webnovel

Bagian Empat: HIM

...dia adalah seorang pengkhianat yang secara diam-diam sudah mematai hubungan kami. Sungguh, aku tidak benar percaya dengan apa yang kudengar dari mulut Rio.

"Gua punya mata-mata di sini. Dan orang itu adalah cewek lo, Chris! News flash, dia itu udah gua bayar untuk mata-matain Sabrina sama si cewek jadi-jadian itu. Keren gak?"

Aku hanya bisa terdiam mendengar kata-kata itu dari mulut yang dilontarkan Rio. Pikirku, dia pasti jujur, tidak mungkin mengarang cerita. Ini sungguh gila. Reaksi Tian juga sama sepertiku, dia hanya terpelongo mendengarnya sambil bertanya-tanya.

"Apa yang dibilang sama Mario itu bener, sayang? Kamu gak boong sama aku, 'kan? Kamu bilang, dia cuma temen kamu. Yang, ini gak bener, 'kan? Jawab aku." Tian menanyakan itu berulang kali pada Rena. Dia bingung sama seperti aku yang sedari tadi mendengarnya saja. Hujan yang cukup lebat, membasahi tubuhku, Sam, dan Rio pada saat itu. Gaunku basah kuyup, tapi hal itu tidak kupikirkan sama sekali karena aku masih syok dan tidak tahu harus berbuat apa dengan ini semua. Kemudian, Rena menjawab pertanyaan itu dengan terbata-bata.

"A-aku bisa jelasin semuanya." Tian mengelak dan meniban keluhannya, "Jawab aku, apa yang dibilang sama Mario itu beneran?" Rena menangis dan menlanjutkan kalimatnya, "Y-yes, babe. He's right, but I can explain everything right now. Dia emang temen aku, kami pernah ketemu di seminar setahun lalu. Dan akhirnya kami saling tuker kontak untuk ngobrol dan ketemu aja tanpa lakuin apapun apalagi sampe berhubungan seks. Gak, aku gak semurah itu. Tolong dengerin cerita aku dulu. Aku mohon, dengerin dulu." Kata Rena sambil memegang tangan Tian erat-erat dan menyuruh kami untuk berteduh. Dia menceritakan kejadian di mana mereka bisa bertemu di sana. Aku membantu dan menopang Sam untuk duduk di pelataran lalu berteduh bersama di antara Tian dan Rena menceritakan hal itu.

Tendanya terlihat bagus, simpel, tapi juga cukup kokoh untuk melindungi kami dari hujan itu. Beberapa tamu ada yang berteduh di gedung, tapi juga ada yang terpaksa harus pulang karena pernikahan ini jadi harus batal karena ulah Rio. Meskipun begitu, kami semua tetap masih di sini sambil mendengarkan Rena dari kejadian sebenarnya.

"Sekitar setahun lalu, aku pernah ketemu sama Mario di seminar EF di Boston. Tempatnya rame banget dan kebetulan aku diundang di acara itu sebagai peserta aja. Kami gak sengaja ketemu di sana. Dia duduk di sebelahku, dia juga nganterin aku pulang karena gak taunya dia juga tinggal di hotel yang sama kayak aku. Tapi jujur, aku gak naro rasa sama dia, malahan biasa aja. Aku anggep dia kayak abang sendiri. Terus sekitar tiga bulan setelahnya, aku kenal sama kamu, Chris. Begonya, aku juga sampe ceritain hubungan kita sama dia. Aku ngiranya juga gak masalah karena biar gimana juga 'kan dia temenku juga. Dia tau pas aku mulai kenal sama kamu, Chris. Karena secara gak langsung dia kenal juga sama kamu dan Sabrina. Jadi kami mulai ngobrol banyak hal tentang semuanya. Kami ngobrolin rencana ini buat mata-matain kalian. Jujur aja, aku juga dibayar buat lakuin ini semua karena aku bener-bener lagi butuh uang buat keperluanku selama aku tinggal di sana. Saat itu juga aku belom ada tawaran kerja seperti sekarang. Jadi aku harus cari-cari uang tambahan, termasuk terima tawaran dia. Aku juga udah pikirin mateng-mateng soal ini tapi aku lagi butuh uang buat nutupin keseharianku. Aku mohon sama kalian, aku minta maaf kalo aku udah salah. Memang aku gak berpikir panjang, aku egois dan sebagainya. Gapapa aku mau dibilang apa, itu terserah kalian. Tapi aku minta maaf dari lubuk hatiku."

Kami semua di sini hanya mendengar keluh kesah Rena yang tiba-tiba menangisi perbuatannya. Aku benar-bemar tidak percaya, dia bisa lakukan itu padaku dan Sam. Namun, hal itu membuatku berubah tidak suka pada Rena. Sam juga, dia timbul rasa benci dan marah padanya. Hujan yang dari tadi deras sekarang sudah makin mereda. Beberapa tamu ada yang menanyakan keberlangsungan acara ini. Raut wajah Rio yang masih kesal secara tiba-tiba saja dia menarik tanganku dan menyuruh untuk kembali pulang ke Jakarta. "Ayo kita pulang, aku bakal aduin ini semua ke ibu kamu." Aku hanya bisa diam, begitu juga Rena yang masih menangis dalam dekapan Tian. Sementara Sam cuma bisa pasrah menghadapi semua ini. Dia melepasku tanpa ada perlawanan lagi, dia juga membisik dari jauh dengan menggerakan mulutnya untuk bilang, "Maafin aku." Sambil tersenyum sedih.

Semua sudah hancur. Rencanaku untuk menikah dengan Samantha Hailey sudah dibatalkan secara paksa. Thanks to Mario, aku langsung masuk ke mobilnya dengan gaun yang masih dalam keadaan basah kuyup. Teriakan Rio masih saja terngiang-ngiang di pikiranku. Dia masih marah denganku, terutama pada Sam. "Kamu tenang aja, kamu sekarang aman sama aku. Kita pulang dan sesampai di sana, kamu harus ceritain semuanya ke ibu. Tapi yang terpenting, aku mau kamu mandi dulu biar rapih dan wangi lagi. Yang aku lakuin ini adalah rasa sayang aku sama kamu. Aku gak pernah setuju kalo kamu nikah sama orang itu. Aku gak paham sama orientasi seksual kamu kok bisa begitu? Kamu kayaknya harus ke psikolog deh minta bantuan biar gak gitu lagi. Aku gak mau kehilangan kamu lagi, sayang." Lalu dia mengecup dahiku. Sungguh aku pingin nangis dan teriak sekencang mungkin.

Mimpi burukku baru dimulai saat ini. Aku merasa kalo ini semua hanyalah mimpi. Dan mimpi itu terasa nyata bagiku karena aku mengalaminya sendiri. Ini benar-benar gila sampai aku harus menghadapi ini sendirian.

Sementara di altar, Sam menangis dan pergi sambil menendang altar kayu yang indah itu. Tian mengabariku lewat chat kalo Sam sudah pergi, dia kelihatan sangat depresi dengan kejadian tadi.

Sesampainya di parkiran hotel, Rio memberikan aku jaketnya untuk dipakai padaku. Dia tak ingin aku terlihat bodoh walau memang itu kenyataannya. Aku benar-benar kacau. Selama aku jalan ke lobi hotel, kami dilihat banyak pengunjung di sana. "Gak usah liat-liat, dia bukan binatang yang bisa kalian tonton seenaknya aja." Begitu kata Rio yang memarahi orang-orang yang melihat kami. Kami masuk ke lift hotel, kami naik, dan segera masuk ke kamar, aku duduk di sofa sembari mengusap air mataku dan membersihkan dadanan di wajahku dengan tisu dan kapas. Rio mengambil kursi dan duduk di depanku.

"Soal putusan aku buat bawa kamu ke psikolog gak akan aku lakuin. Aku sadar kalo kamu ternyata biseksual, aku bisa maklumin itu tapi kalo kamu pacaran sama cewek kek gitu, aku gak bisa diem gitu aja, Bri. Dia tuh cowok loh, kamu gak liat mukanya masih maskulin gitu? Kamu boleh punya pacar cewek, tapi gak sama dia. Tapi sekarang aku mau kamu fokus sama hubungan kita. Ibu harus tau semuanya atau nanti aku aja yang cerita kalo kamu gak mau." Rio sempat mengancamku untuk bilang semua kejadian ini dengan ibuku. Kalau tidak, dia akan bikin hidupku jadi sengsara. Seorang pria paruh baya ini akan buat hidupku menderita, lebih parahnya lagi kalau aku sampai adukan ini pada Tian, dia akan buat aku tak akan bisa bertemu dengan ibu lagi. Aku sangat ketakutan saat itu. Aku juga tak bisa berbuat apa-apa. Ini semua salah Rena. Dia sudah menghancurkan semua rencanaku dari nol. Aku langsung bergegas untuk membersihkan diriku dan siap-siap mengenakan pakaian. Tas serta koperku sudah ada di kamar Rio, dia sudah menyiapkan semua setelah aku berangkat ke resepsi pernikahan.

Aku mulai menangis lagi. Aku merasa menyesal sudah membohongi Sam. Aku merasa bodoh sudah melakukan hal ini. Aku tidak seharusnya seperti ini. Apa yang harus kulakukan? Aku bingung tapi Rio hanya menyeka air mataku dan memelukku. "Sekarang, aku mau kamu lupain cewek itu, dia bukan siapa-siapa, aku akan selalu ada di sini sama kamu. Kamu mandi dan tidur karena besok kita bakal langsung pulang." Mana bisa aku lupakan Sam semudah ucapannya. Aku merasa bodoh sudah membohongi Sam. Aku tahu kalau dia pasti mengalami depresi lagi. Aku minta maaf. Rencananya Rio yang akan lakukan perjalanan bisnis hanyalah tipuan belaka. Mereka sudah rencanakan ini sebelumnya, jadi mereka tau alurnya daripada aku.

Keesokan harinya, kami keluar kamar dan turun ke lobi untuk melakukan check-out. Kami berdua langsung pergi ke parkiran mobil untuk siap-siap pulang. Tanganku tremor saat ingin ambil minum di rak depan. Rio memegang tanganku dan menciumnya sambil bilang, "Semuanya bakal baik-baik aja kalo kamu nurut sama aku. Udah siap, sayang? Pasang seatbelt kamu dan kita berangkat ke bandara."

Walau Rio bilang seperti itu namun hatiku tetap tidak bisa menerima semuanya. Aku malah tidak yakin, Sam akan menerimaku lagi sebagai temannya. Kami berdua jalan menuju bandara sekitar pukul 14:00 WITA. Jarak dari hotel yang diinapi Rio ke hotel kami menginap hanya sekitar 30 menit dengan menggunakan mobil. "Aku boleh setel lagu ya, biar pikiran dan hatiku jadi tenang?" Rio hanya mengangguk tersenyum. Sepanjang perjalanan aku menyetel lagu untuk menenangkan pikiranku.

"Kamu pasti bisa, Bri. Aku maafin kamu walau itu nyakitin hati aku. Demi ibu kamu, aku bakal lakuin apapun buat lindungin kamu sama ibu. Sam gak pantas buat kamu. Dia gak akan bisa jamin kebahagiaanmu sepertiku. Percaya deh, Bri." Rio tidak tahu apa-apa. Dia tidak mengenal Sam sebaik diriku. Aku kesal dengan perjodohan yang dilakukan oleh ibuku tapi aku juga tidak bisa melawan kemauannya. Beliau adalah keluargaku satu-satunya. Aku hanya takut tidak bisa membuat ibu bahagia dengan permintaannya menikah dengan Rio.

Rio memang sosok pria idaman para wanita namun apakah dia bisa membuatku bahagia sampai akhir nanti? Sesampainya di bandara Ngurah Rai, kami berdua langsung masuk ke terminal keberangkatan untuk check-in penerbangan ke Jakarta pukul 16:50 WITA. Tian mengirimiku pesan yang bercerita panjang lebar tentang Sam yang membuang sebagian barangku yang ada di kopernya ke tempat sampah. Dia sungguh kesal padaku dan Rena. Kupikir semalam dia minta maaf padaku tapi ternyata emosinya malah meluap saat tau kalau Rio adalah pacarku dan dia akan melamarku juga dalam waktu dekat ini. Traumaku belum beres dan aku harus hadapi semua ini seperti terjadi apa-apa sebelumnya. Ini memang bukan salah siapapun. Aku tidak bisa menyalahkan Rena begitu saja walu aku tau yang dia lakukan itu salah. Aku juga sudah membohongi Sam soal hubunganku dengan Rio.

Tian juga bilang melalui telpon kalo Sam tidak akan pulang, artinya dia akan tinggal beberapa hari untuk menenangkan hatinya. Rena tidak enak hati, tapi suaranya terdengar ditelpon, "Chris, ayo kita pulang. Aku rasa kita harus beri mereka waktu di jarak yang aman. Kamu tau kalo Sam itu cepet marah. Aku gak mau nanti dia bisa lukain aku kapan aja. Kamu udah denger kan penjelasanku semalem gak bisa diterima oleh mereka. Oh iya, Bri, kalo lo masih ditelpon, tolong maafin gue ya. Gue gak ada maksud jahat buat hancurin pernikahan kalian. Gue bener-bener nyesel sekarang. Semoga lo bisa bahagia sama Mario ya." Lalu, Tian juga minta maaf padaku, pamit, dan akan menyusul kami untuk pulang meninggalkan Sam di daerah Kuta.

Pesawat kami terbang tepat di pukul 16:50 tanpa ada keterlambatan. Dan tiba di Jakarta satu jam setelahnya.

Lalu aku mengirim pesan teks pada Sam.

"Maafin aku udah jadi sahabat sekaligus pacar yang buruk dan boongin kamu selama ini. Alasan utamaku adalah karena ibuku mau kalo aku nikah sama seorang pria. Jadi, beliau jodohin aku sama Mario. Kami bertunangan saat aku selesai kuliah, seminggu setelah kamu lamar aku. Aku sadar kalo salah lakuin ini karena aku juga sayang banget sama kamu dan aku juga udah boongin Mario. Kami baru kenal selama 6 bulan lamanya. Gak selama kamu yang udah aku kenal ±4 tahun lamanya. Sekali lagi, aku minta maaf. Aku gak bermaksud untuk sakitin hati kamu. Semoga kamu bisa cari pengganti aku, Sam.

Salam sayang,

Sabrina."

Pesannya hanya centang satu dan fotomya tidak ada, aku bergegas chat dengan Tian, apa yang terjadi dengan Sam? Kenapa akun kosong secara tiba-tiba di akunku? Setelah beberapa menit, Tian balas pesanku, "Gak kenapa-napa, ini masih ada fotonya. Kayanya lo diblokir deh? Biarin aja dulu. Tunggu reda. Jangan telpon atau chat, pokoknya jangan ganggu dia dulu. Emosinya masih meluap-luap. Emangnya lo ngirim apa?" Aku hanya balas kirim permintaan maaf dan meneruskan pesanku ke Tian dan minta tolong kirimkan ke Sam jika nanti emosinya sudah membaik. Dia mengiyakan permintaanku.

======================================

Satu masalah sudah selesai. Tinggal tersisa satu lagi yaitu menceritakan semua kejadian ini secara langsung dengan ibu. Beliau itu orang yang sangat sulit untuk bisa dimengerti. Butuh waktu yang sangat lama untuk bisa memprosesnya. Di perjalanan pulang setelah aku dan Rio terbang dari Bali, aku segera menelpon ibu untuk mengabarkan kalo aku pulang hari ini dan tentu saja, ibu bertanya-tanya tentang keadaanku. Saat aku telpon, aku diperhatikan oleh Rio, dia memberiku gestur kalau aku sampai salah omong, aku akan dibuat menyesal. Selama perjalanan, Rio mampir ke klinik terdekat. Meski begitu, dia benar-benar telaten mengurusku hingga keadaan membaik. Sungguh aku tidak enak hati padanya. Aku sudah membuat repot dirinya.

"Maafin aku kalo udah ngerepotin kamu." Kataku sambil meminum air mineral. Rio hanya menggelengkan kepala sambil bilang, "Gak perlu. Dari awal kamu udah ngerepotin aku. Aku sih seneng banget bisa ngurusin kamu. Tenang ya, bentar lagi sampe kok." Aku memegang tangannya. "Kamu juga gak usah khawatir soal kejadian kemaren, aku pasti bakal ceritai semuanya sama ibu. Jadi aku mohon banget, jangan kamu ancem aku yang aneh-aneh. Mulai sekarang, aku bakalan nurut sama kamu. Aku sayang banget sama ibu."

Rio hanya tersenyum mengangguk dan mencium keningku. Dia manis sekali sebenarnya, tapi kalo sidah marah wajahnya jadi mengerikan. Sekilas wajahnya mengingatkanku pada aktor bernama Keiynan Lonsdale, dia adalah seorang aktor dalam serial televisi daring The CW garapan DC Comics, "The Flash". Rio berkulit sawo matang jadi terlihat seksi di mata orang-orang.

Aku mencoba untuk melupakan Sam tapi aku juga membutuhkan waktu karena ini juga kesalahanku. Di lain sisi, Rio sangat menyayangiku. Dia ingin menjagaku seperti dia menjaga ibunya saat masih hidup. Aku sangat bangga padanya, dia masih bisa menerimaku. Dan yang terpenting, dia memaafkanku walau tadi kami sempat cekcok masalah pernikahan itu sampai aku diancam. Aku sungguh menyesal dengan yang kulakukan. Aku ingin menebus kesalahanku ini dengan menerima lamaran Rio. Aku harus merelakan kepergian Sam dari genggamanku dan melupakannya dari kehidupanku. Aku harus bisa menjalani kehidupan baruku yang sekarang.

====TO BE CONTINUED====

Suka sama ceritaku gak? Tolong bantu vote juga dong, atau seenggaknya masukin buku ini ke markah kalian ya! Biar aku tetep semangat nulis cerita Sabrina di buku ini.

cat5imscreators' thoughts