webnovel

Wawancara Panas?

"Perkenalkan dirimu sebelum aku memberikan uang itu," ujar Brian saat Lia masih berusaha menghilangkan kantuknya. Wanita itu dipaksa membuka mata, padahal langit di luar sana masih gelap. Brian tega membangunkan Lia pukul empat dini hari.

"Kenapa Tuan mau tahu?"

Mengabaikan pertanyaan Lia, ia kembali menyuarakan rasa penasarannya, "Selain bekerja di salon, apa kegiatanmu?" Belum juga dibalas, ia memberi perintah, "Jawab saja tanpa bertanya. Jika kau ingin mendapatkan uang sesuai kesepakatan dan apartemen."

"Cuma itu, Tuan. Aku putus kuliah dan bekerja saja di salon ibuku. Baru kemarin aku memainkan aplikasi jodoh itu dan langsung menerima tawaranmu."

"Apa kau mengenalku?" tanya Brian penuh selidik walau ekspresinya dibuat sesantai mungkin. Pertanyaan itu menimbulkan tanda tanya untuk perempuan di sampingnya.

"Kenal...? Aku baru tahu dirimu semalam. Memangnya ada apa? Kenapa Tuan seperti penasaran denganku?"

Brian meraih pinggang polos yang tertutup selimut itu. Ia mengecup perutnya sebelum bertanya lagi, "Apa sebelumnya kita pernah bertemu?" desaknya masih belum percaya. Tubuh Lia yang sudah merinding, berhasil membuat jantung di dalam sana memompa lebih cepat. "Jawab saja, dan tenanglah."

"Tu-Tuanlah yang membuatku su-sah tenang...." Mulutnya bergetar bersamaan dengan tubuhnya yang menggeliat seperti cacing. Terlebih lagi Brian tak berhenti menjulurkan lidahnya di mana pun dia mau.

"Jawab," pinta Brian seraya mendongak dan terpaksa menghentikan aktivitasnya. Tatapannya menajam, membuat wanita itu mengangguk cepat. Sementara Lia berusaha menyusun kata, Brian kembali membuat wawancara itu kian memanas dengan jari yang turut menjalar ke paha Lia.

"Sa-sampai dimana ta-di pertanyaannya?!"

"Apa kita pernah bertemu?" Kemudian menjilati pusar Lia dengan satu jari masuk ke lubang sakral wanita itu.

"Ti-tidak." Diremasnya rambut Brian saat lidah itu semakin naik dan tiba di tempat yang membuat Lia semakin kepanasan. Keringat yang keluar di pelipis pun semakin banyak.

"Apa nama salon ibumu?" tanya pria itu sebelum melahap pusat dada Lia.

"Hillary sa-salon." Brian terdiam sejenak dan setelah itu hanya mengangguk pelan. Ia menikmati benda kenyal Lia dan terus menggerakkan jarinya di bawah sana. "Bi-bisa tidur saja?!"

Tangan lain Brian yang tak melakukan apapun diarahkan ke mulut Lia, jari telunjuknya menempel di sana. Kemudian menepuk pipi kanan wanita itu. Kelakuan Brian tersebut mampu membuat sang empunya bibir diam seketika. Itulah kode agar Lia berhenti berisik yang bisa menganggu konsentrasi dan gairahnya.

Aktivitas menggairahkan penuh nafsu itu kembali digali Brian yang teramat tertarik dengan tubuh dan semua yang ada di diri Lia. Entah mengapa, melepas wanita muda itu sedetik saja dia tidak sanggup. Akankah dia masuk ke dalam pesona Lia? Perempuan yang jika dilihat dari umur bukanlah tipenya. Namun nyatanya, ia kian jatuh dan mendamba. Tentunya pada tubuh itu.

"Ahli se-kali!" pekik Lia yang terhanyut oleh arus nafsu, yang bodohnya ikut membantu Brian menggerakkan jari. "Apa yang kamu lakukan ini membuatku pusing, Tuan B!" serunya sambil memejamkan mata erat, saat gigi Brian menarik, lalu menghisap dalam-dalam.

"Pemanasan berakhir. Permainan, baru dimulai," bisik pria bertubuh kekar itu sambil menancapkan senjatanya dan memandangi wanita di bawahnya yang terpejam. "Kau bisa pulang siang nanti. Jika belum bisa berjalan, pulanglah besok. Aku akan merawatmu."

Lia hanya mengangguk pasrah. Dirinya mengikuti saja arus gila ini membawanya. Meskipun otaknya berusaha menyadarkan, Lia tidak bisa menolak hasutan setan di dalam tubuh Brian yang mampu membuatnya pasrah seperti robot penurut.

"Kalau neraka di rumah enggak ada, mungkin aku enggak di sini. Kalau papa enggak pergi, mungkin Lia enggak nekad melakukan ini," berbisik di dalam hati dengan mata yang masih terpejam. Air matanya turun, bersama sesuatu yang keluar dari tubuhnya di bawah pangkal paha.

Lia merasa keningnya dikecup. Begitu sepasang matanya terbuka, dilihatnya pria dewasa itu menatap. "Jika sakit, bilang saja." Kemudian Brian berhenti bergerak.

Turun dari ranjang, mengabaikan wanita yang menatapnya bingung. Ia sendiri juga tidak tahu kenapa berani mencium kening dan menghentikan aktivitas menguntungkan itu setelah melihat air mata Lia. Mungkinkah perasaanya ikut berpartisipasi?

"Apa Tuan B marah?" Brian menggeleng tanpa menengok sembari menyambar celana tidur hitam di sebelah tubuh Lia, dan memakainya. Lantas berlalu dari sana untuk berpikir di balkon, masih di kamar itu. Lia hanya menatap punggung yang selalu ia cakar dengan penuh tanya.

"Sebenarnya apa yang dia cari? Kenapa kamu selalu tanya-tanya semua tentangku?" gumam Lia sembari menarik selimut. "Siapa kamu sebenarnya, Tuan B?" imbuhnya sebelum melanjutkan tidur yang dirusak oleh Brian.

***

Benar saja perkataan Brian, dia sulit menggerakkan kaki. Bukan karena lumpuh mendadak, tapi rasa perih akibat penyerangan senjata Brian. Bisa-bisa dia tidak berangkat kerja! "Aku lupa, bukannya hari ini aku dapat uang dari tuan B?! Harusnya hari ini aku dapat uang lima puluh juta itu! Dimana dia sekarang?"

Dengan tubuh yang terbungkus selimut, Lia mencoba jalan ke arah pintu balkon meski langkahnya tertatih-tatih. Bagian bawahnya sangat perih, sampai jalannya pun tampak lambat. Hingga ia mendengar pintu di belakangnya dibuka oleh seseorang. Ia pun menoleh dan mendapati Brian yang sudah tampan dengan setelan serba hitam. Pria itu menatap Lia dalam diam sambil melangkahkan kakinya.

"Aku mau menanyakan ua--YA AMPUN!" teriaknya karena tubuh langsingnya sudah ada di gendongan Brian. Lelaki itu membopongnya. "Aku mau dibawa kemana?!"

"Bukannya kau harus mandi? Aku tidak ingin kamar ini kotor. Mandilah," balas pria itu yang sudah mengayunkan kaki ke arah kamar mandi dan memasukkan Lia di sana tanpa ikut mandi. "Ambil baju di lemari seperti semalam. Aku harus kerja sekarang."

Lia pun ditinggal dengan mulutnya yang menganga. Bagaimana bisa dia ditinggal sebelum mendapatkan uang? Mungkinkah ia harus pulang nanti malam sesuai ucapan pria itu?

"Lagi-lagi baju kurang bahan! Gimana aku mau keluar rumah kalau semua yang ada di lemari cuma gaun tidur tipis?! Dasar pria tua gila!" semprot Lia sambil mengunci pintu kamar mandi.

Butuh waktu lebih dari dua puluh menit dia mandi. Rekor terlama yang Lia punya, itu pun dilakukan karena terlalu senang berendam di dalam bathtub. Dia keluar dengan handuk melingkar di tubuh yang sudah ia sambar dari gantungan yang berada di dalam kamar mandi.

Sambil celingukan, ia berjalan pelan. Begitu saat ingin menuju lemari, ada satu benda yang menyita perhatian Lia. "Koper?" tanyanya dengan langkah perlahan-lahan ke arah ranjang. Benar, di sana sudah ada koper.

Ketika dibuka, mulut Lia mampu terbuka lebar dengan tatapan kaget dan tak percaya. "Dia sungguh-sungguh memberikan uang lima puluh juta?" Meraih satu ikat uang berwarna merah itu, Lia menerawang.

"Kenapa aku jadi tambah penasaran siapa dia?" lanjutnya yang kemudian meletakkan uang satu juta tersebut bersama tumpukan uang yang lain. Lalu menutup koper itu seperti semula. Ia harus berganti pakaian dan sarapan, karena perutnya minta diisi.

Tambahkan ke perpustakaan, ya! Supaya tahu aku update, dan jangan lupa untuk komentar dan vote-nya biar aku semangat nulis, terima kasih banyak!!!

kocakajacreators' thoughts