webnovel

Pelukan Sang Mantan

Dalam waktu bersamaan, Nastya mengalami banyak kesedihan. Ayahnya meninggal dunia dan ibunya koma di rumah sakit. Rumah yang mereka tinggali harus segera dijual untuk biaya perawatan ibunya. Di saat Nastya membutuhkan dukungan dan semangat dari sang kekasih, ia malah mendapati Narendra berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Rasa kecewa, marah, dan benci pun ia rasakan secara bersamaan. Demi membalas rasa kecewanya pada Narendra, Nastya memutuskan untuk berpura-pura menjadi istri dari ayahnya. Itu membuat pria itu sangat marah. Tapi, berperan sebagai ibu tiri dan hidup satu atap bersama dengan mantan kekasihnya, Nastya malah terjebak di dalam pelukan Narendra seumur hidupnya. Pria itu tidak melepaskannya, dan tidak membiarkan Nastya hidup bahagia bersama dengan ayahnya. Bagaimanakah nasib Nastya selanjutnya? Simak cerita selengkapnya, hanya di "Pelukan Sang Mantan". Semoga terhibur ^_^ Follow IG @rymatusya

Tusya_Ryma · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
222 Chs

Lakukan untukku!

Nastya terlentang di atas sofa besar dan empuk yang ada di ruangan itu. Sekuat tenaga ia menahan gejolak yang ada pada dirinya. Tangan kecilnya menarik tangan pria itu agar tidak membuka sweaternya.

"Jangan!" lirihnya dengan perasaan tidak menentu. Tubuhnya terasa panas dan sangat tidak nyaman.

"Hehe, kenapa jangan?" Pria itu menyeringai, menghentikan gerakannya, lalu beralih menyentuh wajah cantik Nastya, dan mengelus lembut pipinya.

"Bukankah kau menginginkannya, hemmm?" goda pria itu dengan suara yang sangat lembut. Masih mengelus wajah Nastya yang sudah memerah. "Sekuat apapun kau menolak, tubuhmu tetap menginginkannya!"

"Ahhh!" Nastya menggeliat. Tidak tahan menahan sensasi yang timbul dari sentuhan lembut pria itu.

"Se-sebenarnya, apa yang kau masukan ke dalam minumanku?" Tiba-tiba ia menanyakan hal itu.

Karena, jika tidak ada apa-apa di minuman itu, tidak mungkin dirinya merasakan reaksi seperti ini.

"Apapun itu, kau akan menyukainya." Pria itu menunduk, mendekati wajah Nastya.

Tiba-tiba tangannya terhenti ketika ia menyibak rambut yang menutupi kening Nastya. Ada sebuah plester besar berwarna krem di kening itu yang membuat wajah cantiknya tiba-tiba berubah menjadi jelek. Gerakkan tangannya seketika terhenti, kening pria itu mengkerut, menunjukkan bahwa ia tidak menyukai wanita cedera.

Pria itu segera bangkit dari atas tubuh Nastya, duduk di sofa sambil memperhatikan setiap lekuk tubuh wanita di depannya.

Ketika matanya menatap kaki putih dan halus yang hanya memakai celana yang sangat pendek, keningnya kembali mengkerut. Ada luka juga di kaki itu.

"Kenapa tubuhmu terdapat banyak luka?" tanyanya pada Nastya. Jari telunjuknya menunjuk setiap luka di tubuhnya.

"Aku tidak minat bermain dengan wanita tidak bersih sepertimu!" ucapnya dengan kejam. Tiba-tiba pria itu bangkit berdiri. Memungut pakaiannya yang tergeletak di lantai, lalu memakainya kembali. Api yang tadi sudah menyala, kini perlahan mulai padam setelah melihat luka-luka pada tubuh wanita itu.

"Aku sudah membayar mahal untuk kesenangan malam ini. Harusnya Rastya memberiku wanita cantik dan juga mulus. Bukan wanita penuh luka sepertimu," cibirnya dengan tajam. Matanya menatap Nastya yang masih terlentang di atas sofa.

"Awas saja, gadis licik! Aku tidak akan melepaskanmu begitu saja!" ancamnya pada Rastya.

Pria itu segera berpaling, bergegas pergi ke depan pintu dan membuka kunci, lalu pergi meninggalkan Nastya di ruangan itu.

Sikap kecewa pria itu, membuat Nastya sangat puas. Juga merasa beruntung karena tadi siang sempat berkelahi dengan Ralin hingga tubuhnya penuh luka. Jika tidak, mungkin pria itu akan menidurinya sampai pagi.

Dengan susah payah, Nastya bangun dari atas sofa. Ia bangkit dan berdiri dengan kaki bergetar. Tubuhnya masih terasa panas dengan keringan yang mulai membanjiri tubuhnya.

"Bagaimana ini? Aku harus segera pergi dari tempat ini. Jika tidak, aku bisa celaka!"

Nastya segera pergi meninggalkan ruangan itu. Langkahnya sangat cepat, sambil menundukkan kepala berjalan ke lantai bawah. Sebisa mungkin Nastya menghindari setiap orang ketika bejalan, jangan sampai ada yang menyadari kondisi dirinya saat ini. Bisa-bisa, ia dimanfaatkan oleh orang lain dengan kondisinya yang seperti ini.

Baru beberapa langkah kakinya keluar dari klub itu, tiba-tiba kepalanya menabrak seseorang. Dengan cepat Nastya segera meminta maaf tanpa mengangkat wajahnya.

"Maaf, aku tidak sengaja!" Setelah meminta maaf, ia bersiap untuk pergi.

Tapi, dekati berikutnya tangannya ada yang menarik, diiringi suara seseorang yang ia kenal.

"Nastya!"

"Eh!" Nastya segera mendongak, menatap pria tinggi yang ada di depannya. "Na-Narendra?"

'Sedang apa dia di sini?'

Melihat wajah cantik itu bersemu merah dan banyak keringat di keningnya, Narendra tidak tahan jika tidak bertanya, "Kau kenapa?"

Pria itu menyentuh wajah merah Nastya.

"Ah, jangan!" Tiba-tiba Nastya menolak. Ia mundur dua langkah ke belakang untuk menghindari tangan besar Narendra.

"Kenapa tidak boleh?" Narendra semakin mendekat. Ia memegang kedua bahu Nastya, lalu menunduk untuk melihat wajah wanita itu dari dekat.

Nastya semakin gelisah dengan sikap Narendra. Jika pria itu terus menyentuh tubuhnya, bisa- bisa ia ....

"Eh, kenapa kau datang kemari?" Nastya bertanya untuk mengalihkan perhatiannya. "Apa kau ingin masuk ke dalam klub?"

Nastya melangkah ke samping untuk memberi jalan pada Narendra.

"Silahkan, aku tidak akan menghalangi jalanmu," ucapnya dengan acuh. Karena ia ingat, tadi, ketikan mereka masih berada di dalam rumah, ia kesal pada Narendra karena lebih membela Ralin daripada dirinya.

"Hah, siapa yang ingin masuk ke dalam klub? Aku datang kemari untuk mencarimu."

"Apa? Men-mencariku?" Nastya tidak menyangka, pria ini datang untuk mencari dirinya.

'Untuk apa?'

"Iya! Tadi, Gio menghubungiku, katanya kau mencari Rastya di klub Mahandi. Karena Gion sedang ada di luar kota, jadi, dia memintaku untuk datang mencarimu!"

Itu memang benar. Karena Giovani khawatir pada Nastya, ia meminta Narendra untuk menggantikan dirinya mencari Nastya.

"Oh!" Nastya memalingkan muka ke samping. Tidak berkata apa-apa lagi.

"Ayo kita pulang!" ajak Narendra. Ia merangkul pundak Nastya, memaksa wanita itu untuk berjalan menuju tempat parkir.

Dengan linglung Nastya segera mengikuti langkah Narendra sampai ke tempat parkir. Tiba di samping mobilnya, Narendra membuka pintu depan untuk wanita itu.

"Masuklah!"

Antara "Iya" dan "Tidak" untuk masuk ke dalam mobil, Nastya terdiam sejenak.

'Haruskah aku pulang bersama Narendra? Tapi, kondisiku sekarang sedang tidak baik!'

"Masuk, kita pulang!" ucap Narendra lagi, membuat Nastya tidak punya pilihan lain selain masuk dan duduk di sana.

Narendra pun segera berputar, masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi pengemudi. Mobil mulai berjalan meninggalkan klub itu menuju rumahnya.

Dalam perjalanan pulang, Nastya begitu gelisah duduk di kursi samping pengemudi. Ia sudah tidak kuat menahan reaksi yang timbul dari obat yang diberikan oleh pria itu. Tubuhnya terasa panas, juga sangat gatal, dengan wajah yang semakin memerah, padahal AC di dalam mobil itu sudah sangat dingin.

Tanpa pikir panjang, Nastya melepas sweater tebal yang melekat di tubuhnya, menyisakan tanktop berwarna hitam. Berharap, dengan melepas sweater itu rasa panas di tubuhnya akan segera reda.

"Eh, Nastya! Apa yang kau lakukan?" tanya Narendra, terkejut melihat tindakan wanita itu. "Apa kau ingin kita bermain di dalam mobil, haha!" candanya tiba-tiba.

"Diam!" sergah Nastya menghentikan tawa Narendra. "Konsentrasi saja menyetir mobil, jangan menghiraukan aku!"

"Kenapa, apa kau masih marah karena kejadian tadi?" tanya Narendra dengan serius. "Aku minta maaf!"

'Aiissh, kenapa Narendra membahas hal itu sekarang? Aku sedang tidak ingin berbincang dengannya!' Nastya menarik napas panjang. Menahan semua rasa tidak nyaman di tubuhnya.

"Baiklah, aku sudah memaafkanmu! Sekarang kau diam saja, dan bawa aku pulang!" Nastya kembali memejamkan mata, duduk bersandar sambil melipat kedua tangan di depan. Sekuat tenaga menahan rasa gatal di tubuhnya, juga rasa sakit di kepalanya yang kembali muncul.

"Baiklah!"

Narendra tidak berbicara lagi. Ia melajukan mobilnya dengan tenang, sesekali melirik wanita di sampingnya yang berekspresi sangat aneh. Nastya mengerutkan kening, napasnya terlihat berat, keringat terus bercucuran dari dahinya, seolah sedang menahan sakit.

Sesampainya di halaman rumah, Narendra segera menghentikan mobilnya. Setelah mobil benar-benar berhenti, ia menatap Nastya dengan seksama sebelum keluar dari dalam mobil.

"Sebenarnya kau kenapa? Apa karena berkelahi dengan Ralin, kau jadi seperti ini?" bisik Narendra, tidak tega.

Ia mendekat. Mengelus dahi Nastya, dan menyeka semua keringatnya.

"Apa ini sakit?" bisiknya lagi ketika tangannya menyentuh dahi, dan goresan di pipi.

"Pasti sangat sakit, kan?" Ia terus berbicara sendiri sambil mengelus wajah wanita itu, tidak berniat membangunkannya.

Setiap sentuhan-sentuhan lembut dari tangan Narendra membuat tubuh Nastya bergetar.

Tiba-tiba wanita itu membuka mata, membuat mata keduanya saling bertatapan dengan jarak yang sangat dekat.

Antar sadar dan tidak, Nastya segera merangkul leher Narendra dengan kedua tangannya, menarik pria itu agar mendekat.

"Lakukan untukku!" lirihnya diiringi sebuah desahan yang membuat Narendra terkejut.

Detik berikutnya Nastya mencium bibir pria itu dengan penuh hasrat. Tarikan tangannya semakin kuat memeluk leher Narendra.

"Ehh, eemmh!" Bibir Narendra ditutupnya, tidak ada kesempatan untuk bertanya atau bersiap. Ia seolah dipaksa wanita itu untuk segera mengikuti permainannya.

'Eh, ada apa ini?'

"Aku ... menginginkanmu!" bisik Nastya di sela ciuman mereka.

Ia sudah tidak punya kekuatan untuk menahan ini lagi. Ia ingin segera memuntahkan lahar panas yang sedari tadi sudah mendidih.