webnovel

My Maid Was Taken Over

Seperti biasa setelah semua selesai...

Aku pulang ke rumahku.

Seperti biasa, kedua pelayan ini selalu masih menggunakan kostum mereka tepat waktu. Aturan nya adalah memakai kostum pelayan mulai jam lima pagi hingga jam tujuh sore.

Setelah jam tujuh sore tiba, mereka sudah bisa mengganti kostum mereka dengan kostum bebas biasa.

Keduanya menunggu di luar pintu rumah dengan sangat sopan. Aku benar-benar merasa bagaikan seorang raja sekarang. Tapi jika itu adalah aku sang pemilik rumah, maka akulah raja nya.

Sejak berada di taman saja, aroma wangi taman yang mereka semprotkan disana begitu menyengat, harum yang membuatku ingin pingsan dan jatuh ke dalam tidurku.

Lalu, wajah mereka sepertinya terlihat ceria.

Eugene datang ke arahku dan bertanya "Apakah hariku sekolah sihirku berjalan lancar?"

Dan aku menjawab "Ya"

Wajah mereka senang ketika mendenhar itu, mereka benar-benar peduli padaku, aku merasa aneh jika menggangap mereka sebagai pelayan, bagiku mereka lebih baik menjadi pembantuku. Mereka tidak harus melayaniku sepenuhnya, setidaknya mereka bisa melakukan apa yang mereka mau, aku mengizinkannya.

"Mau makan sesuatu?"

"Humm."

Aiden mengangguk dengan makna bahwa dia mau. Dia tidak pernah membawa satu pun uang entah koin atau kertas, tidak pernah membeli makanan atau sesuatu. Dia hanya selalu sarapan sejak pagi sebelum berangkat dan makan lagi ketika pulang.

Dia tidak punya uang dalam hidupnya.

Semua makanan dan rumah mewah ini tercipta dengan sendirinya, dan dua orang gadis pembantu yang entah darimana harus bersamanya dan melayaninya.

Sebenarnya semua makanan itu tidak tercipta sendiri, tidak ada kebun, tidak ada tumbuhan tomat, cabai, dan lain-lain yang bisa di makan.

Makanan itu di masak oleh para pelayan dari banyaknya bahan yang tersedia. Bahan yang tersedia di beli di pasar. Pasar berada di kota, dan bertransaksi tentu saja dengan uang.

Jika Aiden harus bertanya dari mana asal uang mereka untuk membeli bahan yang ada, maka jawabannya adalah dengan modal selembar kertas bernilai tinggi. Selembar kertas awal yang akan tetap berada pada masing-masing pelayan. Wanda memiliki selembar begitupun Eugene. Setiap selembar akan di duplikasi menjadi tiga atau lima lembar saja sudah cukup untuk membeli kebutuhan rumah.

Keduanya datang membawa sebuah meja troli atau biasa di sebut trolley, alat yang digunakan untuk mengantarkan makan kepada pelanggan atau juga bisa digunakan untuk mengambil piring kotor. Keuntungan menggunakan meja troli ini adalah memudahkan pelayan melakukan pekerjaannya, dalam porsi banyak sekalipun. Meja troli ini sudah banyak digunakan pada berbagai restoran besar yang ada di Dunia.

Dia tidak memperhatikan mereka beberapa saat. Dia menyilangkan kedua tangannya di atas meja besar ini dan membuat kepalanya masuk diantara tangan menyilang. Bagaikan seseorang yang sudah menunggu makanan nya sejak berjam-jam.

Mereka tidak melakukannya dengan waktu yang lama, mengambil makanan dari dapur dengan meja troli yang hanya di dorong cukup membutuhkan waktu beberapa detik saja, mungkin hampir satu menit. Dengan tidak terburu-buru itu perlu.

"Makanan datang."

Suara terdengar ketika kedua nya sudah hampir sampai pada meja makan besar ini. Meja ini tidak juga terbilang besar, namun lebar dua meter dengan panjang empat meter itu sudah lumayan.

Eugene menurunkan piring-piring itu dengan hati-hati. Dan ketika semua sudah di letakkan, Wanda membuka setiap penutupnya dan memperlihatkan isinya. Makanan yang masih hangat setelah di masak mengeluarkan uap yang tidak terlalu tebal, namun menandakan bahwa itu adalah makanan yang memang baru di masak.

"Humm begitu harum. Ayam bakar, telur, ikan goreng kesukaanku, tanpa tulang, begitu lembut."

Aku bisa langsung melahap ikan ini hanya dengan beberapa gigitan saja tanpa perlu mengkhawatirkan tulang yang akan tertahan di tenggorokanku, karena semua ikan ini sudah pasti di sajikan tanpa tulang satupun, entah bagaimana mereka membuat masakan hebat ini, mereka benar-benar pelayan yang berguna.

Di dalam satu piring adalah ronde pertama dengan nasi dan ayam di atasnya. Dia tidak menyukai sayur, oleh sebab itu, sayur jarang di masak, bahkan jika itu ada, tentu saja akan di pisah. Dia juga tidak suka makan makanan yang pedas. Memakan makanan pedas membuatnya berkeringat dan keringat yang mengalir-mengalir di tubuhnya membuatnya emosi.

Wanda dan Eugene akan membuat makanan pedas untuk diri mereka dan di pisahkan dari punya Aiden.

"Hummm! begitu lezat! masakan kalian memang tidak pernah gagal."

"Benarkah?"

Kata Eugene dengan tangan yang saling menggengam di dadanya dan benar-benar senang atas pujian itu.

Keduanya senang atas setiap pujian dari Aiden, apapun yang mereka lakukan, mereka mencoba yang terbaik untuknya, juga mendapat pujian dari Aiden adalah hal yang membuat mereka benar-benar menjadi semangat dan ceria.

Ronde kedua makanan nya adalah dengan mengambil beberapa sendok nasi tambahan lagi dan ikan tanpa tulang, porsi nya tidak kalah banyak dari ronde sebelumnya.

Dia memakan begitu lahap. Sampai semuanya habis, yang terakhir adalah makanan penutup yang juga di sediakan berupa puding atau es krim. Dia bebas memilih apapun yang akan dia makan dan apapun yang tidak ingin dia makan.

Setiap makanan yang tidak di habiskan akan di berikan pada kucing liar yang sering berkeliaran di dekat rumah ini.

Tapi setelah menghabiskan semuanya, dia sadar ada satu piring tepat di seberang mejanya, berhadapan dengannya. Piring yang seperti ada makanan yang sudah habis, dengan sendok dan garpu di atasnya. Lalu minuman di gelas itu yang tidak sepenuhnya habis.

Seperti ada orang lain yang berada di depannya dan baru saja selesai makan.

"Ehmm, kalian...itu makanan siapa?"

"Itu...itu sudah habis, maaf. Jika anda masih menginginkan makanan lagi, kami bisa membuatnya lagi tapi kami harus membuat anda menunggu beberapa menit."

"Tidak maksudku bukan begitu."

"Aku."

Suara yang di kenalnya datang tepat dari kursi yang bersebrangan dengan kursi nya. Mereka saling berhadapan. Suara yang mulai memproyeksikan asalnya.

Itu adalah Marie, dengan tangan kanan nya yang di memangku pipinya sambil mengejutkan Aiden.

"Eh? kamu? apa yang kamu lakukan disini?"

"Aku mengambil alih para pelayan, kenapa?"

"Tidak, bukankah kamu pulang lebih awal? kupikir kamu benar-benar ada urusan lain yang lebih penting daripada mengambil alih pelayan orang lain."

"Maaf, Aiden, pelayan-pelayan ini mulai sekarang juga akan menuruti perintahku, melakukan apapun yang aku inginkan."

"Eh? keputusan siapa itu? Wanda! Eugene! apa yang kalian lakukan?"

"M-M-M-Maaf! kami tidak bisa menolak perintahnya, dia memerintah dan membuat tubuh kami bergerak sendiri sesuai apa yang diinginkannya.

"Kembali bawa semua makanan dan piring kotor, bersihkan, lalu kembali kesini dan duduklah dengan sopan!"

Sing!

Tubuh keduanya yang tadinya gemetar sedikit tiba-tiba menjadi tegak dan kuat tanpa rasa takut, menjalankan perintah nya. Mereka sadar, tapi tubuh mereka yang bergerak sendiri tanpa bisa melawan. Seperti di ambil alih.

"Marie! apa yang kamu lakukan?"

"Sudah kubilang, aku menjadi majikan mereka juga sekarang, kau dan aku."

"Apakah kamu tidak punya kerjaan lain daripada harus menggangu dan membuat mereka terbebani seperti itu?"

"Kamu memiliki pelayan dan membawa sendiri piring kotormu lalu mencucinya sendiri? hahaha...Aiden! kamu di berikan pelayan, gunakanlah hak itu untukmu."

"Aku tidak butuh pelayan, mereka hanyalah pembantu ku, bukan pelayan ataupun budak! lagipula sihir mu benar-benar merepotkan.

"Maaf, aku mengantuk aku akan pergi ke kamarku dan segera tidur, maaf aku belum bisa berbincang dan memiliki topik lain."

Dia segera berdiri dari kursinya untuk menuju ke kamarnya di lantai dua, baru setengah tubuhnya yang berdiri lagi dari kursi tiba-tiba tertarik kembali dengan cepat menempel ke tempat duduk lagi.

"Hah?!?!?"

Marie membuatnya duduk lagi dan tidak bisa melawannya. Tubuhnya benar-benar mati rasa dan berat.

"Marie! hentikan! apa yang kamu inginkan? sampai seperti inikah waktu luangmu yang harus mengganggu?"

Tiba-tiba Marie sudah tidak ada di kursi depannya dan langsung berada di belakang nya. Dengan aura yang menakutkan. Aiden tiba-tiba merasakan aura jahat itu darinya.

"Menggangu? apakah aku juga begitu mengganggumu? aku benar-benar sedih jika harus menerima ucapan seperti itu."

"Lalu, apa yang kau mau?"

Dia mendekatkan dirinya kepada Aiden dan berkata bahwa "Aku hanya butuh perhatian mu."

"Perhatian? perhatian apa?"

"Kamu kurang peduli terhadap ku, kamu jarang bertanya padaku, padahal aku begitu peduli padamu, bahkan sejak hari pertama."

"Aku sudah sering bertanya, bukankah kamu tidak senang ketika di tanya begitu banyak?"

"Kamu hanya bertanya tentang hal lain yang tidak berhubungan dengan hatiku."

Aiden: "?!?!?!"

"Aiden, aku...menyukaimu."

Kemudian tubuhnya yang tertahan dengan berart di kursi mulai terasa ringan dan bisa di gerakkan kembali.