webnovel

PENDEKAR TAPAK DEWA

Kebiadaban yang dilakukan oleh gerombolan La Kala (Kelompok Merah-Merah) di bawah pimpinan La Afi Sangia makin merajalela. Terakhir mereka membantai penduduk Desa Tanaru beserta galara (kepala desa) dan keluarganya sebelum desa mereka dibumihanguskan. Mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana yang sebagian besarnya hangus bersama rumah-rumah mereka. Darah Jenderal Hongli alias Dato Hongli mendidih menyaksikan bekas aksi kebiadaban yang di luar batas kemanusiaan itu. Darah kependekarannya menangis dan jiwanya menjerit. Tetapi ada sebuah keajaiban. Di antara mayat-mayat bergelimpangan ada sesosok bayi mungil yang kondisinya masih utuh. Tubuhnya sama sekali tak bergerak. Sang bayi malang seolah-olah tak tersentuh api walau pakaiannya telah menjadi abu. “Oh...ternyata bayi ini masih hidup,” desah sang mantan jenderal perang kekaisaran Dinasti Ming. Diangkatnya bayi itu seraya lanjut berucap, “Akan kubesarkan bayi ini. Dia adalah sang titisan para dewa. Akan kugembleng ia agar kelak menjadi seorang pendekar besar. Kelak, biarlah dia sendiri yang akan datang untuk menuntut balas atas kematian keluarganya serta seluruh penduduk desanya. Akan kuberi bayi ini dengan nama La Mudu. Ya, La Mudu, Si Yang Terbakar...!” Lalu sang pendekar besar yang bergelar Wu Ying Jianke (Pendekar Tanpa Bayangan) itu mengangkat tubuh bayi itu tinggi-tinggi dengan kedua tangannya. Ia berseru dengan suaranya yang bergetar membahana: “Dengarlah, wahai Sang Hyang Dewata Agung....! Aku bersumpah untuk menggembleng dia menjadi seorang pendekar besar yang akan menumpas segala bentuk kejahatan di atas bumi ini..!! Wahai Dewata Agung, kabulkanlah keinginanku ini...!! Kabulkan, kabulkan, kabulkan, wahai Dewata Agung...!” Sang Hyang Dewata Agung mendengar permohonannya. Alam pun seolah mengamininya. Cahaya petir langsung menghiasi angkasa raya yang disusul dengan guruh gemuruh yang bersahut-sahutan. Tak lama kemudian hujan deras bagai tercurah mengguyur bumi yan

M Dahlan Yakub Al Barry · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
89 Chs

Bab 81. Kesetiaan Ama Pancala

Laki-laki yang sudah berusia lebih dari lima puluh tahun itu manggut-manggut dan berucap, “Baiklah, Tuan Muda, saya akan menyampaikan kepada mereka agar segera datang mengisi rumahnya masing-masing.”

“Iya, Ama Pancala.” La Mudu tersenyum. “Ohya, untuk hewan-hewan ternak, apakah pakannya selalu tersedia?”

“Pakan tersedia melimpah, Tuan Muda. Saya menyuruh sekitar sepuluh orang untuk menjaganya siang dan malam, karena kandangnya belum ada. Semua hewan baru diikat di pancang-pancangnya masing-masing.”

“Kalau begitu, Ama Pancala minta bantuan pada para penghuni baru, agar membuat kandang besar di bagian belakang tanah lapang. Karena setengah di depan dari tanah lapang itu akan dibangun lumbung-lumbung padi yang dipindahkan dari pulau.”

“Baiklah, Tuan Muda.”

Chương bị khóa

Hỗ trợ các tác giả và dịch giả yêu thích của bạn trong webnovel.com