webnovel

Tergiur

Lia sampai hampir tersedak oleh ludahnya sendiri. Ia mengangguk cepat sebelum menunduk, dan perlahan tangannya meraih sendok serta garpu. "Maaf, aku cuma penasaran pada--"

"Oleh sebab itu, ikutlah aku setelah ini." Menelan ludahnya sendiri, begitu Brian sedikit menunjukkan senyuman tipis. "Apa aku tampak menakutkan?" sambungnya ketika Lia sudah membuka bibir hendak menyahut. "Sebelum menjawab pertanyaanku, habiskan makananmu." Brian mengelap sudut bibir menggunakan sapu tangan yang ia ambil dari saku celana. Kemudian bangkit tanpa melirik Lia. "Aku tunggu di lantai atas untuk berbincang lebih dalam."

Brian pun meninggalkan Lia yang tak percaya kalau dirinya akan ditinggalkan di meja bersama beberapa makanan segar. Bahkan rata-rata dari makanan mahal yang tersebar di meja belum disentuh oleh pria tua itu. "Semua ini aku yang makan?!" pekik Lia.

"Percuma tua, kaya, ganteng, seksi, tapi otaknya enggak ada! Aku sendiri mana kuat makan sebanyak ini?!" dumel Lia memerhatikan menu satu-persatu.

"Memang gila kali, ya!" sembari geleng-geleng kepala Lia memasukkan pasta yang sudah ia gulung dengan garpu ke dalam mulutnya yang terbuka lebar. Dia menatap Brian yang sudah berjalan cukup jauh, hingga punggung berbalut kemeja serta jas hitam itu menghilang dari penglihatannya.

Butuh waktu lebih dari lima belas menit untuk Lia menghabiskan pasta, pizza, dan tiramisu. Sementara makanan lain seperti beef steak, chicken cordon bleu, sushi, nasi goreng, dan masih banyak lainnya yang belum bisa Lia cicipi. "Tunggu sebentar lagi," gumamnya sembari melirik nasi goreng seafood. "Beberapa detik lagi aku pasti makan kamu," seraya mengelus perutnya yang sedikit lagi membuncit.

Tangan kirinya yang ingin meraih piring putih itu tidak jadi, karena tiba-tiba ponsel di dalam tas mengagetkan. Lia segera membuka dan melihat layar. Seketika berdiri sebab Brian yang menghubunginya. Tanpa dijawab, Lia merapikan tatanan rambut yang ia gerai serta gaun abu-abunya, sebelum melangkah cepat menuju tangga penghubung lantai atas.

"Kalau dia bukan gudang uangku, mending makan nasi goreng daripada lihat mata galaknya!" seru Lia yang sudah pasti menjaga batas volume suara, mengingat ini bukanlah tempat tinggalnya.

Sampai di lantai tiga Lia menangkap tatapan Brian yang begitu mencolok karena lampu di sana tampak sangat terang. Derap langkah yang tadinya tergesa-gesa mendadak memelan, mendekati pria yang menunggunya dengan sangat hati-hati. Lia yang tadinya ingin membuka mulut pun berubah jadi pendiam, kepalanya tertunduk sambil menatap sepatu hitam yang membalut sepasang kakinya.

"Ekhm," berdeham sejenak. Lalu mendongak setelah melihat sepatu pantofel hitam mengkilap. "Anda ingin menginap malam ini bersamaku, Tuan?" tanyanya yang hanya melihat tatapan tajam Brian sekilas. "Kalau iya, berapa uang yang aku dapatkan?"

"Sudah kubilang, kau bisa mendapatkan sebanyak yang kau mau."

"Ti-tiga puluh juta?" tawar Lia takut-takut, ia teringat akan bukti transfer sugar daddy Dela. "Terlalu banyak atau tidak?"

Brian tersenyum miring sangat singkat. "Lima puluh juta," balasnya saat Lia berani menatapnya lagi dan jawabannya ini membuat mulut Lia menganga lebar

"Enteng sekali dia bilang," batin Lia sesudah mengedipkan mata berkali-kali dan kembali menunduk. "Semudah ini mencari uang haram?" tanyanya pada hati kecil, karena merasa tidak rela kalau memberikan kesuciannya demi uang saja.

Ia jadi ragu. Tapi, jika dipikir-pikir lagi siapa yang ingin menyia-nyiakan sosok tampan seperti pria di depan matanya itu? Susah menolak, dan jika pulang tanpa uang dia tetap miskin. Tidak bisa keluar juga dari rumah nerakanya.

"Putuskan sekarang. Kau terima tawaranku untuk membawamu malam ini..." menjeda sejenak demi mendekatkan tubuhnya pada Lia. "...atau tidak?" lanjutnya sembari mendekap pinggang berbalut gaun abu-abu dengan belahan dada sangat rendah itu. "Gaun malam yang cantik. Tidakkah sayang jika pulang tanpa uang?"

"O-oke, Tuan B! A-aku terima!" tapi sedikit terpaksa.

"Keputusan yang sangat bagus." Merangkul dan merapatkan dirinya dengan Lia, Brian mengetatkan rahang seraya menuntun wanita di sebelahnya itu untuk keluar dari lantai tiga yang sepi ini.

Lia menoleh sedikit untuk mengetahui ekspresi pria berumur tiga puluh tahun itu. Pikirannya makin kalut saja tiba-tiba. Terlebih ketika ia sadar dengan satu kata, yaitu pelakor. Biasanya pria tiga puluh tahun itu sudah beristri, bukan?

"Boleh aku tanya sesuatu?" Brian menanggapi dengan bergumam. "A-apa Tuan sudah ... em, sudah beristri?"

"Kurasa kau tidak akan keberatan jika jawabannya adalah iya." Lia kian berat mengayunkan kaki bersama Brian yang ternyata sudah menikah.

Tapi mau bagaimana lagi? Dia sudah tergiur dengan uang puluhan juta. Bahkan sangat cukup dipakai bertahun-tahun, dan paling terpenting adalah dia bisa keluar dari rumah! Ya, Lia harus maju pantang mundur!

"Ba-baiklah, Tuan B...."

***

Selama berada di dalam mobil bersama Brian, Lia tidak bisa berhenti menggigit bibir dan meremas tangannya sendiri. Rasa gugup begitu melingkupinya. Gadis itu sangat khawatir dan takut dengan keadaannya setelah ini. Apakah dirinya akan baik-baik saja setelah keluar dari kediaman Brian? Atau dia akan semakin dibenci mamanya?

"Di belakang rumah."

Mengabaikan Brian yang sedang menelepon seseorang saat mobil tumpangan mereka berhenti di samping trotoar. Lia lebih memikirkan nasibnya ke depan. Hingga saat mobil itu kembali melaju, dan Brian menoleh ke arahnya. Sontak saja Lia ikut menggerakkan kepala.

"Aku tidak ingin kau terpaksa. Yakinkan dirimu sebelum kubawa kau .... ke tempatku," bisik Brian tepat di telinga kanan Lia sampai membuat sang pemilik merinding.

"Aku sedikit khawatir dengan nasibku sendiri," Lia membalas sambil tersenyum tipis.

Sementara Brian yang ada di sampingnya tengah menarik sedikit sudut bibirnya, hingga membentuk lengkungan tipis. Teramat tipis, karena Lia tak bisa menangkap senyuman itu. Diulurkannya satu tangan, tepatnya tangan sebelah kiri ke paha Lia. Lia yang sudah gugup, tubuhnya mendadak bergetar.

"Apa yang kamu lakukan, Tuan B?" Dipegangnya tangan Brian sambil menatap penuh tanya. Lia kian menggigit bibir dan menggeleng saat tangan itu semakin meraba. Jari-jarinya bahkan berani mencubit pelan paha Lia. "Tu-an...?"

"Anggap saja aku mengetesmu," ungkap Brian sebelum dia kembali memalingkan muka dan fokus menyetir.

"Apa aku bisa mendapat lebih dari lima puluh juta?"

"Merasa kurang?" tanya Brian terkekeh dalam hati.

"Aku memikirkan masa depanku. Kalau semisal aku menikah suatu saat nanti, aku harus bilang apa pada suamiku?" Lia membuang mukanya saat sepasang matanya sudah memanas. "Enggak mungkin aku bilang keperawananku hilang karena jatuh dari sepeda. Itu konyol sekali," gumam Lia yang mulai ragu.

"Memangnya kau sudah yakin jika suamimu nanti masih perjaka?" Sisi iblis Brian kini muncul. Terlihat sekali dia ingin membujuk Lia melakukan dosa ternikmat itu. "Bukannya kau butuh uang? Gunakan saja kecantikanmu." Dia tak sadar bahwa secara tidak langsung mengungkapkan jika Lia wanita cantik.

"Terima kasih karena bilang aku cantik," jawab Lia sambil tersenyum lebar. "Tapi, jujur saja Tuan, aku tergiur. Kalau aku dapat lima puluh juta, aku bisa beli apa? Sewa apartemen, apa bisa?"

Jangan lupa masukkan ke perpustakaan, ya! terima kasih!

kocakajacreators' thoughts