Senyum mengejek terpasang di wajah Anne, matanya menyipit nakal seolah baru saja mendapat sebuah hal yang menarik.
"Siapa pria itu?"
"A-APAAAA? MA-MANA MUNGKIN SAYA DAN PLAYBOY BUSUK ITU—!" Runa buru-buru menutup mulutnya dengan kedua tangannya, sadar ia baru saja berteriak di tempat yang tak seharusnya ia bersikap layaknya monyet kesurupan.
Kegembiraan kecil terukir di wajah Anne.
Ini dia! Rupanya Runa normal! Dan bahkan ia mengenal seorang lelaki yang playboy! seru Anne dalam hati, ia senang menemukan fakta bahwa Runa murni setia hanya sebagai pelayan, bukan yang lain.
"Tidak apa-apa. Tak ada penjaga di luar sana," Anne menyesap tehnya dengan anggun, hatinya kini sedikit lebih tenang. Lalu bergumam dengan nada jiwa tuanya, "dasar anak muda..."
"Ma-maafkan saya, nona..." pelayan muda itu mengerutkan dirinya dengan kepala menunduk suram.
Kedua tangannya saling dijalin gugup di depan dada.
"Sudahlah. Tidak apa-apa. Bukankah bagus jika kamu punya kekasih? Kamu, kan, juga harus berkeluarga."
Bagaikan dipicu api, pelayan pribadi Anne kembali berkobar dengan nada suara meluap-luap.
"Saya tak sudi menikah dengan lelaki menjijikkan macam dia! Ada banyak pria di ibukota, ia tak layak untuk menjadi seorang ayah untuk anak-anak dari perempuan manapun!" Runa menggerundel menatap tangan kanannya yang dikepalkan kuat-kuat dengan mata berkilat marah, kepalannya bergetar seolah hendak meremukkan Arlo dalam genggamannya.
"Ahahaha! Apakah reputasinya seburuk itu?"
"Tentu saja, nona!" kepalanya ditegakkan, wajahnya kembali meluruh.
"Bagaimana kau bisa mengenal lelaki seperti itu?"
"Ah... saya... saya satu panti asuhan dengannya sewaktu kecil..." mata sang pelayan melirik ke kiri dengan sorot mata agak sedih.
"Ma-maaf. Aku tidak bermaksud mengungkit masa lalu!" Anne menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, canggung dengan pertanyaan sensitif itu.
Kedua tangan Runa disatukan di depan dada, menggeleng pelan. "Tidak apa-apa, nona! Saya hanya menyayangkan teman saya itu menjadi pria tidak bermoral seperti itu. Padahal dulunya ia adalah lelaki yang sangat baik dan murah hati."
Anne mengeryitkan sebelah keningnya mengamati Runa yang kini menghela napas panjang. Merasa ia terlalu dalam mencampuri urusan pribadi pelayannya, ia pun segera mengganti topik.
"Hmm... Runa. Bagaimana denganku? Apa dulu aku punya orang yang aku sukai?"
"Orang yang disukai oleh nona? Hmmm..." Runa tampak berpikir keras. Matanya dipejamkan sembari menyentuh dagunya, kening ditautkan.
"Apa aku tak pernah curhat padamu? Bukankah kita sudah seperti saudari?"
"Hmm.... memang benar kita sudah seperti saudari, nona. Tapi, seingat saya, nona tak pernah membahas mengenai lelaki manapun. Memuji para prajurit saja, nona tak pernah."
Anne tertawa aneh. Tak menyangka kehidupan percintaan perempuan yang tubuhnya digunakan saat ini memiliki kehidupan percintaan yang begitu kering. Apa Anne yang asli kelainan atau belum menemukan pria yang tepat?
Belum sempat ia menanyakan hal lain, Runa berkata dengan penuh semangat.
"Meski begitu, nona selalu memuji tuan muda Theodorus!"
"Hah?" Anne melongo hebat. Kedua bola matanya seolah akan melompat keluar dari tempatnya.
Apa ini? Jangan-jangan, perasaan kagum yang kurasakan pada kakak Anne adalah perasaan dari hati Anne yang asli? Bagaimana pun juga, jantung yang ada dalam tubuh ini adalah milik perempuan itu. Apa Anne mencintai kakaknya sendiri? Eh? Serius? pekiknya dalam hati, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dan pikirkan.
"Kau yakin? Masa, sih, aku tak pernah menyebut nama pria lain selain kakakku sendiri?" ia tertawa kikuk.
Runa hanya mengangguk khidmat dengan wajah polos.
Kepala Anne seolah dihantam batu besar dari atas.
Apakah Anne yang asli menderita brother complex?
Perempuan itu dengan cepat kehilangan tenaganya memikirkan dugaan kuat itu. Seluruh ototnya lemas tak berdaya. Sebuah petunjuk lain yang mengarah pada hal yang membuatnya merasa tak nyaman.
"Apa aku tak punya kenalan tuan muda bangsawan lainnya?"
Runa menggeleng cepat dengan wajah serius.
"Apa Anne adalah putri kerajaan bertipe hikikomori* yang menderita brother complex? Lengkap sudah penderitaanku...." gumamnya dengan suara meringis kecil. Air matanya seolah ingin merebak meratapi nasibnya yang ngenes dan konyol.
-------
*Silahkan lihat penjelasan Hikikomori di bagian catatan author di novel saya di sini yang berjudul Saingan Sang Playboy, chapter 6: Sifat Lupa Misaki. Atau bisa langsung gugel saja di internet.
-------
Jika benar demikian, maka rasa cinta Anne yang asli pasti tak akan mudah hilang begitu saja jika alam bawah sadarnya secara biologis bekerja. Apakah ia sekarang sedang mencintai orang lain di luar kuasanya sendiri?
Wajahnya memucat memikirkan teori baru itu.
"Heh? Nona bilang apa?"
"Lupakan saja, Runa! Ayo kita lanjutkan menyantap biskuit dan kue-kue ini saja," Anne menelan kembali kesedihan dalam hatinya, rohnya seolah ingin melayang keluar.
Ketika tangannya berusaha meraih sebuah macaron berwarna merah, genggamannya tak bertenaga, macaron itu jatuh ke lantai dan menggelinding menuju pintu masuk.
Ah~ bahkan macaron pun seolah bersekutu dengan nasibku yang aneh ini.... keluhnya dalam hati, hatinya mencelos seolah jatuh ke sumur terdalam.
Matanya mengikuti arah gelindingan macaron tadi, kedua alisnya naik melihat sebuah sepasang sepatu hitam muncul dari arah pintu.
"Ayah?"
"Macaron adalah kesukaanku!" Ayahnya, William, meraih macaron itu, lalu mengigit ujungnya.
JO-JOROK! teriak Anne dalam hati dengan wajah suram setengah jijik.
Perempuan itu segera berdiri dan membungkuk memberi hormat. Runa yang menyadari hal ini, langsung menghantamkan kedua lututnya ke lantai dan bersujud memohon ampun.
"SA-SAYA TIDAK BERMAKSUD KURANG AJAR DUDUK DI KURSI YANG SAMA DENGAN NONA, TUAN BESAR!"
"RU-RUNA!" kedua bahu Anne naik, terkejut melihat adegan dramatis itu.
"Berdirilah. Tidak apa-apa. Jika Anne tidak merasa keberatan, kenapa aku harus merasa keberatan.?
Aku senang kau sangat akrab dengan putriku. Posisiku sebagai pemimpin militer tertinggi kekaisaran membuat Anne harus ekstra hati-hati dan tak boleh main keluar mansion. Terima kasih sudah menemai putriku, Runa."
Ah... apa itu sebabnya aku tak memiliki banyak kenalan? gumam Anne dalam hati.
"Tu-tuan besar tahu nama saya?!" Runa mengangkat kepalanya, masih dalam posisi yang sama seperti sebelumnya. Kedua tangannya berada di depan, saling menumpuk satu sama lain.
"Tentu saja. Aku tak sembarangan menempatkan orang kepercayaan di sisi putriku yang berharga."
DEG!
Kedua perempuan dalam ruangan itu memucat. Bagaimana jika pria di hadapan mereka ini, yang memimpin satu juta pasukan itu mengetahui rencana mereka pada pesta rakyat nanti?