"Ryan.. Kamu sengaja datang untukku?" Wanita itu langsung menghampiri Ryan, memeluk, dan menciumnya. Dan semua tentu di balas oleh Ryan..
Bagaimana dengan Kira?
Kira tahu wanita itu belum menyadari kehadiran Kira, sehingga Kira mundur perlahan, dan bersembunyi.
"Stella, Kenapa Kau bisa masuk ke apartemenku?" Tanya Ryan yang masih terdengar sayup - sayup ditelinga Kira.
"Sayang, Kau kan memberikan kode pinnya untukku. Jadi, kalau Aku kemalaman pulang syuting, Aku bisa bermalam disini. Apa Kau lupa?"
Suara mereka semakin menjauh. Kira sudah tak bisa lagi mendengar percakapan mereka. Dan mereka sepertinya sudah ke lantai atas, ke kamar utama.
"Fuih.. Untung Aku ga ketauan." Kira mengintip sedikit. Ruangan sudah sepi. "Mereka langsung ke kamar sepertinya." Pikir Kira. "Hmmm.. Terus apa yang harus Aku lakukan disini? Mana apartemennya besar dan bagus banget!" Kira bergumam sendiri.
Rasa letih sudah dirasakan oleh badannya, dan Kira ingin mencari kamar pembantu. Tapi ketika melihat ke jendela luar, Kira mengurungkan niatnya. "Aku sepertinya belum mengantuk." Dia membuka cadarnya, dan memutuskan untuk keluar ke arah kolam renang. Kira sangat suka melihat banyaknya gedung-gedung bertingkat dengan lampu-lampu cantik berkelap kelip. Kira duduk di lantai kayu. Menyenderkan tubuhnya dibelakang kursi kolam renang. Untuk berjaga-jaga supaya tak ada yang melihatnya. Kira memilih duduk di balik kursi.
Ditatapnya semua lampu-lampu kota. Hingga akhirnya Kira larut dalam pikirannya.
"Ibu.. Aku kangen Ibu.." setitik bening sudah mengalir di pipi Kira, yang tiba-tiba mengingat ibunya.
"Ibu.. Aku senang dengar cerita yang sering ibu ceritakan padaku ketika Aku masih TK dulu.. Cerita Cinderalla. Gadis miskin baik hati yang dinikahi pangeran tampan." Air mata Kira mengalir lebih deras. "Aku sudah lakukan yang Cinderella lakukan, tapi, dalam hidupku.. Aku tak pernah menemukan pangeran tampan itu, bu.." Rasa sakit di hatinya.. Semakin lama semakin sulit dikendalikan karena sikap Ryan hari ini, yang dirasakannya seperti membawanya terbang tinggi, lalu menghempaskannya ke bumi.
Kenapa Kira seperti ini? Membiarkan Ryan menyakitinya dan Dia tak pernah marah? Hahaha.. Kira adalah wanita normal. melihat Ryan bersama wanita lain. walaupun dipungkiri, Kira kadang merasa sebal. Tapi, karena ini bukan kejadian sekali dua kali yang di alami Kira, Dirinya sudah mulai terbiasa. Kejadian ini hampir menjadi makanan sehari-harinya selama tiga bulan bersama Ryan. Lagipula, Ryan juga sudah menjelaskan statusnya sejak awal Kira menyetujui menikah dengan Ryan.
Flash back on
Hari saat Ryan menikahi Kira.
Kira pulang ke rumah Ryan, untuk pertama kalinya. Kira duduk dalam mobil disebelah Ryan, tidak seakrab hari ini kira duduk dipojok, menempel di pintu.
"Hey, Kau! Lihat ini!" Ryan menunjukkan foto di handphone-nya pada Kira.
Foto di instagram, seorang wanita memakai niqob dengan latar belakang Burj Al Khalifa.
Kira melihat foto itu dan menatap Ryan. "Kau mau Aku memakai itu?"
"Hmmm... Pakai! Aku mau Kau memakainya mulai detik ini! Gak ada yang boleh melihat wajahmu lagi kecuali Aku atau orang yang Aku izinkan." saat itulah Kira langsung membuat kerudungnya yang terjuntai menutup wajahnya seperti niqob.
"Kau juga harus ingat ini baik-baik!" Perintah Ryan sambil menatap ke mata Kira. "Jangan pernah campuri urusanku dengan wanita-wanitaku! Kita menikah bukan karena Aku mencintaimu. Tapi karena Aku ingin Kau jadi budakku seumur hidupmu!" Ryan tersenyum sinis, sebelum melanjutkan kata-katanya. "Ayahmu akan semakin tersiksa batinnya memikirkan anak wanita satu-satunya akan Aku jadikan budak! Dia akan semakin tersiksa, melebihi Aku yang tersiksa karena Dia telah membunuh orangtuaku! Kau akan jadi penebus kematian orangtuaku seumur hidupmu! Apa Kau mengerti?"
Kira mengangguk cepat.
"Kau harus menyingkir saat Aku bersama wanitaku. Tak boleh mengatakan Kau istriku, kecuali Aku mengizinkan."
"Iya, Aku paham." Jawab Kira.
Flash back off
Itulah alasan Kira bersikap seperti hari ini. Kira memposisikan dirinya sebagai seorang budak yang tak punya hak apa-apa terhadap Tuannya.
"Ibu.. Kenapa meninggalkanku begitu cepat, bu?" Kira menghapus air matanya dengan punggung tangannya.
Hatinya sangat sakit melihat sikap Ryan yang mudah melupakannya saat bertemu dengan wanita-wanita cantik tadi. Apalagi kali ini, yang ditemui Kira adalah Stella. Artis cantik papan atas. Cantik, putih, berkulit mulus, dan menjadi impian setiap laki-laki memiliki wanita secantik Stella.
"Hah.. Apalah Aku ini.. Sebenarnya apa yang Aku pikirkan? Apa Aku cemburu dengan Stella? Atau Aku merindukan Ibu, sih.. Fuuuuuh..." Kira menarik napas panjang. "Aku ga boleh jatuh cinta ke Ryan. Aku hanya melayaninya sebagai budaknya. Itu yang dikatakannya padaku, kan.. Sikapnya yang baik hari ini.. Itu bukan sesuatu yang special Kira!! Wake uuuuup! Jangan halu, deh!" Kira menghapus semua air matanya.
Tapi, tetap saja sulit untuk Kira mengendalikan pikirannya. Kali ini, pikiran Kira kembali ke satu minggu setalah Dia menikah dengan Ryan.
Flash back on
Saat itu pukul delapan malam. Ryan baru pulang kerja. Kira menunggunya di luar, seperti biasa. Ryan turun dari mobil, diikuti dua orang wanita dengan pakaian minim. Ryan datang, dan setelah didekat pintu, Kira mencium tangan Ryan.
"Siapa Dia, Ryan?" Tanya wanita dibelakangnya.
"Jangan pedulikan, masuklah!"
Dua wanita itu masuk, dan menemani Ryan. Duduk dikanan dan kiri Ryan, di sofa. Sedangkan Kira membuka sepatu Ryan, lalu memberikan French Tea.
Ryan meminumnya sampai habis.
"Ikuti Aku."
Dua wanita itu berdiri dan mengikuti Ryan.. "Ryan membalikkan badan dan melihat Kira yang masih duduk di lantai.
"Shakira Chairunisa!"
"Iya!" Intonasi suara Ryan yang meninggi membuat Kira berdiri dan berlari ke arahnya.
"Haah.. Ternyata Dia menyuruhku mengikutinya juga. Bukan cuma dua wanita tadi.. Hufff!" Kira tak tahu apa yang harus dilakukannya.
Ryan memasuki sebuah kamar. Tak sebesar kamar utama yang ditidurin Kira dan Ryan. Tapi juga masih sangat mewah.
"Kau, ambil kursi disana, taruh disini!" Ryan menyuruh Kira mengambil kursi dan menaruhnya tepat disamping ranjang. Yang segera dilakukan Kira.
"Duduk!"
"Haah?"
"Apa Kau tuli?"
Segera Kira duduk dikursi itu. Tanpa berkata apa-apa lagi.
Ryan mendekati Kira, "Tugasmu, menatap terus ranjang itu! Sekali Kau memalingkan wajah, Aku akan membunuh ayahmu!"
"Iya, Aku paham." Kira mengangguk. Kata-kata Ryan tak mungkin di bantahnya. Kira tak ingin Ryan membunuh ayahnya.
"Melly, Vero, buka pakaian Kalian, lalu bantu Aku membuka pakaianku!"
"Aaaa... Baiklah Ryan." Kedua wanita itu bahagia sekali dengan perkataan Ryan.
"Mereka wanita bebas, kenapa mereka mau melakukan itu dengan senang hati? Bodoh!" Pikir Kira dalam hati.
Setelah mereka melucuti pakaian mereka, dan Ryan, kemudian Ryan tiduran tanpa memakai apapun di kasur yang harus ditatap Kira.