webnovel

Pernikahan Paksa Tanpa Cinta

Andini terpaksa menikahi laki-laki angkuh, untuk melunasi hutang-hutang Ayahnya. Gadis berusia 18 tahun itu, harus menerima takdirnya, menikah muda dengan seorang laki-laki angkuh demi melunasi hutang-hutang Ayahnya. Gilang dan Andini menikah, namun sikap laki-laki itu tidak pernah ramah sama sekali. Pernikahan hambar yang hanya bergelut dengan air mata, karena laki-laki yang dinikahi Andini adalah laki-laki dingin, angkuh dan tidak punya perasaan. Seperti apa Andini menghadapi suami angkuhnya itu? Apakah Andini bisa membuat Gilang jatuh cinta padanya? Lanjut baca yuk...

Rena_Karisma · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
14 Chs

Pergi Ke pesta

Gilang berjalan masuk kedalam pesta itu, meninggalkan aku cukup jauh dari tempatnya. Kalau tahu seperti ini, lebih baik aku tidur saja di rumah.

Tiba-tiba datang dua laki-laki menghampiriku, senyum mereka menyeringai menatap kearah ku.

"Hai cantik. Ini pesta untuk orang dewasa, anak-anak dilarang masuk. Kecuali, kalau kau mau melakukan itu bersamaku," ucap salah satu laki-laki itu.

"Melakukan apa?" tanyaku tidak paham.

"Melayani hasrat kami berdua," ucap temannya.

Aku merinding, mendengar ucapan dari bibir mereka. Tapi bagaimana aku menghindari mereka? Bahkan aku tidak melihat dimana Gilang.

"Kenapa sayang? Kau benar-benar masih sangat muda. Tapi aku suka! Pasti milikmu masih rapat kan!" tawa mereka.

"Lepaskan aku. Jangan berani menyentuhku! Aku sudah menikah, dan aku sedang mencari suamiku," ucapku.

"Kau tahu, berbohong itu dosa! Paling seumuran kau ini, baru menginjak bangku SMA," ucap salah satu dari mereka.

Mereka mulai mendekat dan menggerayangi wajahku. Aku mencoba melepaskan diri, tapi tanganku digenggam erat oleh mereka.

"Lepaskan aku, Tuan! Lepas," teriakku.

"Kenapa kau takut? Melakukan itu tidak sakit sayang! Mungkin awalnya kau akan menangis, tapi setelah itu, kau akan menikmatinya," tawa laki-laki itu.

"Tidak. Jangan ganggu aku!" teriakku sambil meronta agar mereka melepaskan tangannya yang memegangi tanganku.

"Tolong ... Tolong ..."

Aku berteriak keras, namun tidak ada yang berani menolongku. Mereka sepertinya takut dengan laki-laki yang berada dihadapan ku ini. Tapi bagaimana caraku melepaskan diri dari mereka?

Brukkk... Brukk...

Pukulan keras melayang tepat di punggung dua laki-laki itu. Gilang suami robotku yang angkuh, datang menolongku!

Aku berlindung dibalik tubuh Gilang, badanku gemetar menahan takut.

"Heh... Jangan sok jago! Beraninya ya, kau memukul kami! Kau tidak tahu siapa kami?" ucap laki-laki itu dengan wajah marah.

"Berandal- berandal tengil! Menjijikkan!" ucap Gilang, sambil membuang ludah.

"Kau itu siapa? Jangan sok jadi pahlawan kesiangan!" ucap laki-laki yang satunya.

"Wanita yang kalian ganggu ini, istriku! Aku berhak memukul kalian sampai mati, karena kalian berani mengganggu istriku!" ucap Gilang sambil menyerang dua laki-laki yang berada dihadapannya.

Pertarungan tidak dapat dihindari, terjadi baku hantam antara Gilang dan dua laki-laki berandalan itu.

Dengan beberapa kali pukulan, dua laki-laki itu berlari pontang-panting. Dan Gilang, berhasil mengalahkan mereka.

"Terimakasih... Karena kau datang disaat yang tepat!" ucapku sambil tersenyum menatap Gilang. Tapi robot angkuh itu tidak menjawab, dia malah berjalan meninggalkan aku. Huh... Robot angkuh!

Setelah hampir satu jam berada di pesta yang sangat membosankan, akhirnya kami pulang. Gilang tidak bicara sepatah katapun, dia asyik dengan pikirannya sendiri. Aku bagai seorang manekin yang tak bernyawa dihadapannya. Huh... Sabar Andini!

Berkali-kali aku menatap kearah pria robot itu, namun dia tidak menoleh sedikitpun. Gilang hanya asyik menatap ke depan kemudinya, tanpa menghiraukan kehadiranku. Laki-laki macam apa yang aku nikahi? Apa aku harus menerima perlakuannya yang angkuh.

Mobil Gilang berhenti didepan rumahnya, tanpa kata-kata Gilang pergi meninggalkan aku yang masih berada didalam mobilnya. Huh... Laki-laki tidak punya hati! Kalau bukan karena hutang keluargaku, mana mau aku menikah dengannya!

Aku berjalan keluar dari mobil, masuk kedalam rumah itu. Aku merasa sedih, karena sikap Gilang tetap saja sedingin itu padaku. Apa dia tidak bisa, lebih manis sedikit saja?

Aku duduk di kursi sofa ruang tamu, sambil melamun membayangkan nasibku yang begitu memilukan. Demi orang tuaku, aku rela berhadapan dengan pria seperti Gilang. Demi keluargaku, aku rela menerima semua sikap angkuh Gilang.

Ya Tuhan, berikan aku kekuatan agar aku bisa menghadapi semua perilaku Gilang padaku. Jadikan aku wanita hebat, yang tidak akan menangis walau hal buruk itu benar-benar terjadi padaku.

Aku masih melamun, sampai suara Keysa. mengejutkan aku.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Keysa.

"Tidak ada!"

"Lalu, kenapa kau melamun?"

"Hanya bosan. Aku bosan setiap hari tidak bisa melakukan apa-apa," ucapku sambil tersenyum.

"Bagaimana jika kau kuliah denganku?" ucap Keysa antusias.

"Tidak. Aku bahkan belum lulus SMA dulu," ucapku dengan wajah sedih.

"Itu persoalan yang mudah! Aku bisa minta Kak Gilang untuk mengurus semua itu. Kau tenang saja! Serahkan padaku!" tawa Keysa, sambil berjalan meninggalkan aku.

Aku masih diam, memikirkan ucapan Keysa. Mana mungkin, robot angkuh itu mengizinkan! Aku hanya akan terkurung disini selamanya, bersama pria sombong dan angkuh itu, sebagai suamiku.

Aku masih diam di sofa, mataku menatap sekeliling rumah mewah itu. Benar-benar mewah, walaupun selama ini rumah ini seperti neraka untukku. Tapi tidak mengurangi kemewahan rumah yang saat ini aku tempati.

Aku sudah hampir satu jam berada diruang tamu, sampai suara itu mengejutkanku.

"Apa kau akan tidur disini?"

Aku menoleh kearah laki-laki itu, pria tampan dengan kesombongan level tinggi. Aku tidak bisa berkata apa-apa, hanya diam terpaku menatap kearah laki-laki itu.

"Cepat masuk!" ucap Gilang sambil menarik lembut tanganku.

Aku berjalan mengikuti langkah kaki laki-laki angkuh yang kini menjadi suamiku itu. Wajah tidak ramah yang tidak terukir senyum sama sekali. Apakah keberadaan aku disini begitu. mengganggu hidupnya?

Aku masih diam saat sampai didalam kamar, begitupun dengan Gilang. Sorot matanya tidak bersahabat. Terlihat dia begitu membenci kehadiranku disini. Lalu, untuk apa dia memintaku kemari?

"Tidurlah!" ucap Gilang sambil membereskan tempat tidur itu untukku. Lalu dia melangkah menuju sofa yang ada didalam kamar kami.

Aku masih diam, duduk ditepi tempat tidur. Mataku tak lepas, menatap laki-laki yang berada dihadapan ku. Laki-laki yang begitu menakutkan, kaku, angkuh, sombong semua yang buruk hanya miliknya.

Jika sudah bicara, dia hanya memikirkan tentang hal yang menurutnya benar. Tidak perduli dengan hati orang yang mungkin terluka dengan kata-katanya. Tapi lihat sekarang, tiba-tiba saja dia memberikan tempat tidurnya untukku. Padahal aku masih ingat, saat dia memintaku tidur dibawah lantai.

Laki-laki macam apa yang saat ini jadi suamiku? Kadang bersikap sangat buruk, tapi terkadang begitu baik. Dia rela memberikan tempat tidurnya untukku, sementara dia tidur di sofa.

Aku menatap Gilang yang sudah tertidur pulas. Wajah tampan yang begitu memukau, andai saja tidak punya sifat angkuh.

Aku mengambil selimut dari lemari, lalu menyelimuti tubuh Gilang dengan selimut yang ku bawa. Aku mengusap lembut wajah Gilang yang sedang tertidur pulas. Entah keberanian apa yang membuat aku berani mencium keningnya.

Aku buru-buru tersadar, lalu mundur beberapa langkah dari tempat Gilang tidur. Astaga! Apa yang aku lakukan? Aku mencium kening laki-laki robot itu? Tidak, tidak boleh! Aku tidak boleh punya perasaan pada pria sombong seperti dia!

Aku berbaring ditempat tidur menutupi tubuhku dengan selimut tebal sampai menutupi seluruh tubuhku. Kenapa tiba-tiba aku merasa seperti seorang pencuri? Aku mencuri ciuman dari suamiku sendiri, bukankah ini terdengar gila?

Aku masih belum bisa tidur padahal jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Mataku belum mengantuk, sementara otakku terus memikirkan wajah tampan yang sedang tertidur di atas sofa. Laki-laki tampan yang begitu manis walaupun hanya disaat tidur saja!

"Buka selimutmu! Kalau kau menutup seluruh tubuhmu dengan selimut, kau bisa kehabisan nafas dan kau mati!" ucap Gilang.

Hah, ternyata laki-laki itu belum tidur? Apa dia tahu kalau tadi aku mencium keningnya? Ya Tuhan, selamatkan aku dari amukan robot angkuh ini.

"Buka selimutmu! Apa kau tuli?" Gilang meninggikan volume suaranya.

Aku membuka pelan-pelan selimut yang menutupi kepalaku. Aku menatap Gilang yang tersenyum sinis menatap kearah ku.

"Kau belum tidur?" tanyaku pelan.

"Aku haus. Tolong ambilkan aku segelas air putih," ucapnya.

"Baik!"

Aku buru-buru berdiri menuju arah dapur untuk mengambil segelas air putih. Aku kembali ke kamar, lalu memberikan gelas berisi air itu pada Gilang.

"Terimakasih," ucapnya, lalu kembali ke sofa.

Aku masih berdiri tak percaya, laki-laki itu mengucapkan terimakasih. Walaupun terdengar biasa, tapi itu merupakan suatu keajaiban. Laki-laki sombong itu ternyata bisa mengucapkan kata-kata indah untuk pertama kalinya padaku. Aku terharu, aku merasa bahagia, tapi bahagia untuk apa? Apa laki-laki itu sudah membuatku tidak waras? Lebih baik aku tidur, ini sudah malam!