lo masih hidup di luar sana. Kabarin gue langsung di akun ini ya. Gue sama Serena kangen banget sama lo. Gue mencoba untuk berpikir positif kalo lo masih ada. Jujur aja, setiap kali ada berita kecelakaan dan kematian, kita berdua orang yang paling khawatir sama keadaan lo. Rena langsung loncat dari ranjangnya begitu ada kabar duka dari mana pun. Dia takut, gue juga takut. Tante Daisy juga tau hal ini, dia masih sayang sama lo, gak peduli sama hal lain termasuk Rio. Yang dilakukan Rio itu emang salah banget dan itu bikin lo ketakutan trus kabur. Kami berharap kalo lo baca story ini, lo segera hubungi lewat DM, Bri. Kami semua kangen sama lo. Nyokap lo udah maafin lo. We miss you so much, dear. Please come home soon."

Semua mata tertuju padaku dan kami berpelukan, aku menangis setelah baca Instagram story baru Serena. Cynthia segera menghubungi mereka lewat DM, dan bilang, "Gue tau di mana Sabrina berada. Temui gue di FX Sudirman siang ini, jam 14:00, tolong jangan beri tahu ibunya dulu, apalagi polisi. Kalian berdua segera temui gue di sana. Btw, keadaan Sabrina baik-baikam aja selama tinggal di sini."

Kami menemui Christian dan Serena di lokasi yang telah ditentukan. Cynthia menyuruhku untuk tetap tinggal di mobil dulu sampai dia memberi aba-aba untukku keluar. Kami berempat saling menunggu. Genta meyakiniku untuk tetap tegar dan sabar dengan semua ini. Cynthia memakai hoodie pride Aromantik kesukaannya dan rambutnya terlihat cantik banget, memakai kacamata ungu. Lalu, kulihat ada dua orang yang menghampiri Cynthia, mereka mengenakan kemeja motif bunga yang sama, seperti pasangan. Kemejanya lucu sekali, pikirku.

Mungkinkah itu Christian dan Serena?

Creation is hard, cheer me up! VOTE for me! Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation! Like it? Add to library! Have some idea about my story? Comment it and let me know.

cat5imscreators' thoughts