webnovel

Bayi Malang

***

Delapan bulan kemudian, Grizelle alias Freya yang saat itu tinggal sendirian di rumahnya merasa perutnya sangat sakit.

"Freya, apa yang terjadi padamu? Aku mendengarmu merintih sejak tadi. Apa kau akan melahirkan?" tanya seorang tetangganya yang bernama Maria.

"Kak Maria, bantu aku. Sepertinya aku akan segera melahirkan," ucap Freya sambil kesakitan memegangi perutnya.

Maria tetangga Freya itu masuk dan menemukan tubuh Freya yang dipenuhi dengan keringat dingin itu.

"Aku akan memanggil dokter," ucap Maria.

"Kak, sepertinya bayiku sudah akan keluar. Bisakah orang lain saja yang memanggilnya? Dan kau temani aku di sini?" pinta Freya sambil memegang tangan Maria, dia sebenarnya merasa sangat ketakutan saat ini.

Maria memahami kekhawatiran Freya.

"Baiklah-baiklah, aku akan meminta Paul untuk memanggil dokter. Kau tunggulah sebentar," ucap Maria, sambil berlari keluar untuk meminta bantuan pada Paul suaminya.

Beberapa saat kemudian Maria kembali dan melihat jika kepala bayi sudah hampir keluar dari jalan lahirnya, mau tidak mau akhirnya Maria—lah yang membantu Freya melahirkan bayinya.

"Freya, bertahanlah ... Dorong dengan kuat, anakmu akan segera lahir," ucap Maria menyemangati Freya agar bisa kembali bersemangat untuk melahirkan buah hatinya.

"Tapi ini sangat sakit Kak. Aku tidak tahu, apakah aku bisa bertahan?" ucap Freya dengan air matanya yang terus menetes menahan kesakitan.

"Dengar Freya, selama ini saja kau sanggup berusaha keras menyambung hidup sendirian. Lantas bagaimana mungkin kau akan menyerah untuk hal ini?" ucap Maria terus mengatakan hal yang baik untuk temannya itu.

***

Satu jam kemudian Freya akhirnya berhasil melahirkan bayinya dengan selamat. Ketika dokter datang dia meminta Maria untuk membersihkan bayinya sedang dia akan memeriksa keadaan Freya.

"Bagaimana keadaanmu Nyonya? Aku melihat putrimu sangat cantik dan bersinar," puji dokter itu sambil tersenyum.

"Dokter, tadi aku merasa baik-baik saja. Tapi mengapa sekarang rasanya tubuhku melemah?" tanya Freya, dia berusaha mengedipkan matanya berkali-kali karena terkadang pandangannya terasa buram dan bahkan menggelap.

"Jangan khawatir Nyonya, aku akan memberikan vitamin agar staminamu kembali pulih kembali," sahut dokter menenangkan Freya agar tidak panik.

Setelah melahirkan, sebenarnya keadaan Freya baik-baik saja. Namun setelahnya keadaan Freya memburuk dan kesadarannya tiba-tiba terus menurun.

Setelah Maria membersihkan tubuh anak Freya, dia membawanya masuk bermaksud memberitahukan pada Freya betapa cantiknya bayi yang baru saja dia lahirkan.

"Freya, lihat putrimu. Dia sangat cantik sepertimu, jadi aku mohon bertahanlah," ucap Maria sambil mendekatkan bayinya yang masih merah itu.

Freya tersenyum mendengar pujian itu.

"Mendiang ayahnya sangat tampan kak, dia mirip dengan ayahnya," sahut Freya, sambil mengusap pipi putrinya.

"Kak, aku tidak tahu mengapa rasanya tubuhku sangat lemah. Aku merasa sepertinya aku tidak punya banyak waktu," ucap Freya pasrah, wajahnya semakin pucat.

"Freya! Mengapa kau mengatakan hal seperti itu!" kesal Maria, dia seharusnya memiliki waktu yang panjang untuk melihat bagaimana putrinya tumbuh. Bukan malah seperti ini.

Tapi tatapan Freya tidak bisa berbohong.

"Kau harus bertahan," ucap Maria lagi, kini tangannya menggenggam tangan Freya yang mulai terasa dingin.

"Kak Maria, boleh aku meminta bantuan—mu?" pinta Freya. Dengan sedikit kekuatannya, dia melakukan hal yang mungkin harus dilakukan seorang ibu untuk terakhir kalinya.

Maria mulai menangis, kemudian menganggukkan kepalanya karena sepertinya benar jika Freya tidak memiliki waktu lebih lama lagi, wajahnya semakin pucat.

"Jika benar-benar terjadi sesuatu padaku. Bisakah Kakak membawa bayi ini ke suatu tempat?" pinta Freya sambil memberikan sebuah alamat yang tertera pada secarik kertas.

"Apa yang harus aku katakan?" tanya Maria. Melihat keadaan Freya yang sekarat saja sudah membuatnya takut.

"Katakan pada mereka jika ini adalah putri Grizelle Kriss Emmanuel Stitch dan bawa juga tas ini juga bersamamu, dan ini ..." Freya mengeluarkan sebuah kalung permata dan memberikannya pada Maria.

"Apa ini Freya?"

"Ini imbalannya, tapi aku mohon kau harus benar-benar mengantarkan bayiku ke sana," pinta Freya. Mungkin hanya itu yang bisa menjamin masa depan putrinya kelak.

Maria akhirnya mengangguk sambil menangis menggenggam kalung itu.

"Maafkan aku Freya, aku masih saja menerima kalung ini. Kau tahu betapa miskinnya aku, jika aku tidak menerimanya. Maka dari mana aku bisa mendapatkan uang untuk membawa bayimu ke sana," ucap Maria tersedu-sedu. Dia merasa sangat malu akan kemiskinannya.

Maria menggenggam erat tangan Freya.

"Percayalah padaku, kau akan baik-baik saja," ucap Maria sambil melihat Freya yang matanya masih terbuka.

Setelah itu, bayi Freya mulai menangis, Maria tahu mungkin bayi Freya sedang kelaparan.

"Sebaiknya kau susui bayimu terlebih dahulu Freya, sepertinya dia sudah kelaparan," ucap Maria sambil menyimpan kertas yang diberikan oleh Freya tadi.

Namun sayangnya Freya sudah tidak lagi bernafas meskipun matanya masih terbuka.

"Freya, Freya ...!" panggil Maria dengan histeris.

Sayangnya Freya sudah pergi untuk selama-lamanya.

***

Keesokan harinya Freya di kebumikan, setelah itu baru Maria dan Paul suaminya segera pergi untuk melakukan wasiat terakhir dari Freya.

Mereka pergi setelah menjual kalung pemberian Freya dan melakukan perjalanan. Setelah beberapa jam kemudian, akhirnya mereka sampai di tempat tertulis di surat yang diberikan oleh Freya.

Penghuni rumah itu melihat seseorang menuju rumah mereka dengan seorang bayi langsung keluar mendatangi keduanya dan menggendong bayi itu sambil terisak.

"Nyonya anda siapa?" tanya Maria kebingungan, dia sungguh tidak tahu apa-apa.

"Aku adalah neneknya," sahutnya yang bukan lain adalah Isabella.

Matanya mendelik melihat bagaimana caranya berpakaian, sangat berbanding terbalik dengan Freya selama ini.

"Apakah kau tahu tentang Freya?" sahut Maria, dia penasaran.

Isabella mengangguk, dia sebenarnya tidak tahu siapa Freya. Tapi kedatangannya tepat seperti perkiraan Isabell, dan bayi ini tidak mungkin bayi orang lain selain Grizelle.

"Bayi ini sudah tidak aman lagi di sini, kalian masuklah aku harus segera mengurus bayi ini," ucap Isabel pada Maria dan kemudian pergi ke sebuah danau.

Sebuah mobil melaju dengan kencang, Isabell tidak ingin menyesal untuk kedua kalinya. Jika dia tidak bisa menyelamatkan ibunya, setidaknya bayi ini bisa dia selamatkan.

"Nak, kau harus tetap hidup. Aku yakin ada alasan mengapa ibumu berjuang sekeras itu," ucap Isabel sambil memeluk bayi itu erat-erat.

Di pinggir danau, sudah ada sepasang suami istri yang menunggu kedatangan Isabella.

"Bisakah aku mempercayai kalian?" tanya Isabella, jika bukan karena keadaan. Mungkin Isabella akan membesarkan bayi itu sendiri.

"Nyonya, tenanglah ... Aku akan merawatnya sebagai putriku sendiri. Aku tidak akan menyia-nyiakannya," ucap sepasang suami-istri itu sambil meraih bayi Freya.

Isabella mengangguk.

"Aku percaya pada kalian, bawa tas ini juga dan bawa dia pergi bersama kalian," ucap Isabella dengan sesegukkan, rasanya dia seperti melepaskan Grizelle dua kali.

Mereka tidak memiliki banyak waktu. Sepasang suami istri itu akhirnya pergi sambil membawa bayi Freya. Mereka pergi meninggalkan Isabela menuju negara yang sangat jauh yaitu Indonesia.