webnovel

Sugar Daddy?

Benar saja, tepat setelah bakso pesanannya disajikan di atas meja, Lia membuka play store dan mengunduh aplikasi yang terkenal sekali dengan pencarian jodoh. Siapa sangka, setelah memasang foto profil dan harus berlangganan, akun Lia diserbu ratusan pria dari berbagai kalangan usia. Mulai dari berondong delapan belas tahun, sampai lelaki tua berumur lima puluh tahun sudah mengiriminya pesan.

"Jawab pesan dari sapaan yang paling keren!" serunya yang tak bisa menutup mulut dan berhenti melotot.

Ia menganga karena terkesima dengan ratusan pesan yang masuk, padahal akunnya baru. Ia sampai mengheningkan notifikasi tersebut. "Baru unggah satu foto, sudah banyak yang datang."

Menggeleng tak percaya dan sibuk membalas beberapa pesan. "Cuma umpan kecil, tapi direbut ratusan ikan. Gokil!"

Lia sangat tertarik dengan sebuah pesan yang mengiriminya satu kata saja. Benar-benar sangat kaku, yakni kata 'hola' dan diakhiri dengan tanda titik. Namun sayangnya, pria itu tidak sedang online, aktif satu menit yang lalu.

Gadis itu pun tak sabar untuk melihatnya foto-foto pria cuek. Ya, lelaki ini terasa sangat cuek bagi Lia. Karena dari banyaknya pesan masuk, hanya pesan inilah yang mengirim satu kata sapaan sederhana.

"Nikmat mana yang kamu dustakan, Lia...?" komentarnya begitu melihat foto si pengguna tersebut. Ia memakai kemeja hitam polos dengan lengan panjang digulung sesiku. Rahangnya begitu tegas, tanpa ekspresi sedikitpun dengan mata terhalang oleh kacamata.

"Ototnya!" sembur Lia di saat jempolnya menggeser ke kanan. Terlihat pria di foto itu tengah berada di ruang gym.

"Panas!" sambung bibir Lia otomatis. "Lebih panas dari bakso di mangkukku yang belum hangat ini." Ia makin terbelalak setelah melihat foto selanjutnya.

"You look so damn hot!" imbuhnya di batin, karena suara banyaknya pembeli bakso mulai berkeliaran di sekitarnya. Alhasil, Lia memutuskan juga untuk fokus makan bakso saja.

***

Pukul sebelas lebih Lia berbaring sembari mengecek lagi ponselnya di atas ranjang. Tepatnya setelah gadis itu mengganti pakaian pergi menjadi baju tidur. Gaun tidur hitam tanpa lengan yang panjangnya hanya sebatas paha menjadi pilihannya.

Namun, baru beberapa menit mengotak-atik gawai, sepasang matanya tampak membola. "Demi apa?!" kagetnya dan langsung terbangun.

Kala jari menuntunnya untuk memeriksa room chatnya bersama pria dewasa dan berparas rupawan, pemberitahuan 'online' lelaki berbadan menggiurkan ini terlihat. "Oke, bisa saja banyak banget wanita yang dia kencani. Jangan percaya dulu, Lia!"

Bersama tawanya yang menggelegar, Lia memilih menjawab satu-persatu pesan yang lain ketimbang mendahului pria cuek. Sesudah menjawab pesan dari para laki-laki lain, barulah dia menjawab si pria cuek dengan balasan yang tak kalah singkat yakni 'hai' saja. Lia justru dibuat tambah terkejut sesudah jawabannya terkirim.

"Aku kira dia enggak akan gini! Lah, bikin piknik! Eh, panik!" semburnya yang tak langsung mengangkat panggilan video dari lelaki yang memiliki nama Mr. B itu.

Lia pun cepat-cepat mencari kimono baju tidurnya sebelum mengangkat dan memperlihatkan wajah cantiknya ke kamera. Begitu memakai kimono tipisnya, barulah Lia menyapa, "Ha-hai Tuan B ... emh, selamat malam."

Bukannya direspons, pria yang ada di layar kaca gawainya itu setia membelakangi kamera. Membuat Lia hampir kehilangan kesabaran saja. "Tatomu sangat keren, tapi kenapa cuma itu yang kamu tunjukkan?" lirih Lia keceplosan.

Sontak saja dia menutup mulut secepat kilat. Dalam hati ia berharap suaranya barusan tak menembus ke telinga tuan B. Lia berdeham terus-terusan kala pria bertato kepala serigala itu masih belum menjawab sapaannya.

"Maukah kau bertemu denganku secara langsung?" tanya tuan B dengan napas dan suara berat yang mampu mendebarkan dada Lia seketika. Menelan ludah dan memegangi dadanya, Lia mendekatkan ponsel ke arah muka dan mengamati punggung gagah tuan B.

"Bertemu...?" sembari memindah tatapannya ke lampu mewah yang menggantung cukup jauh di atas kepala pria ini. "Kamu sendiri belum melihatku, gimana kalau wajah asliku berbeda sama foto profilku?"

"Jika tidak ingin, aku bisa memblokir akunmu."

"APA?!"

"Tentukan jawabannya sekarang, ingin bertemu denganku atau tidak."

Siapa yang tidak ingin bertemu dengan pria kaya dan berperawakan tinggi nan gagah seperti pria di depannya ini? Dilihat dari ruangan tuan B itu, Lia bisa menebak kalau dia bukanlah pria sembarangan. Sangat tertarik? Sudah pasti Lia tertarik. Sepertinya dialah yang makan umpan dari tuan B.

"Tapi aku takut kalau kau macam-macam, Tuan," bisik Lia yang mampu menimbulkan kekehan dari seberang.

"Kau terlalu banyak berpikir," sahutnya kemudian.

"Eh! Jangan blokir akunku!"

Masih dengan membelakangi kamera, ia memerintah, "Besok jam sembilan malam di restoran thunderclouds. Datanglah jika yakin."

"Tapi kita sama sekali belum bertatap muka, Tu--" ucapnya terpotong begitu ponsel tuan B terjatuh, yang menurut Lia disengaja oleh pria misterius itu.

***

Tulisan 'Yayasan Simbol Kasih' sudah terlihat sejak mobil tumpangannya memasuki gang. Papan nama sebuah yayasan yang mampu membuat Lia menyunggingkan sebuah senyum tulus. "Sampai, Nona," ujar sang sopir memberitahu.

Lia membuka dompet yang sudah ia genggam sejak masuk kendaraan roda empat ini. "Terima kasih," balas Lia yang langsung memberikn uang sebesar lima puluh ribu rupiah. Kembalian uang selembar berjumlah lima ribu terpaksa Lia ambil karena dia yang sekarang sudah tida sekaya dulu lagi.

Turun dari taksi online, perempuan dua puluh tahun ini bergegas masuk sambil memegangi tali tas hitamnya. Senyum manis Lia semakin mengembang. Satu tangan lainnya memegang sebuah tas jinjing ramah lingkungan yang isinya puluhan jajanan.

"Maaf, aku cuma punya sedikit," katanya sebelum berjalan lebih cepat karena terik matahari membakar kulit mulusnya.

Sampai di dalam ruang aula, hiasan seperti balon dan beberapa kertas warna-warni meramaikan ruangan yang sebelumnya serba putih itu. "Halo!" sapa Lia seraya mengetuk pintu sebanyak dua kali.

"HAIII...!" sambutan meriah dari anak-anak yang tadinya sibuk bermain dan mengobrol. Sekarang mereka fokus pada seorang perempuan muda dan cantik.

"KAK LIAAA...!" tambah pekikan dari sebagian anak seraya berlari ke arah Lia.

Lia pun menerima uluran tangan dari delapan anak yang berebut ingin bersalaman dengannya. Lia terkekeh geli seperti biasa kala melihat tingkah mereka begini. "Apa kabar kalian semua?" bertanya dengan lembut dan tak lupa senyum diakhir.

"BAIK KAK LIA!"

"Kita baik, Kak," balas yang tertua sambil menunjuk tas yang dibawa tangan kanan Lia. "Itu apa, Kak?"

Lia tersenyum lebar begitu menyadari maksudnya. Kemudian mengusap rambut anak-anak yang menggerombol di hadapannya secara bergantian. "Kalian duduk lagi ke tempat semula, baru Kak Lia kasih jajannya. Jangan ada yang dapat dua, ya!"

"OKE KAK LIA!" jawab mereka serempak.

"Harus sama semua!" pintanya sembari memicingkan mata ke satu anak laki-laki berumur sepuluh tahun, dialah yang selalu curang soal makanan. "Jangan ada yang berani ambil lebih dari satu, paham?!"

"SIAP, BOS!" sahut mereka bersamaan, dan yang paling keras adalah suara si langganan kecurangan.

Kemudian mereka kembali duduk di karpet hijau yang tergelar di atas lantai. Lia sendiri masih bertanya-tanya mengapa aula ini dihias sedemikian rupa. "Kamu," panggilnya pada anak perempuan yang sedari tadi memandanginya sambil tersenyum ceria.

"Tolong bagikan masing-masing satu, ya! Yang anak-anak kecil aja. Hari ini Kkak Lia harus hemat, jadi yang umur tiga belas tahun ke atas enggak dapat, kecuali kamu ... ambil satu saja, ya."

Banyak anak yang mengeluh setelah mendengar penjelasan Lia, dan membuatnya tersenyum miris. Tetapi mau bagaimana lagi? Lia memang harus berhemat. Jajanan yang dia bawa pun jumlahnya tidak sebanyak anak di panti asuhan ini.

"Kak Lia ke ruangan pak Al dulu," pamitnya yang diangguki anak perempuan berkucir satu.