webnovel

Our Precious Joon

Tinggal bersama 3 ayah dengan berbagai kepribadian yang berbeda, inilah yang dialami remaja tampan berusia awal 15 tahun itu. Ia sudah bahagia sebenarnya, tapi ia merasa perlu juga mengetahui identitas dia sebenarnya. Perjalanan remaja agak slengean, Arjuna Raizaski alias Joon, mencari jati diri sebenarnya. Hingga suatu saat, ada yang mengatakan jika Joon bukanlah manusia seutuhnya. Itu membuat Joon semakin ingin mencari jati diri yang sesungguhnya. Benarkah ia bukan manusia biasa? *** "Haruskah aku membunuh putraku sendiri untuk memutuskan kutukan ikatan darah ini?" Lizen bermonolog. "Lakukanlah, Ayah! Jika ini memang takdir yang harus kita lalui." Joon menyahut dengan tersenyum. *** Visual dan spoiler dapat dilihat di IG: @mamathor_joon FB: Zanaka Sofia Maurya

Zanaka · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
320 Chs

Joon Familiar dengan Mawar

Roh Joon dan roh mawar akan pergi ke suatu tempat untuk memastikan ucapan Mawar.

"Tunggu dulu! Sebelum itu rubah dulu penampilanmu! Aku begitu alergi dengan perempuan yang jelek, apalagi berdarah-darah sepertimu. Ieuh, menjijikkan!" Joon berucap dengan angkuhnya.

"Songgong juga ya ini anak! Baiklah, tapi aku berubah bukan karena kau, karena kemauanku sendiri. Dan lagi, panggil aku 'kakak', jangan 'Han-Han' seperti tadi! Walau aku terlihat seperti umur lima belas tahun, tapi jika hidup usiaku sudah dua puluh enam tahun tau!" gerutu hantu perempuan yang mengaku namanya Mawar tadi.

Sesaat kemudian, Mawar menghilang. Walaupun wajahnya di bawah rata-rata, setidaknya setelah berubah semoga pakaiannya lebih layak dari yang tadi, pikir Joon.

Namun, setelah Mawar muncul kembali, sungguh ini di luar ekspektasi Joon. Memakai hotpants warna orange dipadukan dengan stocking dan sepatu boots tinggi warna coklat. Lalu pakai lose batwing warna biru cerah dengan rambut merah menyala. Yang kini sama sekali tak terlihat seperti anggota girlband, tapi lebih mirip ....

"Bwahahaha, dandanmu itu lebih mirip jemuran berjalan

tau, Han! Dari pada ini, mendingan pakai dress pendek yang berdarah-darah tadi. Assh, apa hantu sepertimu tak pernah mengikuti les kecantikan, hah? Menjijikkan! Aku curiga, pasti saat hidup dulu kau anak tukang laundry, ya? Semua yang kau kenakan sungguh tak match, hahaha!" ucap Joon sambil tertawa kejam.

"Asshh, banyak omong! Lagipula biarpun aku berpakaian atau telanjang pun nggak ada yang lihat. Ribet amat sih kau ini, Mi!" bentak Mawar pada Joon.

"Horror amat kau jika sampai telanjang, Han. Bisa 'sawanan' mendadak aku." Joon bergidik ngeri membayangkannya.

"Aiisshh, kau anak siapa sebenarnya, heh? Bicaramu banyak sekali, sudah seperti perempuan saja!" gerutu Mawar.

"Sebenarnya, aku belum cerita ini pada siapa pun. Tapi aku akan cerita padamu, Han. Sebenarnya aku ini anak ...."

"Gembala?"

"Bukan! Bukan!"

"Anak orang?"

"Ya ... bisa jadi! Bisa jadi!"

"Berkulit hitam."

"Tidak! Tidak!"

"Berkulit putih?"

"Ya! Ya! Bisa jadi! Bisa jadi!"

"Hmm, berhidung mancung?"

"Ya! Ya! Teruskan!

Plak!

"Aww! Sial! Dia gampar aku lagi?" gerutu Joon sembari mengusap pipinya yang memerah terkena tamparan hantu perempuan itu.

"Woy, kita nggak lagi main kuis, Kunyuk! Ayo cepat, ikuti aku!

Sekarang pejamkan matamu!" bentak Mawar.

Dan kini, Joon pun mengikuti perintah Mawar untuk memejamkan mata walau pun dengan terpaksa.

***

Jaya berada di kamarnya saat ini. Ia mengemasi pakaian yang berada di keranjang dan memasukkannya ke plastik hitam besar. Sebagian besar dari pakaian yang berada di lemari juga. Ia hanya meninggalkan beberapa helai di tempatnya. Saat hendak menutup lemari, pandangannya tertuju pada sebuah foto yang terselip di antara pakaian.

Foto seorang bocah lelaki berusia 5 tahun yang akan memakan semangka. Baju hitam dan poni yang menutupi seluruh keningnya, rambut model jamur. Dengan pose melipat tangannya di depan dada, membuat bocah itu terlihat semakin menggemaskan.

Jaya mengingat saat itu. Saat ia sendirilah yang mengambil gambar bocah 5 tahun itu. Kenangan itu berkelebatan dalam ingatannya.

Jaya berjongkok di sebelah meja makan. Sudah ada kamera di tangannya. Di sisi meja makan yang lain sudah duduk Kenichi, Kevin dan bocah berusia 5 tahun.

"Jay, cepat ambil foto kami bertiga!" perintah Kevin.

"Kita sudah seperti keluarga yang utuh ya, Bang? Aku jadi mama, abang jadi papanya, dan Joon anak kita. Kyaaaa, keluarga yang harmonis," ucap Kenichi dengan mata yang berbinar.

Plak!

"Berhenti memanggilku 'abang', Brengsek! Sandar gender, woy! Itu sungguh menjijikkan!" Kevin menabok kepala Kenichi dengan kejamnya.

"Terus aku jadi siapanya, Kak?" protes Jaya.

"Kau kan pengasuh Joon, Jay. Buwahahaha uhuk! uhuk!" Kevin tertawa hingga tersedak jus jeruk yang ia minum.

"Wahahaha, kualat kau karena menertawakanku, Kak!" seru Jaya sambil tersenyum puas.

"Joon! Pose sambil makan semangka, ya?" Jaya mengarahkan putranya.

"Joon gak cuka cemangka, Ayah!" elak Joon sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ayolah! Biar nanti ayah upload di medsos ayah dengan caption 'Makanlah semangka jika ingin imut seperti saya!'." Jaya berucap antusias. Ia memang menjadikan Joon sebagai ladang uangnya. Ia sering kali membuat konten tentang keimutan Joon untuk menambah followers-nya.

"Wahahaha, captionnya aneh! Mana ada makan semangka bisa menyebabkan wajah jadi imut? Terkadang tingkahmu suka aneh ya, Jayus!" gerutu Kenichi.

"Heh? Jayus? Panggilanmu lebih aneh daripada kesukaanku pada semangka, Ken!" protes Jaya, tidak terima.

"Jayus 'kan lebih terkesan imut daripada kunyuk, hayoo?" ujar Kenichi.

"Ayah! Appa! Joon ngantuk, kapan ini dipotonya?" Joon mengutarakan kekesalannya diabaikan sejak tadi. Matanya yang memang supit, terlihat segaris gara-gara mengantuk.

"Oh, anak Ayah mau difoto ternyata? Baiklah, tapi makan dulu semangkanya, ya?" Jaya pun terus memaksa Joon memakan buah kesukaannya. Dan Joon akhirnya menuruti apa yang diperintah oleh Jaya.

Jaya tersadar kembali dari lamunannya. Selanjutnya, ia mencium foto yang berada di tangannya itu.

"Ayah merindukanmu, Nak.

Apa kau ingat saat itu, Joon?Karena kau menuruti permintaan ayah, kau jadi diare selama tiga hari. Membuatmu kekurangan cairan dan berakhir diopname selama beberapa hari. Ayah tidak tahu, seberapa takutnya kau pada ayah, sehingga semua yang ayah perintah selalu kau turuti. Tapi asal kau tahu, didikan ayah yang tegas selama ini hanya agar kau jadi pria yang kuat. Sebenarnya ayah menyayangimu melebihi dari yang kau tahu, Nak." Jaya menggumam.

Jaya mendongak untuk menahan air matanya.

"Dan ayah sadar, selama ini telah menyebabkanmu celaka. Karena kecerobohan ayah beberapa waktu lalu, kau belum sadarkan diri juga sampai saat ini. Bahkan, ayah terlalu malu untuk menemuimu kini. Ayah memang orang tua yang ceroboh. Ayah memang pecundang. Maafkan ayah, Nak! Ayah harap kau akan baik-baik saja, Joon!" lirih Jaya.

Jaya memasukkan foto itu ke dalam sakunya.

***

Roh Mawar dan roh Joon tiba di suatu tempat. Saat ini, Mawar menyuruh Joon untuk membuka matanya. Perlahan Joon membuka mata.

"Kau ingat tempat ini, Mi?" tanya Mawar sejurus kemudian.

Joon terdiam. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru. Ada bayangan misterius yang berkelebatan dalam pandangannya.

"Kenapa sih kau ini, Mi?" bentak Mawar, mengernyit.

"Nyamuk, Han," sahut Joon kemudian.

"Bwahahaha, jangan ge-er napa, Mi! Lagipula nyamuk-nyamuk itu tak ada yang lihat kamu juga.

Coba ingat kembali tempat ini!" Mawar kembali menyuruh Joon.

Joon kembali terdiam. Pandangannya berkeliling. Kini ia berdiri di jalanan raya yang sepi. Beberapa meter dari tempatnya berada, ada pertigaan. Di sebelah selatan pertigaan terdapat pagar pembatas jalan. Joon mendekatinya, ia melongok ke bawah. Terdapat kolam pemancingan yang luas di bawah jalan.

Hening.

30 menit kemudian ...

"Jadi, apa sekarang sudah ingat sesuatu, Mi?" tanya Mawar sambil duduk belunjur di sisi jembatan. Ia terlalu bosan menunggu Joon berpikir. Lama sekali mengumpulkan ingatan Joon itu.

Joon menggembungkan pipinya, lalu berucap, "Ini sungguh sulit bagiku, Han. Aku tak tahu apa yang akan terjadi setelah kukatakan ini padamu. Semoga nantinya kau tak kecewa. Tapi, jika kau memaksa aku akan mengatakannya. Dan faktanya, aku memang tak ingat apapun tentang tempat ini. Buahahaha!"

Joon menggaruk tengkuknya, yang semakin membuat sesehantu di sana menggeram.

Plak!

Ctak!

Duakh!

Mawar menyiksa Joon dengan kejamnya kembali.

"Dasar kunyuk! Sia-sia aku menunggumu mengingat-ingat dari tadi, woy!" Mawar berteriak, frustrasi.

"Oi, kenapa kau lebih kejam dari ayahku, hah? Meskipun tak terasa sakit, tapi harga diriku serasa diinjak-injak!" Joon menangkis setiap pukulan dari Mawar.

Bersambung ....