webnovel

Pendekar Tampan

Berkelana ke segala penjuru... Membasmi semua kejahatan yang dia lewati... Melampaui batas kekuatan... Menantang Langit... Mengukir legenda baru untuk di kenang sepanjang Masa... Tidak ada yang dapat menghentikannya, semua berjalan atas kehendaknya! kekuatan mutlak menjadi sumber utama! MENGUKIR SEJARAH YANG AKAN DI KENANG DARI MASA KE MASA.

_Saanz_ · Huyền huyễn
Không đủ số lượng người đọc
1 Chs

Chapter 1 Awal mula

*{ Awal Mula }*

.

.

.

"Seorang bocah laki-laki berumur sembilan tahun tengah berlari dengan nafas terengah. Sesekali matanya melihat kebelakang. Tak berselang lama, beberapa pendekar terlihat di kejauhan yang sedang berlari mengejarnya. Mata bocah kecil itu semakin terbelalak, melihat para pendekar yang tidak berhenti mengejarnya.

Di tengah larinya, bocah kecil itu memaki benda kecil yang melingkar di jari manisnya. Karena cincin itu lah dia di kejar oleh para pendekar itu. Yang katanya cincin itu adalah sebuah benda pusaka langit.

Beberapa saat lalu....

Bocah kecil itu yang bernama Tang San, saat dirinya sehabis mencari kayu bakar di pinggir pemukiman warga, Tang San menyempatkan diri mampir ke sungai kecil untuk membasahi tenggorokanya.

Namun saat dia menyiduk air sungai yang ke empat kali, matanya melotot melihat air yang di minumnya tiba-tiba sedikit berwarna kemerahan. Matanya menyusuri sumber dari warna merah itu mengalir. Yang di duganya berasal dari atas sungai.

Ternyata tidak jauh dari tempatnya berada, terdapat seorang pria sepuh yang sedang terkapar tidak berdaya. Luka di sekujur tubuhnya terus mengeluarkan darah segar.

Sedangkan salah satu tanganya bersentuhan dengan air sungai, itu sebabnya air yang barusan di minum Tang san berwarna kemerahan . Hingga cidukan yang ke empat kalinya, barulah air sungai yang di ambilnya mulai berubah warna.

Tang san menghampiri pria tua itu setengah berlari, meninggalkan kayu bakar yang tadi di carinya. Setelah sampai Tang San bisa melihat bahwa nafas kakek tua di depanya terus memburu, seakan pasokan udara di sekitarnya menipis.

"Kakek apa yang terjadi padamu!" Ucap Tang san mengulurkan tanganya hendak membantu pria Tua itu duduk.

Tetapi pria tua tersebut menepis tanganya dengan lembut, senyum hangat terukir di bibir kakek tua tersebut.

" Hay Bocil,Bocah kecil, kakek tua ini sudah tidak memiliki sisa kehidupan lagi. ini memang sudah waktunya bagiku untuk mati." Kata pria Tua tersebut dengan suara sedikit bergetar.

Tang san menatap tak sampai hati pada seorang kakek yang berbaring tidak berdaya di depanya. "kakek, kakek jangan bicara seperti itu." Jawab Tang san tetap kukuh ingin membantu.

Pria tua itu berusaha menggelengkan kepalanya berat, menatap anak kecil di depanya. "Terima kasih bocil tapi sungguh kakek tua ini sudah menempuh hidup yang cukup lama. Tapi... aku akan merasa berterima kasih jika kau mau menerima cincin ini sebagai permintaan terakhirku."

Pria tua tersebut menggunakan sedikit

tenaga dalam nya yang tersisa untuk memindahkan cincin berwarna emas dengan permata biru laut di tengahnya, ke salah satu jari mungil Tang San.

Perlahan cincin itu menghilang dari jari pria sepuh tersebut, dan ajaibnya cincin itu ternyata sudah tersemat di jari manisnya tangan Tang san berdecak kagum seolah baru menyaksikan sihir nyata baginya.

"Kakek, kakek sangat hebat bisa melakukan sihir!" seru Tang san berdecak kagum melihat cincin itu kini menghinggapi jari kecilnya.

Kekagumanya di tambah ketika cincin itu yang secara ajaib menyesuaikan dengan ukuran jari kecil Tang San.

Pria tua itu hanya tersenyum tipis, menanggapi kekaguman bocah kecil di depanya. Hingga pandanganya mulai memburam yang lama kelamaan menjadi gelap total. Bayangan terakhir yang dilihatnya adalah, bocah itu yang tampak kebingungan dan sedih.

Setidaknya dia sudah menyelesaikan tugasnya, mencari pemilik baru untuk cincin tersebut... yang sebelumnya dimiliki oleh tuannya.

Setelah beberapa saat tewasnya pria sepuh yang baru di temuinya. Tang san ingin membuatkan kuburan yang layak bagi kakek tua itu. Namun kegiatanya di berhentikan oleh beberapa orang yang di yakininya adalah pendekar.

Para pendekar itu, tengah menatapnya secara bergantian dengan pria sepuh yang terbujur kaku di sampaing bocah tersebut.

Salah seorang dari beberapa pendekar tersebut angkat bicara, dengan memegang gagang pedang di tanganya yang siap di keluarkan.

"Bocah kecil!, serahkan cincin yang kamu pakai itu, atau... kau akan mati menyusul orang tua di sampingmu." ucap pendekar tersebut tanpa ada belas kasih.

Tang san terkejut bukan main, tubuhnya bergetar hebat, dia berpikir akan segera memberikan cincin itu daripada harus meregang nyawanya sendiri.

"Paman, baik aku akan memberikan cincin ini padamu, tapi... tolong jangan membunuhku!" Ucap "Tang san yang mengandung sedikit nada kekhawatiran".

"Hm... baiklah bocah kecil, aku akan menimbang kembali usulanmu setelah kau memberikan cincin itu." Pendekar itu berkata santai, tapi tanganya tak sedikitpun terlepas dari gagang pedangnya.

Tang san mengangguk mengiyakan, namun sedetik kemudian wajahnya pucat dan badanya bergetar hebat. Tatapanya terlihat takut ke arah beberapa pendekar di depanya.

Cincin yang kini tersemat di jari manisnya tidak mau terlepas, bahkan sudah sekuat tenaga Tang san ingin melepaskanya. Namun... tetap saja cincin itu tidak mau lepas, seolah di lem menggunakan lem yang begitu kuat.

'Gawat' Ucap Tang san ketakutan, menyadari nyawanya akan segera dalam bahaya.

Para pendekar sudah menunggu, namun bocah kecil di depanya belum juga menyerahkan barang yang mereka minta. Hingga bocah itu, seolah menatap senang ke arah belakang pundak mereka, sambil melambaikan tanganya, yang sontak membuat beberapa pendekar tersebut mengalihkan pandangan.

Melihat kesempatan itu Tang san berbalik, berlari sekuat tenaga menjauhi para pendekar itu. Tak berapa lama, para pendekar menyadari bahwa mereka telah di tipu.

Hingga sekarang pengejaran itu masih berlanjut. Tang san beruntung karena menyadari tingkatan pendekar tersebut masih terbilang lemah. Sehingga memudahkan Tang san berlari untuk menghindar, yang untungnya fisik Tang san bisa di katakan lumayan kuat.

Tang san terus berlari hingga memilih memasuki sebuah hutan lebat dengan kabut hitam tebal di atasnya. Tanpa berpikir panjang, Tang san memasuki hutan tersebut.

Anehnya setelah berlari cukup lama, Tanh dan baru menyadari bahwa pendekar-pendekar itu tidak lagi mengejarnya. Nafasnya mulai terengah, dalam hati dia bersyukur. Namun di satu sisi juga nafasnya mulai tak beraturan, pandanganya perlahan memburam hingga akhirnya menjadi gelap seutuhnya.

Para pendekar yang sebelumnya mengejar Tang san mengumpat kesal memandang ke arah hutan di depan mereka. Yang faktanya hutan itu adalah hutan terlarang.

Mereka tau siapapun orang yang memasuki hutan tersebut tidak akan pernah kembali. Entah itu menghilang atau mati, tidak ada yang menduganya. Yang jelas itulah fakta yang beredar di kalangan masyarakat maupun pendekar.

Namun rumor yang berbeda mengatakan ada beberapa pendekar yang berhasil keluar dengan selamat. Beberapa ada yang terluka dan beberapa ada yang keluar dengan dan tanpa luka sedikitpun.

Yang jelas pendekar yang berhasil keluar dengan selamat adalah pendekar yang memiliki kemampuan hebat. Sayangnya beberapa orang yang selamat itu bisa di hitung jari selama ini. Sedangkan pendekar yang nekat lainya, di nyatakan hilang atau mati.

.

Di Suatu Tempat terdapat Seseorang dengan tubuh kecil itu mulai memiliki pergerakan kecil, walau hanya sebentar namun itu menandakan bahwa dirinya masih memiliki energi kehidupan.

Tiba-tiba ratusan cahaya berkedip-kedip merah mulai mendekati tubuh ringkih bocah kecil tersebut. Cahaya itu tidak lain adalah binatang kecil yang memancarkan sinar di malam hari. Mereka adalah kunang-kunang api phoenix, kunang-kunang api phoenix merupakan hewan berkelompok yang hanya ditemukan di wilayah-wilayah tertentu.

Selain itu kunang-kunang api phoenix sangat berbeda dengan kunang-kunang yang biasa berpendar kuning. Kunang-kunang api phoenix memiliki keunggulan di atas kunang-kunang biasa. Jika cahaya kunang-kunang kuning hanya berfungsi sebagai cahaya penerang.

Lain halnya kunang-kunang api phoenix, cahaya kunang-kunang ini dapat memberikan energi kehidupan. Dengan syarat seseorang tersebut memiliki energi kehidupan sesedikit apapun.

Perlahahan, ratusan serangga malam tersebut mendekati tubuh Tang san yang di yakini masih memiliki secercah energi kehidupan yang tersisa. Cahaya berpendar merah mulai menyelimuti tubuh Tang san.

Cahaya merah tersebut kian bertambah kuat, mengisih sebagian energi kehidupan Tang san yang sudah di ambang batas.

Pergerakan kecil kembali memperlihatkan pergerakanya seperti beberapa waktu lalu. Kelopak matanya juga mulai membuka sedikit, ketika itu juga hawa dingin malamnya hutan menerpa kulitnya. Namun sesaat kemudian kehangatan juga menyelimuti dirinya, yang kian cahaya merah di sekitarnya semakin mengeluarkan cahaya yang kuat.

Hingga akhirnya cahaya tersebut pun kembali seperti semula, memperlihatakan butiran-butiran cahaya merah yang memisahkan diri dari tubuhnya.

Namun tetap saja cahaya merah kunang-kunang tersebut tidak sepenuhnya menjauh. Melainkan bergerak memutari Tubuh Tang san memberikan cahaya penerangan pada bocah tersebut.

Tentu saja juga untuk melindungi tubuh Tang san dari udara malam yang dingin. Karena cahaya yang di keluarkan dari tubuh kunang-kunang api phoenix mengandung energi api. Sehingga menciptakan hamparan kehangatan di tengah dinginya malam.

Tang san berusaha untuk mendudukan tubuhnya. Menyadari gelapnya hutan dengan minim pencahayaan, membuat bocah kecil itu memeluk kakinya dengan gemetaran.

.....

Di waktu yang sama, lima pendekar aliran hitam yang mengemban misi penting dari Serikat baru saja pulang dari misi tersebut. Namun sayang misi penting tersebut gagal mereka jalankan. Wajah mereka memucat mengingat tentang kejamnya ketua serikat mereka. Mereka berpikir entah nyawa mereka selamat atau tidak beberapa saat kedepan.

Wajah mereka kian memutih, dengan di dengarnya bahwa kelimanya di suruh menemui sang ketua serikat tersebut. Dengan langkah ragu kelimanya berjalan menghadap sang pemimpin yang terkenal tidak berbelas kasih.

Sesampainya di ruangan bernuansa hitam, dengan penerangan minim cahaya.

Kelimanya membungkuk memberi hormat pada sesosok pria yang sedang membelakangi mereka.

"Hormat kami ketua Jin!" Ucap kelimanya bersamaan.

Selesai memberi salam kelimanya tidak langsung berdiri, melainkan tetap mempertahankan posisi hormat mereka.

Jin Tian, nama ketua dari perguruan tengkorak hitam. Jin Tian di kenal dengan sosok yang dingin, tanpa berbelas kasih pada siapapun.

Baik itu anak kecil, remaja atau bahkan lansia sekalipun. jika seseorang tersebut mampu membuatnya kesal, maka Jin Tian tidak segan membunuh tanpa pandang bulu.

Jin Tian masih memunggungi kelima pendekar tersebut. Dia tidak mengeluarkan sepatah kata pun untuk menanggapi kelima pendekar aliranya tersebut. Namun aura kematian yang di keluarkan mampu menekan kelimanya.

Tubuh kelimanya merasa kaku dan berat. Kelimanya tidak berani melirik ataupun mengeluarkan sepatah katapun. Hingga suara dingin menginterupsi kelimanya, yang mulai berkeringat.

"Katakan!" Jin Tian berkata dingin, seolah perkatanya tersebut dapat membunuh siapapun.

Salah satu pendekar yang menjadi ketua

dari lima pendekar tersebut berkata ragu. "maaf ketua misi gagal, ketua giuru menyerahkanya pada bocah kecil. yang pada saat itu berlari ke hutan kabut hitam." jelas pendekar tersebut.

"Lalu, kalian membiarkanya lolos dan tidak mendapatkan cincin pusaka tersebut?" Jin Tian bertanya.

Pendekar yang menjawab mengangguk ragu, sedangkan ke empat pendekar lainya sudah berkeringat dingin.

"Baik kalian boleh pergi." Jin Tian berkata dingin.

Kelima pendekar tersebut saling memandang tidak percaya akan keputusan sang ketua. Kemudian kelima pendekar tersebut memberi hormat kembali, sebelum memutar langkah mereka meninggalkan ruangan tersebut.

Namun saat hingga mencapai pintu keluar, suara dingin sang ketua kembali terdengar. Sedetik kemudian tubuh mereka membeku, dengan kepala masing-masing dari mereka sudah terlepas dari tubuhnya.

"Kalian hanya boleh pergi ke neraka, bukan dari ruangan ini." Jin Tian berkata dingin tanpa tersiratkan ekspresi, bahkan tampa emosinya.

.

.

.

.

.

.

#Bersambung....