webnovel

Duapuluhenam

Beberapa hari setelah dirawat di rumah sakit, akhirnya Fenita diperbolehkan pulang. Sebelum meninggalkan rumah sakit, Dokter memberinya wejangan untuk menjaga kesehatan fisik maupun mental Fenita kalau dia ingin segera memiliki pengganti dari bayi yang telah pergi. Baik Fenita maupun Vanesa menganggukkan kepalanya. Iya, hanya kedua wanita itu yang menganggukkan kepala, tidak tengan Troy.

"Apanya yang harus dijaga? Dia aja baik-baik aja." gumam Troy sembari mengikuti kedua perempuan itu keluar dari rumah sakit.

Dia merasa bahwa Fenita hanya akan mengambil kesempatan ini untuk mendapat perhatian dari semua orang. Bahkan orang yang tak pernah disangkanya akan datang, tiba-tiba saja berdiri di depan pintu ruangan dan menjenguk Fenita. Si Mencurigakan, siapa lagi kalau bukan Fritz Mayer.

Kedatangan Tuan Mayer jelas menjadi pertanda bahwa dia memiliki hubungan yang istimewa dengan Fenita. Tidak mungkin jika mereka hanya sekedar mantan pelayan restoran dan pelanggan restoran. Meski sedikit cemburu, Troy masih memiliki pemikiran yang bisa membuat kedekatan mereka menguntungkan dirinya. Iya, Troy sudah menemukan alasan dibalik perceraiannya tahun depan. Bahkan mulai dari sekarang, dia sudah menyiapkan berkas pengajuan perceraian. Apalagi kalau bukan karena Fenita memiliki hubungan khusus dan istimewa dengan Tuan Mayer.

"Rencana yang sempurna."

Jelas Troy mengabaikan saran dari dokter untuk lebih memperhatikan Fenita. Bahkan dia sudah bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Ada alasan kenapa Troy melakukan ini. Dia merasa telah dibohongi oleh Fenita yang melanggar kontrak perjanjian pernikahan mereka. Poin kedua "tidak ada anak selama pernikahan" yang untungnya perempuan itu mengalami keguguran. Tuhan benar-benar memihaknya kali ini.

Dan satu lagi, selama beberapa hari ini dia memperhatikan bahwa Fenita baik-baik saja. Dia tetap melaksanakan tugas rumah tangga dengan baik. Bahkan lebih sempurna daripada sebelumnya. Dia juga membuat sarapan yang sangat banyak, Mr. Khan pun mendapatkan jatah sarapan belakangan ini. Oh untuk makan siang pun Fenita memasak untuknya. Setiap hari sebelum Troy berangkat kerja, Fenita sudah menyelesaikan pekerjaan rumahnya, mulai dari menyapu dan mengepel, mencuci baju dan merawat tanaman yang ada di halaman. Jelas dia dalam kondisi yang sangat prima untuk bisa melakukan pekerjaannya itu.

Troy akan menganggap semuanya baik-baik saja, sampai suatu siang dia kembali ke rumah untuk mengganti pakaiannya dan mengambil beberapa baju ganti. Rumah yang sepi itu terasa sangat sepi. bahkan mencekam seperti rumah hantu di film-film horor. Tidak ada tanda-tanda kehidupan disana.

Mungkin Fenita lagi belanja, pikir Troy enteng.

Alangkah kagetnya dia ketika berjalan menuju kamarnya. Dia mendengar suara tangisan yang berasal dari kamar Fenita. Tidak mungkin perempuan itu menangis tidak jelas. Atau jangan-jangan dia kesakitan?

Memikirkan itu, Troy langsung membuka pintu kamar Fenita dan mendapati istrinya itu tengah menangis sesenggukan. Kekhawatirannya tentangFenita yang sakit atau cedera segera menghilang. Troy merasa sedikit trauma dengan keadaan Fenita yang sakit, karena dia akan mendapatkan omelan panjang dari Nyonya Vanesa Darren.

"Are you okay?"

Menyadari ada orang lain di rumah ini, Fenita segera menghapus air matanya. Dia tidak ingin ada orang lain yang mengetahui bahwa dirinya menangis.

"Its okay." Jawab Fenita buru-buru. "Kenapa kamu pulang secepat ini?"

"Um aku mau ambil baju ganti, ada acara nanti malam di hotel."

Troy berusaha melihat mata Fenita, tapi entah kenapa rasanya gadis itu menolak dan mengalihkan pandangan matanya dengan cepat.

"Mau minum sesuatu? Aku buat jus tadi. Apa Mr. Khan juga ada?" Fenita segera bergegas menuju dapur. Dia tidak ingin menatap mata Troy.

Ini pertama kalinya Troy melihat Fenita menangis. Jujur saja itu membuat dia merasa bersalah karena menganggap istrinya baik-baik saja. Bersalah karena dengan egoisnya menimpakan semua kesalahannyak epada Fenita karena sudah melanggar kontrak. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, dia juga punya andil kesalahan disini. kalau saja mereka tidak melakukannya saat itu, Fenita tentu tidak harus hamil dan keguguran. Dan yang lebih bodohnya lagi, dia lebih memilih menolong Belle yang jelas-jelas adalah istri orang lain ketimbang menolong istrinya sendiri.

Sesuatu yang menarik rasa penasarannya akhirnya memuncak. Dia ingin melihat bagaimana Fenita tanpa dirinya. Maksudnya, saat Troy tidak ada di rumah. Karena belakangan ini, setiap ada Troy di rumah, Fenita akan biasa-biasa saja. Tapi kejadian siang itu membuat Troy penasaran.

Malam ini seharusnya Troy menghadiri acara makan malam yang diadakan oleh rekan bisnisnya. Sebagai tamu undangan, tentu dia harus hadir. Tapi entah kenapa dia membatalkan acara tersebut dan secara pribadi menyampaikan permohonan maafnya kepada tuan rumah.

"Maaf Mr. Kaiser karena memberitahukan ini disaat-saat terakhir." ucap Troy penuh penyesalan.

"Bukan masalah besar Mr. Darren. Saya yakin istri anda lebih membutuhkan anda, ditambah lagi kabarnya beliau baru saja keluar dari rumah sakit kan?"

"Terima kasih untuk pengertiannya, Sir."

Begitu percakapan melalui ponsel itu berakhir, dia segera memerintahkan Mr. Khan untuk mengantarnya pulang. Sekitar 100 meter sebelum mencapai pintu gerbang, Troy menghentikan mobil.

"Sampai disini aja. Besok jemput agak siang, tapi bilang sama istriku kalo aku nggak pulang."

Meski tidak mengerti maksud dan tujuan bosnya, Mr. Khan tetap saja menganggukkan kepala dan mematuhinya.

Berapa lama Troy tinggal di rumah itu? Dia merasa sudah bertahun-tahun menempati rumahnya itu, tapi tak pernah memperhatikan keadaan sekitarnya. Ternyata dia memiliki beberapa tetangga yang mempunyai selera design yang bagus. Dan Troy juga baru menyadari bahwa lingkungan rumahnya ini tergolong sepi.

Agar aksinya tidak dicurigai oleh Fenita, dia sengaja mengendap-endap masuk ke dalam rumah. Tapi ternyata rumah sudah gelap. Tak ada lampu yang menyala di dalam rumah, membuat Troy harus ekstra hati-hati agar tidak menabrak sesuatu dan menimbulkan bunyi. Sekali lagi, dia mendengar suara tangisan, kali ini dari belakang rumah. Setelah berhasil mencapai pintu yang menghubungkan ruang tengah dengan taman belakang, Troy melihat pemandangan yang mengiris hati.

Disana, Fenita duduk sendirian dalam kegelapan dan menangis. Pemandangan yang tak pernah diperlihatkan Fenita kepada siapapun. Betapa jahatnya Troy karena menganggap kehilangan yang baru saja dialami Fenita bukanlah hal yang serius. Karena Fenita selama ini menipu dirinya, juga orang lain dengan menampilkan wajah penuh senyum itu. Tapi siapa sangka dibelakangnya, Fenita menyimpan banyak kesedihan.

...

Paginya Fenita mendapati pesan masuk ke ponselnya. Dari Mr. Khan. Mengabari bahwa Troy tidak pulang semalam dan langsung ke kantor. Setelahnya, Fenita hanya memandang ponselnya dan segera beralih dengan pekerjaan rumah.

"Untung Troy nggak pulang, jadi nggak perlu pake make up kali ini. Mama juga lagi keluar kota." gumam Fenita sembari mengamati wajahnya di cermin.

Tak dapat dipungkiri, beberapa hari ini dia sangat bergantung dengan make up. Dia membutuhkan foundation dan concealer untuk menutupi kantung mata yang muncul dan menggelap. Juga blush on dan lipstik agar wajahnya terlihat cerah dan segar. Jujur saja, Fenita merasa sedikit keberatan mengenakan make up setiap hari. Dia harus bangun pagi dan mengaplikasikan banyak produk itu ke wajahnya, tapi apa daya, hanya ini satu-satunya cara agar dia bisa menampilkan wajah cerah penuh senyuman.

Hari sudah cukup siang saat dia selesai melakukan pekerjaan rumahnya. Setiap hari dia berusaha menyibukkan diri dengan banyak pekerjaan. Apapun pekerjaan akan dia lakukan agar tetap teralihkan pikirannya. Bahkan dia bisa mengepel lantai rumah dua kali dalam sehari.

Karena Troy tidak pulang sejak kemarin, dia merasa santai. Setelah kelelahan mengerjakan pekerjaannya, Fenita duduk di ruang tengah, memandangi foto pernikahannya yang berbingkai. Difoto itu, dia tersenyum lebar dan ceria, Troy pun tak kalah sumringah. Tapi dia tahu, bahwa senyum itu hanya untuk keperluan pemotretan semata.

Mengingat itu, hatinya terasa sakit. Bagaimana perjuangannya untuk tetap bertahan menghadapi sifat dan kelakuan Troy. Bagaimana dia harus tetap menampilkan senyum terbaiknya dihadapan semua orang, terlebih dihadapan mama mertuanya. Bagaimana dia harus menjauhkan kata 'cemburu' dalam benak dan hatinya untuk Troy yang terus menyebut nama Belle. Juga bagaimana Troy lebih memilih mengutamakan Belle yang notabene adalah istri orang lain ketimbang dirinya yang berstatus istri sah.

Perlahan air mata Fenita turun membasahi pipi. Semua kemalangan yang menimpa dirinya selama ini dia anggap sebagai ujiannya untuk menjadi makhluk kesayangan Sang Tuhan, tapi sekarang anggapan itu perlahan memudar. Bahkan menjauhi pikirannya.

Bagaimana bisa Tuhan memberikan cobaan yang tak ada habisnya untuk dirinya?

"Kenapa Tuhan? Kenapa?" Fenita mengeluarkan uneg-unegnya. Berharap Tuhan mendengarkan dan memberinya jawaban yang tepat.

Dibalik pintu kamarnya, Troy hanya bisa melihat sisi lain dari istrinya itu. Troy benar-benar tidak menyangka bahwa ada bagian lain dari istrinya yang tidak diketahui oleh Troy.Bahkan setelah setahun lebih mereka hidup bersama.

Oh, jangan lupakan bagaimana wajah pucat dan layu milik Fenita. Dia hampir tidak mengenalinya kalau itu wajah istrinya. Dalam hati, Troy benar-benar merasa bersalah.

"Gimana caranya supaya aku bisa menebus kesalahanku?"