webnovel

Scarlet Room

Ruangan merah mulai bercampur ungu ketika pedang dalam pikirannya akan segera keluar, membawa sesuatu yang begitu menindas, seperti perasaan kacau yang sulit di mengerti.

Ruangan ini begitu aneh, di penuhi dengan kotak bagaikan tegel 10 × 10, atau mungkin anda pernah melihat papan catur yang berwarna hitam dan putih, bedanya yang ini berwarna merah dan ungu. di atasnya ada genangan darah yang tidak terlalu dangkal, hanya setinggi sekitar dua senti dan warna nya yang cukup kental hampir menutupi warna pijakan merah dan ungu.

Lantai nya terbelah dan membuat genangan darah tenang itu membuat pusaran air yang kacau, memutar ke atas tanpa batas hingga mengeluarkan sesuatu yang begitu gelap dan tajam.

Terlihat ketika darah-darah itu runtuh kembali dari putarannya dan jatuh menjadi darah kembali di lantai.

Marie hanya diam dan tersenyum di belakang nya, ketika pedang itu keluar dan terlihat menyeramkan.

"Aiden, selamat! kamu berhasil mengambil pedangmu, aku sudah menunggu nya."

"Menunggu? Apa yang kamu tunggu?"

"Pedang raja iblis."

"Apa?"

"Pedang ini, aku sudah melihat beberapa ramalan nya, aku melihat ke masa depan, pedang raja iblis baru beserta raja baru yang akan segera hadir."

"Maksudmu aku?"

"Benar! kamu, kandidat raja iblis, bersenang hatilah atas itu, Aiden, jadilah orang yang jahat, jadilah orang yang kejam, jadilah orang yang munafik, buatlah dirimu menjadi bagian-bagian dari hal itu, seperti itulah pedangmu menggambarkan sifatmu, kamu tidak bisa berbohong, kamu tidak bisa lari dari takdir."

"Marie."

"Kamu bukanlah iblis biasa, aku tahu itu, akuilah dirimu disini, kamu tidak perlu lagi menyembunyikan kekuatanmu dan identitas mu."

Mereka berbicara tanpa saling memandang, Marie berada di belakang Aiden dan ketika mereka berbicara dan membelakangi salah satunya. Marie mulai melangkah maju ke dekatnya, memeluknya dengan erat, melekatkan tangannya ke wajah Aiden.

"Maafkan aku Aiden, aku harus memenuhi ego ku untuk saat ini, tidak ada perjanjian atau hal lain yang bisa kita sepakati disini. Kecuali karena itu kamu, kamu meminta nya, aku akan menurutimu. Untuk memberi tahu sedikit saja soal identitas ku."

Aiden mulai sedikit gemetar di kakinya, mendengar perkataan Marie, seolah-olah pikirannya terganggu.

Aura Marie semakin kuat, seperti membuatnya ingin tertidur dan mati perlahan dengan damai.

Tapi bukan hal itu yang sebenarnya.

Itu hanya menunjukan identitas nya sesuai keinginan Aiden membuatnya jujur.

"Kisaragi Marie, aku bukanlah iblis dari keluarga bangsawan atau apapun."

....

"Aku sudah hidup sejak ribuan tahun yang lalu,."

...

Setiap kata-katanya di jarak oleh waktu dalam beberapa detik sebelum kata selanjutnya akan di sambung.

Mulutnya yang mendekati telinga Aiden agar dia benar-benar mengingatnya.

Bagi Aiden, sangat tidak masuk akal ketika murid kelas satu yang setara dirinya bahkan bisa melakukan sihir-sihir kelas atas sampai belum lama pertemuan mereka, dia sudah membawa dirinya ke ruangan scarlet tak terbatas bagaikan lantai dengan papan catur kotak merah dan ungu.

Marie kemudian berjalan ke depan Aiden, ke arah pedang hitam itu melayang bersama aura ungu gelapnya yang menyelimuti. Dia mengambil pedang itu di tangannya dan membawa nya kepada Aiden.

"Berjanjilah, kamu harus melindungi rahasia dan identitas ku, berjanjilah, kamu akan menjadi raja iblis suatu hari nanti."

"Dengan memegang pedang ini, kamu akan membuat perjanjian bersama ku, sebuah kontrak yang tidak akan pernah bisa di tarik kembali dan di batalkan. Akan selalu ada sampai akhir."

Marie menghasutnya dengan pengendalian pikiran, agar Aiden mau mematuhi perintahnya dan memegang pedang itu. Dia bisa mengontrol pikiran kepada siapapun, atau sebanyak apapun, ketika pikiran seseorang dalam kendalinya, dia bebas mengontrol gerakan orang itu sesuai perintahnya.

Aiden diam dengan raut wajah seperti kerasukan yang tidak mengamuk sedikitpun, sengat tenang tanpa kata-kata, maju perlahan pada Marie untuk mengulurkan tangannya.

"Bagus ... bagus~ ambillah pedang ini, genggam lah, pegang lah, ini milikmu! Aiden."

Tangannya akhirnya menyentuh gagang pedang itu dan bersamaan menyentuh tangan Marie yang juga memegang gagang itu, sekarang dia menyentuh pedang nya.

Sebuah kontrak sihir yang sudah di buat oleh Marie, menghasut Aiden untuk melakukan keinginannya. Dia hanya menginginkan seorang raja iblis baru untuk melindunginya.

Dia tahu, dia melihat sebagian ramalan itu, banyak ancaman-ancaman besar dari makhluk-makhluk di luar alam iblis. manusia-manusia dengan kemampuan sihir yang tinggi, ada para dewa di alam mereka.

Marie sudah melihat setengah saja dan melihat beberapa kehancuran di luar sana yang terjadi karena pertarungan makhluk-makhluk itu, entah mereka manusia, dewa, ataupun penyihir.

Keinginannya adalah membuat alam iblis tidak akan kalah dari kekuatan-kekuatan itu, tindakannya harus terus membuat Aiden bertambah kuat agar bisa menjadi pelindung untuk alam iblis.

Tidak menutup kemungkinan, kehancuran makhluk-makhluk itu akan menabrak dunia mereka dan membinasakan seluruh iblis.

Tidak ada cara lain, selain mencari kandidat yang harus jauh lebih kuat darinya, dia ingin hidup abadi, namun dia butuh perlindungan dari orang yang dia butuhkan. Sepuluh iblis besar saja mungkin tidak akan cukup untuk melindunginya.

"Aiden Leonore ... terima kasih telah melakukan ini untukku, selanjutnya, lakukanlah dengan lebih baik, aku akan selalu menunggumu, aku akan selalu bersamamu."

Aiden seperti kehilangan kesadarannya, di perintah untuk memegang pedang iblis bersama perjanjian untuk menjadi raja iblis selanjutnya.

Selanjutnya, tidak akan ada lagi pengganti raja iblis, raja iblis baru akan di beri kutukan keabadian, abadi itu adalah kutukan, rasakanlah bosannya hidup di dalam dunia ini.

Mereka berdua memegang pedang nya secara bersamaan dengan tangan kanan, lalu pedang nya mulai lenyap dilahap oleh aura ungu yang mulai menghilang dengan melahap ke atas sampai habis.

Maju selangkah lagi, Marie sudah menyentuh Aiden dan memeluknya sampai terjatuh dengan cepat ke genangan darah di pijakan.

Pijakan merah ungu yang mulai tak terlihat, genangan darah yang semakin gelap dan tidak dapat dilihat sesuatu di balik itu.

Mereka terjatuh ke genangan darah yang tiba-tiba menjadi lautan dan sedalam palung yang sangat dalam.

Tenggelam bersama di laut darah, ketika seragam sekolah Marie mulai hilang seperti robek dan di lahap perlahan oleh sesuatu. Sambil memeluk Aiden dengan tubuh telanjang sepenuhnya dan sebuah baju baru yang tercipta lagi di dalamnya lautan darah, seperti sebuah gaun, lebih tepatnya gaun yang simpel dengan penuh merah yang hampir menyerupai darah dan warna rambutnya yang merah terang. Tanduk muncul di kepalanya.

Mereka jatuh begitu dalam di lautan darah, begitu dalam dan lama. Hingga dasar yang seperti tak berujung akan semakin gelap dan mereka seperti akan mencapai dasarnya.

Pada akhirnya, itu bukanlah dasar lautan darahnya, itu hanyalah dinding baru yang akan di gunakan disana.

"Aiden."

"Aiden."

"Bangunlah."

Ketika bagian merah menjadi merah gelap yang pada akhirnya akan menjadi hitam dan melahap mereka di dalamnya lautan darah, hitam yang begitu tebal pecah dan menembus sesuatu yang lain.

Ketika dasar hitam pecah berkeping-keping dan menembus langit realita, mereka yang benar jatuh di kedalaman laut kini menembus di langit biru cerah, seperti langit biru cerah yang retak dan pecah dengan cepat seperti di tabrak.

Mereka akan jatuh dari langit dan mendarat ke tanah yang sebenarnya, tidak ada lagi ruangan scarlet, genangan darah, atau lautan darah.

"Aiden ... buka matamu, kita kembali."

Aiden dengan kaget membuka matanya dan segera merasakan cepatnya angin membawa mereka jatuh ke tanah.

"Aiden, kita akan jatuh, kita akan mati, selamatkan aku, selamatkan dirimu, kita..."

Dia terbangun dan melihat Marie yang masih menggunakan seragam sekolah sambil memeluknya dengan erat dan menyadarkan kepalanya padanya.

Aiden melihat ke bawah ketika mereka akan mendarat dengan cepat, mereka mungkin mati.

Dia segera berpikir bagaimana cara mendarat untuk menyelamatkan hidupnya dari jatuh pada ketinggian ini, hidupnya penuh keberuntungan, dia tahu itu, banyak bahaya yang sering di alaminya dan ketika maut selain tiba-tiba terhindar darinya. Keberuntungan memihak padanya, hampir selalu.

Yang dia harapkan sekarang adalah keberuntungan untuk membuatnya tetap hidup.

"Aku harus melakukan sesuatu."

"Hah! Tidak ada cara lain, apakah ini akhir hidupku?"

Pikirannya mulai tak jelas lagi, mungkin entah kenapa Marie berada padanya dan memeluknya, lalu mereka jatuh bersamaan dari langit entah darimana dan apa alasan yang membuat mereka terjatuh dengan ketinggian seperti itu.

"Tidak ada cara lain, jika inilah akhirnya, maka tidak apa-apa."

Dia mulai membuat Marie memeluknya lebih erat dan lebih dalam lagi, apapun yang terjadi, mereka akan mati bersama tanpa alasan yang jelas.

Pada akhirnya, mereka mendarat dengan kecepatan tinggi dari langit ketika menyentuh tanah. Lubang yang membuat kedalaman tidak terlalu dalam, namun rasa sakit itu cukup untuk membuat seseorang mati, jika seseorang bahkan tidak mati, maka itu adalah penderitaan berat yang di terima nya ketika tulang-tulang nya patah dan hancur berantakan.

Tapi, dia membuka matanya, mereka masih hidup, tidak ada satupun rasa sakit yang dirasakannya.

"Aku ... aku masih hidup?"

"Apa aku bermimpi?"

"Tidak, kamu tidak bermimpi." Kata Marie.

Tidak banyak lagi pertanyaan atau kata yang akan di ucapkan, dia seperti tertidur, bermimpi aneh seperti tenggelam di dalam lautan berwarna merah dan kemudian terbangun ketika jatuh dari langit tanpa alasan.

"Apa yang kamu lakukan padaku?"

"Tidak apa-apa, aku hanya mencoba membuatmu memperlihatkan pedang itu."

"Aku tidak ingat soal aku mengeluarkan pedang."

"Kamu harus mengingatnya."

Aiden segera berdiri dari tempat mereka terjatuh, mereka baik-baik saja, tidak mati dan tidak ada cedera pada tubuh mereka.