webnovel

First Day Of Magic Academy

Aku terbangun lagi dari tidurku...

Melihat beberapa cahaya yang masuk lalu menjadi cahaya yang besar. Ketika kubuka mataku, itu adalah Eugene pelayan yang membuka jendela kamarku, membiarkan cahaya itu masuk sedikit dan membangunkanku.

"Aiden, kamu harus bangun, bukankah hari ini kamu ingin melakukan sesuatu?"

Tanya nya dengan mengingatkan sesuatu.

"Oh benar, aku akan pergi ke akademi itu."

Dia sudah mendaftarkan ku ke dalam akademi sihir terkenal di pusat kota, katanya di sana cukup banyak anak-anak dari iblis bangsawan.

Disini, Aiden sudah memiliki sepasang seragam nya yang di berikan setelah lulus pendaftaran masuk ke akademi.

Beberapa lainnya biasanya ada yang mendapatkan seragam berwarna merah dan variasi hitam, sedangkan punya nya dan banyak lainnya lagi adalah putih dengan variasi hitam.

Ketika hari itu sebelumnya dimana dia bertanya kepada kedua pelayannya yang mengantarkannya mendaftar di akademi, rupanya itu adalah seragam khusus, hitam merah adalah seragam untuk mereka yang merupakan anak dari keluarga bangsawan terkenal, cukup banyak yang memakainya.

Lalu yang putih sepertiku adalah murid lokal lainnya yang populasinya lebih banyak dari merah hitam.

Dia segera bergegas ke kamar mandi untuk mandi dan melakukan semua aktivitas pagi hari, keluar kembali mengenakan pakaiannya.

"Eh? Kamu daritadi berdiri disini? Kenapa kamu menunggu disini daritadi?"

"Aku memastikan keamananmu."

"Hah? Apa-apaan, kamu tidak perlu berdiri sampai selama itu. Aku hanya mandi, tidak ada yang perlu kamu tunggu atau jaga."

"Tapi itu merupakan hak mu."

Ah, apa-apaan dengan hak konyol itu.

Kemudian dia berjalan ke bawah diikuti dengan Eugene setelah mengenakan seragam ini untuk pertama kalinya.

"Baiklah, seragam yang cukup bagus, ringan, dan terasa seperti ada energi sihir mengalir padaku."

"Aiden, jangan terburu-buru, tolong makan dulu sebelum kamu pergi."

Seminggu sebelum hari ini datang, beberapa hari itu, dua pelayan ini sudah mulai mengerti apa yang di sukai Aiden dan apa yang tidak di sukanya, seperti tidak makan nasi atau yang lainnya di pagi hari, melainkan lebih suka dengan biskuit, wafer atau semacamnya dan teh.

Pagi ini, mereka sudah menyiampak.banyak biskuit dan roti, dan masih ada beberapa lagi.

Memiliki pelayan ini benar-benar menyenangkan, tapi aku punya dua.

"Aiden, kamu masih hafal jalan ke sana bukan?"

Tanya Eugene.

"Tentu saja, itu mudah."

"Baguslah kalau begitu."

Tapi...

...

"Akhh, kenapa kalian harus ikut mengantarku seperti ini? Ini agak memalukan."

"Kami hanya menjaga mu dalam perjalanan."

Untung saja mereka tidak memakai seragam pelayan itu, dan dengan pakaian lain, mereka agak sedikit berbeda.

Orang-orang akan menganggap nya seorang anak manja yang masih di antar ke sekolah.

Aiden kemudian bergegas masuk menuju pintu gerbang besar akademi ini. Yang bertuliskan Demonic Academy di bagian atasnya gerbang dengan besar.

Patung lelaki di depan itu sepertinya kepala sekolah, setelah memandang semua ini, suasananya sama seperti melihat ribuan murid dari dunia lamannya, berbedanya disini adalah, mereka seorang murid sihir di akademi sihir, bukan belajar ilmi pengetahuan lain sepertiku sebelumnya entah itu fisika, kimia, matematika dan banyak lagi.

Disini ada pelajaran seperti itu, namun hanya di sekolah biasa, sementara itu, sekolah sihir khusus juga ada.

"Aiden! Belajarlah dengan baik, jangan lupa dengan kotak makananmu."

"Akhh! Sial! Sangat memalukan! Kenapa harus diingatkan seperti itu?"

Banyak orang memandangku sekarang, itu memalukan.

Kemudian dia berjalan dengan sendiri memasuki gerbang yang di lewati oleh banyak murid baru sepertinya.

tujuh puluh lima persen adalah populasi dengan seragam putih, sementara sisanya adalah populasi mereka yang memakai seragam hitam.

Dia berharap ingin mendapatkan seragam hitam juga, hitam adalah pakaian kesukaannya, namun itulah kenyataan, dia hanya lah iblis yang bahkan bukan iblis murni, juga bukan darah bangsawan atau lainnya.

Sekarang baginya tidak apa-apa, selama dia bisa belajar sihir.

Kelasnya sangat banyak. Ketika melewati itu, seperti berjalan di koridor bioskop yang cukup bagus.

Ketika dia menemukan kelasnya, itu adalah kelas paling sudut di akhir koridor tepat berada di jalur jalan.

Pintu nya terbuka, beberapa murid sudah masuk ke sana lebih dulu. Dia adalah yang terakhir masuk ketika semua murid sudah berada di tempat duduk mereka masing-masing.

Seperti biasa, dia akan mengklaim tempat duduk paling belakang lagi, sama seperti kehidupan sekolahnya sebelumnya.

Ketika dia masuk, proporsi ruangannya berbeda. Kelasnya dua kali lipat lebih besar dari kelas di sekolah dunia manusia.

Lalu dari pintu masuk, lantai nya tidak datar, setiap anak tangga adalah barisan kursi ke kanan dan kiri dengan tangga di tengah.

Itu benar-benar terlihat seperti bioskop, bahkan ini memiliki meja di depannya, tampaknya benar-benar keren, belum pernah aku berada di kelas sekolah seperti ini.

Itu berarti, murid paling belakang adalah posisi teratas, dan yang paling depan adalah posisi terbawah dimana mereka sudah menyentuh lantai bersamaan dengan guru dan objek pembelajarannya.

"Permisi, bolehkah aku duduk disini?"

Tiba-tiba suara seorang perempuan yang lembut terdengar dari sebelah kanan nya, membuat nya segera mengalihkan pandangan.

SING!

"Hah apa itu?"

Tiba-tiba perasaannya aneh, dia seperti buta dalam sedetik dan bisa melihat lagi, sebelum menoleh ke arah gadis itu.

"Tidak masalah, silahkan."

"Terima kasih."

"Mari kita berteman."

Kata gadis itu sambil menjulurkan tangan kanannya untuk menjabat denganku dan berkenalan, dia menggunakan seragam merah, baiklah, gadis yang merupakan anak seorang bangsawan ingin berkenalan denganku.

"Namaku, Kisaragi Marie, senang bisa bertemu denganmu."

Kemudian Aiden merespon untuk menjabat kembali tangannya, walaupun dia agak gugup dengan wanita.

"Aku, Aiden Leonore, terima kasih sudah mengajakku berteman."

"Tentu saja, kita akan menjadi sahabat."

Gadis ini baru bertemu denganku dan bertingkah sok akrab begitu. Bahkan mengatakan akan menjadi sahabat.

Di dunia sebelumnya, aku hanya memiliki teman, bukan sahabat, jangankan perempuan, lelaki pun jarang berbicara denganku di dunia sebelumnya.

Dia pikir dia agak terlambat dan masuk paling terakhir, rupanya Marie ini adalah yang terakhir masuk ke dalam kelas.

Hari ini di awali dengan pengenalan semua nama murid, dimana semua akan di panggil sesuai absen.

Aku memegang kartu awal dengan angka lima.

Baiklah itu urutan bagian-bagian awal, kurasa karena awalan namaku dengan abjad A, ini tidak berbeda dari absen sekolah di dunia manusia.

Kupikir semua iblis itu memiliki tubuh yang mengerikan di kenyataan dengan kulit mereka yang di penuhi darah dan api, lalu tanduk menyeramkan.

Ternyata, mereka semua adalah iblis berwujud yang sama saja seperti manusia normal, tingkah laku mereka.

Sedikit melebihi ekspektasi ku, ini benar-benar luar biasa.

Ketika guru mulai menyebutkan angka lima, itulah kesempatannya. Membuatnya harus berdiri dari kursi, turun ke depan dan memperkenalkan dirinya di hadapan tiga puluh murid.

Itu benar-benar membuatnya malu, ketika harus berada di depan banyak orang dan di tatap.

Dengan cepat dia harus mengatakan namanya dan segera duduk kembali ke tempatnya.

Pelajaran awal di hari pertama adalah dasar dari semuanya, bagaimana cara mengeluarkan energi sihir dari dalam diri kita, membuat aura kita sendiri, dan ada beberapa lagi.

"Mengumpulkan energi yang terasa berjalan-jalan di tubuhmu kemudian bayangkan sebuah api berdiri di jari telunjukmu."

Begitulah kata guru sambil mempraktikkan di depan semua murid, itu benar-benar keren, api keluar dari jarinya.

Aku sudah beberapa kali mencoba dan itu benar-benar sulit. Hampir tidak ada apapun yang terjadi.

Sebuah jari telunjuk dengan tangan yang cerah muncul tepat di hadapanku dengan api kecil yang berkobar di ujung telunjuknya hampir menyelimuti sebagian jari telunjuknya.

Aiden melihat pemilik jari di sampingnya yang di pamerkan untuknya, itu adalah gadis bernama Marie tadi, dia berhasil membuat api di jarinya.

"Hebat! Luar biasa! Bagaimana cara kamu melakukannya?"

"Aku tidak tahu, aku hanya mengikuti instruksi guru dengan benar."

"Ah, aku tetap tidak bisa, walau aku sudah mencoba."

"Cobalah terus, kamu pasti bisa."

Katanya sambil menyemangati ku.

Aku mencoba lagi dan merasakan aliran di ujung jariku seperti memercik sedikit.

"Hah?"

"Kamu hampir berhasil." Katanya.

"Rasakan alirannya, kemudian pusatkan semua energi itu hingga terasa mengalir membentuk ke dalam bagian ujung jarimu, sisanya tergantung imajinasimu dalam membuatnya."

"Baiklah aku akan mencoba lagi."

Tak lama kemudian...

"O-Ow."

"Ada apa?"

"Guru sudah menghampiri murid terdepan, lihatlah, sepertinya dia akan memeriksa kita satu persatu."

"Apa yang dia bawa?"

"Entahlah, mungkin buku kompetensi."

"Buku kompetensi? Kedengaran seperti buku nilai untuk siswa."

"Benar, guru akan menghampiri kita beberapa saat setelah mereka, itt akan mengisi nilai para murid."

"Gawat! aku belum bisa melakukannya! bagaimana ini?"

Dia sudah mencoba sesuai instruksi yang di jelaskan.

Semua murid bisa melakukannya dengan baik dan dengan cepat hanya dalam sekali dua kali percobaan.

Tapi, dia sudah mencoba lebih dari lima belas kali dalam menyalakan api di jarinya dan hanya sepercik yang keluar dan mati lagi.

"Aiden."

"Apa?"

"Guru itu mulai menghampiri kita."

"Akhh, habislah aku!"

Guru itu perlahan melewati jalan tengah yang bertangga ke atas menuju kami selanjutnya.