Amel.
Revan melangkah menghampiri Amel yang sedang berbaring lemah di banker rumah sakit.
Revan menggenggam tangan Amel sambil mengusap kepala Amel "Kenapa kamu nggak bilang? kenapa kamu Pendem sendiri Mel?"
Air mata Revan perlahan jatuh membasahi pipinya, ia menangis.
"Ayo buka mata kamu Mel, lihat aku."
Tidak ada tanda-tanda pergerakan dari Amel. Revan menghela napas sabar.
Clara dan yang lainnya masuk yang dimana melihat Revan kasihan, betapa kacaunnya Revan saat melihat keadaan Amel.
Farel menepuk pundak Revan "Sabar Van. Lebih baik lo makan soalnya dari tadi lo belum makan, biar gue sama yang lain jaga Amel disini."
Revan hiraukan ucapan Farel
Farel yang dihiraukan hanya menghela napas pelan.
Clara maju menghampiri Revan "Sebaiknya lo dengrin apa kata Farel, biar gue sama yang lain jaga Amel."
"Emang dengan lo kaya gini Amel bakal sadar? ngliat keadaan lo kaya gini." lanjut Clara.
Benar apa kata Clara dengan keadaan kacau kaya gini emang Amel bakal sadar yang ada Amel sedih melihat keadaannya.
Revan bangkit dari duduknya dan menatap satu persatu "Gue balik, nanti gue bakal kesini lagi. Inget jaga Amel!" perintah Revan.
"Aku pulang dulu ya, nanti aku kesini lagi" bisik Revan tepat di telinga Amel dan mencium kening Amel lama.
Farel dan yang lainnya kaget saat melihat Revan begitu perhatian.
Kenapa Revan begitu perhatian kepada Amel pasalnya ia begitu dingin dengan yang namanya wanita. Tapi, kenapa dengan Amel ia begitu lembut dan perhatian.
Bingung
Ada apa sebenarnya?
Sudah lamanya Revan menunggu Amel sadar, hanya dirinya yang menunggu Amel. Farel dan yang lainnya sudah pulang, karena Revan tidak mau menyusahkan mereka.
Bahkan keluarganya pun tidak percaya bahwa Amel di rumah sakit.
Mengapa keluarganya tidak peduli?
Sebenarnya ada apa? kenapa keluarga Amel sangat membenci Amel, padahal Amel anak kandungnya.
Revan menggenggam tangan Amel lembut sambil menatap Amel sedih. "Mel ini aku, temen kecilmu yang dulu kamu ninggalin aku."
Tetesan air mata jatuh perlahan, Revan menangis.
"Ayo Mel sadar."
"Aku kangen."
Tidak ada tanda-tanda untuk sadar, hanya ada suara alat yang melekat pada tubuh Amel.
Setelan lamanya menunggu akhirnya Amel sadar membuat Revan tersenyum bahagia.
"Euhm... ka R-Revan?
Revan langsung mengambil air minum yang ada di nangkas dan membantu Amel untuk minum.
"Ka ko aku ada disini?" bingung Amel.
Revan tersenyum sambil mengelus-elus rambut Amel.
"Kamu tadi pingsan."
"Makasih ya ka udah bantu Amel, maaf jadi ngerepotin kakak."
"Nggak usah minta maaf, kakak ikhlas ko bantu kamu."
"Oiya tadi Clara sama yang lainnya udah pulang duluan." lanjut Revan.
Amel mengganggu pelan.
Wajah Revan kini berubah menjadi dingin. Tapi, sedikit khawatir sambil menatap Amel.
Amel yang merasa ditatap seperti itu membuatnya takut.
" Ko kamu gak bilang kalau kamu punya penyakit?" tanya Revan.
"Apa lagi ini penyakitnya serius Mel." lanjut Revan sambil menatap Amel sedih.
Amel kaget kenapa ia bisa tahu?
Kenapa Revan begitu perhatian kepadanya? padahal ia dan dirinya hanya sebatas kakak kelas di sekolah. Tapi, kenapa ia merasakan begitu dekat dengan dirinya.
Amel menggeleng pelan, mengapa ia berpikir seperti itu. Mana mungkin Revan perhatian kepadanya dan mana mungkin juga ia pernah dekat.
Amel berpikir lagi. Revan perhatian kepadanya hanya karena ia sakit, itu saja tidak lebih.
"Aku nggak punya penyakit ka, aku hanya kecapean saja." bohong Amel.
"Bohong. kamu nggak usah bohong aku tahu semuanya."
Amel meneguk ludah kasar, Ko dia bisa tahu?
Revan melihat raut wajah Amel seperti ketakutan kepadanya. Kemudian, ia mengubah menjadi tidak dingin lagi.
"Maaf aku telah membuatmu ketakutan."
"Aku seperti ini karena aku takut kamu kenapa-kenapa." lanjut Revan sambil menggenggam tangan Amel lembut.
Amel tersenyum dan mengangguk pelan.
*****
Malam yang begitu dingin, hujan turun begitu deras.
Amel melangkah menuju laci lemari ia mengambil banyak butiran obat untuk ia bertahan.
Semoga cepat sembuh.
Pukul menunjukkan jam sembilan malam, Amel tidak bisa tidur.
Saat hendak turun untuk menuju dapur ingin mengambil minum yang telah habis tadi.
Amel mendengar suara canda tawa yang ia rindukan saat ini, ia sangat rindu sekali.
Amel tersenyum kecut, ia tidak mau merusak kebahagiaan mereka. Buru-buru Amel melangkah melawati mereka yang sedang bahagia.
Kuatkan aku tuhan.
Amel menunggu mereka kembali untuk tidur, karena ia tidak mau tawa itu berhenti hanya karena melihat dirinya. Lebih baik seperti ini.
Lamanya menunggu, membuat Amel mengantuk ia melangkah untuk mengintip apakah mereka sudah tidur? dugaannya benar mereka sudah tidak ada di sana. Kemudian Amel melangkah menuju kamar.
"Aku rindu kalian, aku ingin seperti dulu lagi."
Pagi hari yang begitu cerah, memancarkan sinar yang begitu indah dan hangat. Membuat semua orang semangat untuk melakukan aktivitas.
Kicauan burung yang begitu merdu dan tetesan embun yang begitu sejuk, membuat hari semakin indah.
Pagi ini Amel sangat semangat karena hari ini adalah hari ulang tahun mamahnya. Ia begitu bahagia.
Kado apa yang akan diberikan kepadanya? semoga mamah suka.
Setelah pulang sekolah nanti Amel akan membeli kado dan kue untuk mamahnya dan nanti malam ia akan memberikannya setelah pulang kerja nanti.
Sepanjang perjalanan Amel tidak henti-hentinya tersenyum, ia sangat bahagia dan sampai tidak sadar bahwa Amel diperhatikan oleh banyak orang disekolah, Amel hiraukan tatapan mereka semua karena saat ini ia sangat senang sekali, biarkan mereka menatapnya aneh.
Amel duduk ditempatnya ia terus tersenyum membuat semua orang yang ada dikelas melihatnya aneh.
Tumben sekali ia tersenyum?
Ada apa dengan dirinya?
Apa ia kerasukan?
Aneh sekali.
Amel hiraukan bisikkan mereka mengenai dirinya, karena ini adalah hari yang Amel tunggu-tunggu.
*****
Setelah pulang sekolah Amel langsung pergi ke toko kue untuk membeli kue, setelah membeli kue Amel langsung pergi menuju pusat pembelanjaan untuk membeli kado spesial untuk mamah tersayang.
Senyumannya tidak pernah pudar, selama perjalanan Amel selalu tersenyum.
Setelah selesai Amel langsung menuju tempat ia bekerja, karena malam ini ia akan kerja. Tapi, tidak sampai larut malem karena ia ingin memberikan supray untuk mamahnya.
Setelah kerja Amel langsung pulang dengan membawa apa yang ia belikan tadi sore.
Sesampainya di rumah Amel menyiapkan kue dan memasang lilin dan Amel membuka pintu sambil bernyanyi selamat ulang tahun.
Happy birthday mamah
Happy birthday mamah
Happy birthday
Happy birthday
Happy birthday mamah....
Amel berhenti saat menyanyikan selamat ulang tahun, mengapa rumahnya sepi? pada kemana mereka?
Amel mencari ke sana-kemari. Tapi, Amel tidak menemukan mereka.
Amel menghampiri bi Ana untuk menanyakan kemana keluarga.
"Bi apa bibi lihat mereka?
Bi Ana melihat Amel sambil membawa kue, Apa yang harus ia jawab ia tidak mau membuat Amel sedih.
"Anu non anu m-mereka pergi untuk merayakan ulang tahun mamah non." jawab bi ana dengan gugup, sebenarnya ia tidak mau memberitahunya ia tidak mau membuat Amel sedih.
Senyum Amel tadinya sangat semangat dan seketika senyuman itu pudar. Amel menahan kesedihannya dan ia meniup lilin yang ada pada kue yang tadi ia bawa untuk mamahnya.
Amel menatap bi Ana dan tersenyum "Nanti saat mereka pulang aku akan memberikan supres kepadanya." dan langsung menuju kamar.
Ana melihat punggung Amel sampai menghilang dari hadapannya, Ana melihat Amel kasihan.
"Tuhan tolong berikan Amel kesabaran untuk mengahadapi semua ini dan semoga suatu saat nanti ia bisa merasakan kebahagiaan."