"Nona?" tegur Runa.
Anne kembali tersadar.
"Oh, ya! Bagaimana aku bisa keluar mansion nantinya? Apa aku tidak akan diawasi oleh para pengawal?"
"Oh! Itu! Serahkan padaku, nona! Tapi...."
"Tapi?"
"Nona harus pulang sebelum tengah malam."
Hilih! Macam Cinderella saja! batin Anne dengan perasaan kecut.
"Memangnya kenapa kalau lewat tengah malam?"
"Pesta rakyat memang akan diadakan sampai pagi selama 3 hari 4 malam, tapi gerbang mansion akan ditutup tepat saat itu. Lagi pula pangawal akan mondar-mandir memeriksa keadaan sekitar. Kalau ketahuan nyonya besar, saya bisa mati, nona!" desahnya pelan.
"Loh? Memangnya kamu tidak ikut denganku?"
"Nona bicara apa? Harus ada yang menyamar jadi nona, kan?"
"Runa, kau bermaksud meninggalkanku sendirian di luar sana tanpa ada yang menemani? Begitu?"
Anne tampak kesal.
"Jangan cemas! Aku punya kenalan yang akan menemai nona selama bepergian."
"Tapi, bagaimana kita akan menjalankan rencanamu itu?"
Runa tak menjawab pertanyaan itu, ia hanya melempar sebuah senyum misterius.
***
Keesokan harinya, Runa bepergian ke ibukota di pagi buta.
Ia memakai tudung agar menyembunyikan wajahnya dari khalayak umum yang mulai tumpah ruah meski langit masih terlihat gelap.
Gerakannya sangat hati-hati dengan kedua mata mengawas waspada di sekitarnya.
Langkah kaki kecilnya berjalan cepat menuju sebuah lorong kecil yang berada di dekat sebuah toko roti.
Ketika ia sampai di bagian dalam, terdapat sebuah persimpangan di hadapannya. Ia sempat ragu-
ragu sejenak, kemudia memilih gang kecil di sebelah kanannya.
Bruk!
bruk!
Bruk!
Tangan kecilnya mengetukkan ketukan pintu besi dengan motif kepala singa pada pintu masuk. Di atas bangunan itu tergantung sebuah papan bertuliskan: Kedai Minum Merigold
"Siapa di sana?"
Sebuah suara terdengar dari jendela di sampingnya, terbuka sedikit dan menampilkan sosok gelap menakutkan. Kaki Runa hampir mundur, tapi ia langsung memberanikan diri begitu mengingat kondisi Anne.
"Katakan pada Arlo bahwa Mawar Kecil mencarinya!" bisiknya dengan suara mantap dan percaya diri.
Sosok gelap di balik pintu sejenak mengamati Runa dengan saksama sebelum menghilang dari balik jendela.
Gadis pelayan itu menunggu beberapa saat, kemudian dengan bunyi 'kriet' terdengar, pintu pun terbuka lebar untuknya.
"Arlo sedang 'main' di atas. Tunggulah sejenak di kursi itu!" matanya melirik pelan ke arah ruang kedai yang kosong.
"Dasar playboy!" maki Runa seraya menjejakkan kakinya memasuki ruangan.
"Kau siapanya Arlo?" tanya pria bertubuh besar itu. Suaranya dalam dan berat. Kedua tangannya yang tak tertutupi oleh lengan panjangnya yang dilipat begitu lebat oleh bulu-bulu kasar. Kumisnya tebal menakutkan dengan rambut panjang hitam diikat satu.
"Aku hanya temannya."
"Aku Hector."
"Oh, hai, Hector! Aku Runa! Salam kenal! Apa kau baru di tempat ini?" tanyanya sambil lalu, ia duduk
di salah satu kursi kedai di sudut ruangan.
"Ya. Baru sebulan. Eh... Kau benar hanya temannya saja?" ada nada cemas di balik suaranya yang garang.
Runa tertawa.
"Iya. Jangan cemas! Arlo tak menyukaiku. Bukan tipenya. Aku juga jijik dengan laki-laki seperti itu."
"Oh...." kening Hector mengeryit ragu, matanya melirik gelisah ke sudut kiri atas lantai dua.
"Kau jijik padaku? Sungguh kabar basi!"
Seorang lelaki muda dan tampan menuruni tangga.
Lekuk tubuhnya sangat proporsional dengan tinggi yang ideal. Rambut biru gelapnya dirapikan menggunakan tangan kirinya, tangan satunya sibuk berusaha memasang kancing celana yang baru dipakainya. Dada bidangnya terlihat sempurna di balik bajunya yang tak dikancing, memperlihatkan otot-otot perut yang memukau.
Paras lelaki muda ini sangat indah dan tegas. Kulit wajahnya pun begitu halus dan putih. Ada sedikit rona merah tersisa akibat 'pertempurannya' di atas. Itu semakin membuatnya terlihat menarik dan seksi meski penampilannya berantakan. Beberapa tetes air jatuh dari ujung-ujung rambutnya yang basah, mengenai baju dan lantai kedai.
Runa memalingkan wajahnya, merona malu.
"Arlo! Kamu boleh main dengan wanita manapun, tapi jangan anak kecil!" bentak Hector galak.
Arlo terbahak keras, menahan perutnya yang berguncang.
"Anak kecil? Dia?" tunjuknya pada Runa dengan cara yang kasar.
"Berhenti tertawa!" Runa berdiri dari kursinya, menggertakkan gigi.
"Bukankah dia masih anak kecil?"
"Dia bukan akan kecil lagi, Hector! Bulan September ini dia akan berusia 18 tahun! 18 tahun!" Arlo menyeka air mata di sudut mata kanannya, merasa lucu.
"Kau memang selalu menyebalkan! Aku tidak jadi meminta bantuanmu!" Runa berjalan cepat dengan amarah di dadanya, kesal diperlakukan begitu hina oleh playboy tak tahu malu itu.
Namun, belum sempat ia meraih pintu, Arlo mencegatnya.
"Jangan ngambek begitu, dong! Nggak ada manis-manisnya! Mawar kecil apaan? Mawarkan, kan, indah dan memikat. Eh, tapi punya duri, ya? Mirip denganmu yang suka judes! Tajam dan berbahaya!" godanya seraya memutar tubuh Runa hingga tudungnya terbuka.
"Hentikan!" ia mendorong kasar tubuh Arlo, tapi malah ikut tersentak karena lelaki itu menjadikan cengkeraman di tangannya sebagai pegangan.
Bruk!
Runa menempel di dada telanjang lelaki itu.
"KYAAAAA!!! AKU JIJIK!"
PLAK!
Tangan kanan Runa melayang ke pipi Arlo.
***
Hector yang mencium hawa-hawa pertengkaran, hanya menggelengkan kepala sebelum ia meninggalkan mereka berdua untuk berbicara empat mata.
"Oh.... jadi begitu. Putri Anne ingin berjalan-jalan ke ibukota?"
Arlo mengompres pipinya yang masih menyengat dan memerah. Ia menatap Runa yang duduk di depannya dengan wajah galak padanya. Penampilan kini terlihat rapi dan sopan.
"Sudah, dong! Jangan marah begitu! Itu, kan kecelakaan!" Arlo bertopang dagu dengan satu tangan di atas meja, menatap malas pada Runa. Kompresnya diletakkan ke dalam ember kayu kecil di atas meja kedai yang mereka tempati.
"Lama tak melihatmu, kau ini semakin menjadi saja! Ibu-ibu mana lagi yang kau goda?"
Arlo terkekeh pelan.
"Bukan ibu-ibu. Dia perawan tak berpengalaman sama sepertimu," ia mengedipkan sebelah matanya.
"Matamu mau dilempari minuman keras dan dituangkan api, ya?" ancamnya dengan gigi digertakkan.
"Galak seperti biasanya!" Arlo terbahak kembali, "aku penasaran, bagaimana kamu bekerja di kediaman Grand Duke kita? Apa kau juga bar-bar seperti ini?"
"Kau mau membantuku tidak? Kalau tidak, biar aku cari orang lain saja!" Runa melipat tangan di dada, ekspresinya terlihat jengkel.
"Memang kau mau minta tolong pada siapa? Hidupmu, selama ini, kan, hanya dihabiskan di mansion dan panti asuhan. Mana ada kenalan lain selain aku ini?" ledeknya dengan nada pongah, matanya mengamati setiap gerak-gerik Runa yang mulai gelisah.
"Be-berisik! Aku masih punya kenalan lain! Bukankah ada kelompok sewaan yang bisa melakukan apa saja jika diberi uang? Aku bisa minta tolong padanya!
Tuk!
Arlo menyentil dahi Runa.
"Kau sadar lagi bicara apa? Ini terkait kerajaan! Jangan bikin masalah!"
"Sakit~!" rintih Runa pelan, tangannya mengelus dahinya yang berdenyut, "kalau kau tak mau membantu, aku terpaksa meminta jasa mereka!"
Arlo terdiam. Ia duduk bersandar dengan kepala miring. Tangan dilipat di dada.
Halo!
Nat-chan again!^^
Untuk pembaca Saingan Sang Playboy, sepertinya kalian masih belum bisa melakukan voting power stone pada novel andalan saya itu.
Sedih... :'(
Saya menunggu balasan dari pusat selama seminggu dulu, kalau belum ada balasan, saya akan spam email ke mereka. Ahahaha! xD
Jika masih saja belum direspon setelah satu bulan dan SSP masih error voting PS-nya, (yang bisa jadi karena pusat adalah tempat semua penulis webnovel melapor segala permasalahan dari seluruh dunia), maka saya akan memindahkan SSP ke buku baru.
Nanti, di situ akan lebih rapi dan tertata baik.
Buku lamanya akan tetap ada.
Saya akan tetap update di sana.
Mayan, dua buku jalan bersamaan.
Jaring pembaca dari berbagai arah!
Ahahaha! xD
Saya nggak mau ambil risiko seperti salah seorang teman penulis saya di sini, yang dituduh plagiat gara-gara akunnya tak bisa log in dan terpaksa harus menyalin semua novelnya di buku baru. Dan ketika buku lamanya dihapus pusat, pembaca yang tak tahu apa-apa, malah menuduh dia yang plagiat novel lain.
Padahal dia adalah korban sesungguhnya.
Dia adalah senior saya di sini.
Dan dulu sebelum hiatus, dia rajin masuk 15 dan 30 besar ranking umum lokal.
Sekarang? Boro-boro masuk 50 besar, malah orang yang plagiat dia yang suka masuk ke 20 besar kategori memimpin wanita di ranking lokal. Dan pemes pula.
Bahkan, beberapa pembaca si tukang plagiat itu ada yang menyudutkan teman saya tersebut, sampai diberi komen tak mengenakkan hati.
Teman saya itu nggak suka ribut dan ngedrama.
Makanya dia diam-diam aja selama ini dan fokus berkarya aja. Walaupun dia sebenarnya sangat sedih sekali sampai meneteskan air mata.
Dia hebat banget nggak down dan berhenti nulis gegara hal buruk yang menimpanya itu!
Salut!
Kalo dia diplagiat, menurutku karena dia memang berbakat dan memiliki kemampuan.
Tapi, sungguh disayangkan hal itu menimpanya.
:(
Amit-amit, dah, jadi korban plagiat trus dituduh yang plagiat si plagiat itu!
Semoga saya nggak mengalamin hal menyeramkan itu! Aamiin!
Saya yang tahu hal itu, kadang suka ikut kesal sendiri.
Tapi, yah, susah juga menjelaskan hal pada orang-orang yang sulit mau mengerti dan memahami tanpa memihak salah satu pihak. Apalagi jika dia die hard fans.
Bruuhhh?! Cinta itu buta! Buahahaha! xD xD
Ok! Itu aja!
Saya harap, para pembaca nggak malas vote novel-novel saya, ya! Soalnya setelah tamat akan pindah ke tempat lain untuk dikunci, kecuali SSP tentunya!
So, sayangilah sepenuh hati sebelum pindah! x)
Pentingnya masuk ranking, salah satunya menghindari karya penulis untuk tidak mudah diplagiat dan agar mereka dikenali dan mendapat perhatian para pembaca.
So, bagi kalian para pembaca SSP, mohon untuk voting novel saya yang lain jika SSP masih error, sehingga saya bisa promo SSP melalui novel lain saya tersebut.
Kalau SSP udah bisa divote, saya nggak peduli kalian nggak vote novel saya yang lain, yang penting kalian vote SSP aja terus tiap hari hingga bertahan di ranking 100 besar umum lokal untuk selamanya!
Ahahaha! xD xD
Sampai jumpa 10 atau 11 hari lagi!
Ahahaha!
xD xD xD
Terima kasih telah membaca!^^