webnovel

Perfect D'angelo Bride

Warning cerita 21 + harap bijak dalam membaca "Aku menikahi mu bukan hanya untuk melepaskan keluarga ku dari kutukan tapi aku menikahi mu karna aku mencintai mu, bagi ku hanya kamu istri ku  dan ibu dari anak-anak ku karna bagi ku tidak ada satupun wanita di dunia ini yang pantas menggantikan posisi mu," "Belum cukup kah, aku menunjukkan cinta ku melalui tindakan ku, aku bukan pria yang suka mengumbar kata-kata cinta tanpa bukti nyata" Sean D'angelo (25 tahun) seorang pengusaha sukses yang memiliki sifat dingin, licik, dan kejam. Hanya saja tak ada satu orang pun tau kalau Sean menderita sebuah kutukan yang terus menerus membuatnya menderita. Agustaf D'Lucifer (26 tahun) seorang pengusaha sukses yang menjadi rival Sean D'angelo dalam merebut cinta sang gadis takdir Sarah Frederica (21 tahun) adalah seorang gadis  takdir yang di beri anugrah untuk mematahkan kutukan yang menimpa salah satu dari 2 keluarga terpandang, hanya 1 keluarga yang mampu menaklukan hati sang gadis takdir. Bagaimana kisah  perebutan cinta sang gadis takdir, akankah  Sean dan agustaf mampu membuat sarah jatuh cinta pada mereka ataukah pada akhirnya mereka gagal menaklukkan hati gadis takdir, Bagaimana perjuangan Sean dan agustaf dalam merebut cinta sang gadis takdir ?  Penasaran kisah selanjutnya! Yuk, simak kisah cinta perfect D'Angelo Bride disini!

Vvy_Ccya31 · Hiện thực
Không đủ số lượng người đọc
316 Chs

Aku tidak mau

Sean melirik kebawah melihat Jessie yang masih setia duduk di lantai dengan posisi erotis, dia membukakan kedua kakinya memperlihatkan dalaman berwarna pink, menurunkan sedikit bajunya hingga memperlihatkan belahan bukitnya yang padat,  Jessie berusaha menggoda Sean agar menyentuhnya, dia saat ini sangat menginginkan tubuh dan dekapan hangat Sean namun keinginan jessie seketika buyar ketika yang ia inginkan tidak terjadi.

"Pulang sana, aku muak melihat wajah mu, " ucap Sean dingin dengan tatapan memperingati jika ia tidak menerima bantahan apapun.

"Nggak mau, aku nggak mau pulang kalo kamu tidak bilang ke bilang ke om dan tante kalau kamu mau nikahin aku." Jawab Jessie tetap dengan keinginannya.

"Aku mau tidur Jessie Alexander, aku benar-benar lelah, ini udah malam kamu pulang sana,"

"Tidak baik perempuan pulang malam-malam" Jawab Sean kesal namun berusaha untuk tetap berbicara dengan baik pada wanita di depannya ini.

"Aku kelonin ya, " ucap Jessie menggoda seraya mengigit bibir bawahnya.

"Ogah, kelonin anak cicak sana aja" ucap Sean Ketus.

"Sean, ayo lah, aku bakalan puasin kamu malam ini" rayu Jessie.

"Pergi keluar sekarang Jessie," Suara Sean mulai meninggi, jelas dia sedang kesal dengan wanita tak tahu malu di depannya, bagaimana bisa dia menggoda pria seperti ini.

"Gak mau, aku gak mau pulang, aku akan tetap disini, aku mau tidur di sini, tidur sama kamu" ucap Jessie setengah merajuk membuat wajah seimut mungkin agar sang pria luluh dengan pesonanya.

"Silahkan, lakukan saja apa mau mu disini, aku tidak peduli, yang pasti jangan ganggu aku dan jangan berani-berani masuk ke kamar ku tanpa seijin ku." ucap  Sean setengah membentak dan segera berlalu meninggalkan Jessie yang ternganga mendengar nada bicara Sean yang tidak seperti biasanya walaupun berbicara dengan nada dingin namun pria itu tidak akan sampai hati membentaknya.

Hari ini pertama kalinya Sean bersikap begitu ketus pada Jessie. Sebutir air mata bening bergulir satu persatu dari sudut mata indah Jessie Alexander, Ia menangis tersedu.

Jessie sungguh tidak tahu kenapa, meski ia tahu dengan jelas Sean tidak pernah tertarik padanya apalagi mencintainya  tapi Sean tidak pernah membentaknya, Sikap Sean hari ini menyadarkan Jessie bahwa Sean tidak pernah menganggapnya seperti seorang kekasih, tidak peduli sebanyak apapun pengorbanan yang Jessie berikan untuk Sean itu tidak bisa merubah pandangan Sean padanya, hal ini membuat hati wanita muda nan cantik dan molek ini merasa seperti diiris-iris sembilu.

Braaaakkk….. terdengar suara pintu kamar dibanting keras oleh Sean, dia merasa kesal sampai ke ubun-ubun, tubuhnya bahkan sampai bergetar menahan amarah.

Jauh di lubuk hatinya, Sean dia merasa tidak tega membentak Jessie bagaimanapun wanita itu sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri, adik yang ingin dia jaga dan selalu ia lindungi namun hari ini Jessie sudah bertingkah kelewatan sampai melampaui ambang batas kesabaran seorang Sean D'angelo, bagaimana bisa seorang gadis terpandang bersikap seperti wanita pengoda.

Kalau saja Jessie bukan teman masa kecilnya, kalau saja ia tidak menganggap jessi sebagai adiknya, Kalau saja kedua orang tuanya tidak bersahabat, kalau saja ia tidak mengenal jessie, kalau saja ia tidak berjanji pada dirinya sendiri untuk menjaga dan melindungi jessie,  Sean sudah jauh-jauh hari menyingkirkan Jessie dari hidupnya dengan cara yang  paling kejam, cara yang selalu ia gunakan untuk menyingkirkan para penganggu di jalannya.

Sean menghempaskan tubuh atletis nya di ranjang yang empuk dan hangat, tubuhnya terasa sangat lelah dan nyeri di beberapa tempat setelah duduk berjam-jam di pesawat di tambah rengekan dan perilaku jessie yang semakin hari semakin aneh dan tidak masuk akal, membuat Sean semakin merasa lelah dan emosi nya menjadi tidak stabil.

Sean memikirkan bagaimana cara untuk menyingkirkan jessie dari hidupnya secara halus, dia tidak bisa dengan terang-terangan dan kasar menyingkirkan jessie karena Sean merasa tidak enak hati kalau harus menyakiti orang tua jessie yang sudah memperlakukan nya dengan baik sedari ia kecil.

Tiba-tiba Sean teringat dengan gadis takdir, ya gadis ini selain bisa menghancurkan kutukan dia juga bisa menyingkirkan jessie.

"Hmm.. bagus juga, sekali dayung 2 pulau terlampaui, bagus..bagus.. sangat bagus... aku harus segera menemukan gadis ini," ucap Sean mengangukan kepalanya pelan.

Sean malam ini tertidur pulas dengan senyuman manis yang menghiasi wajah indah bak dewa yunani  dan ia tampak semakin tampan saat tertidur pulas.

Disisi lain, kamar Sean tepatnya di balkon ruang pribadi yang terhubung langsung dengan kamar Sean, hanya di batasi oleh sebuah lukisan pemandangan bawah laut yang merupakan pintu untuk masuk kemar sean, tampak di balkon seorang wanita masih setia duduk di lantai menunggu kedatangan Sean.

Sudah 2 jam berlalu namun wanita itu tampak tak bergeming sedikitpun dari tempatnya duduk menatap kosong ke arah kerlap kerlip bintang di langit. Udara malam yang dingin berhembus kencang menusuk kulit, jessie dengan gaun malam nya yang tipis tampak mengigil kedinginan namun ia masih belum mau beranjak pergi dari tempatnya, ia ingin menunjukkan pada Sean kalau dia tidak akan menyerah begitu saja.

Hatinya terasa begitu sakit bak ditusuk ribuan jarum, kerlap kerlip bintang di langit yang indah tampak tengah tersenyum bahagia melihat kesedihannya, mereka tampak sengaja memamerkan keindahan cahaya nya di langit untuk mengejek nya, mengejek cinta jessie yang bertepuk sebelah tangan.

Perasaan Jessie semakin gundah, dia semakin tertekan dengan sikap Sean padanya,dia tidak mau Sean jauh dari jangkauannya apalagi sampai kehilangan pria yang dia cintai dengan sepenuh hati sejak ia masih bau kencur.

"Tidak, aku tidak boleh menyerah, tak ada yang boleh memiliki Sean D'angelo selain aku, Jessie Alexander,"

"Akan ku pastikan aku akan menaklukkan mu Sean D'angelo, akan ku buat kau bertekuk lutut dan mengemis cinta padaku,"

"Ahhh... tidak aku ada ide, hmm.. bagaimana kalau aku membuat Sean terpaksa menikahi ku" Ucap Jessie tersenyum jahat, dia berdiri dari tempat duduk nya dengan semangat membara sembari mencium mulut gelas sampanye bekas Sean minum dengan seksi, sembari melangkah mendekati pagar balkon melihat ke arah laut dengan pandangan yang menyiratkan sebuah kelicikan.

Jessie terus berdiri di balkon menatap langit malam, sesekali ia menggosok kedua lengannya untuk mengurangi rasa dingin yang menyerangnya.

ia berjalan mondar-mandir dengan mata sesekali menatap ke arah pintu kamar Sean yang tertutup rapat, suara ketukan high heels-nya terdengar begitu jelas ketika menapaki lantai marmer itu.

Tubuh Jessie bergetar hebat karena kedinginan namun dia tetap bertekad tidak akan pulang tanpa Sean menuruti keinginannya.

Hingga Kaki Jessie sudah mulai mati rasa dan tak mampu menopang tubuhnya lagi, ia kehilangan pijakan dan tubuhnya limbung, terjatuh begitu saja bersamaan dengan kesadarannya yang mulai hilang.