webnovel

Ratu Untuk Oscar

"Apa, Mi?" tanya Eca dengan nada yang terdengar penuh desakan. 

"Kita tunggu om Irza saja, ya? Sekali lagi mami nggak bisa ngelangkahin dia." Kedua pangkal bahu milik Eca merosot turun tanpa permisi lebih dahulu. Memegang apa pun yang menyangkut seorang Irza Adisankara Rianto bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. 

Selamanya Irza akan selalu menjadi sosok  yang abu-abu untuk Eca yang notabenenya memiliki banyak warna dalam hidupnya. 

"Iya, Mi." Tidak banyak yang bisa dikatakan Eca sebagai jawaban. Dan jawaban itu pun sudah lebih dari cukup menegaskan kalau Eca ikut aturan main yang sedang ditetapkan oleh panglima tempur Oscar pada masanya itu. 

"Kalau begitu mami ke lainnya dulu." Sella lalu membawa kedua kaki jenjangnya  saat dia telah mendapatkan persetujuan dari putra semata wayangnya itu.

"Ini ada apa  sih, Ca?" Mungkin bukan saja Ganes yang merasa ada yang berbeda dengan masalah ini, tapi semua anggota Oscar angkatan kedua pun merasakan hal yang sama. Mereka masih tak bisa menelaah maksud dari pertemuan malam ini ada. Tapi apa pun jika sudah melibatkan para anggota purna Oscar maka itu bukan hal yang bisa dianggap remeh.

"Lo salah jurusan tanya ama gue, Nes. Mending lo tanya ama om Irza sana." Mendengar hal tersebut dengan sangat cepatnya saat ini Ganes mengubah titik atensinya dengan sangat cepat pada orang yang paling  disegani baik dalam circle Oscar angkatan kedua dan juga Bimasena. 

"Lo berani nggak tanya ini ke om Irza?" Kedua alis milik Eca tampak saling bertautan saat mendengarkan apa yang dikatakan oleh Ganes  dan juga kedua manik matanya menatap Ganes dengan tatapan yang penuh selidik. 

"Hah? Gue? Nggaklah," tolak Eca dengan sangat cepat tanpa  mau pikir panjang atas pertanyaan yang tadi ditanyakan oleh perak yang dimiliki Oscar itu. 

"Kalau begitu kita tunggu saja apa yang ingin om Irza katakan sampai mengumpulkan kita di sini." Ganes hanya diam tak mengeluarkan lagi sepatah kata pun. Dia bungkam dengan sangat  kali ini. 

"Ca ... ada yang aneh deh," ucap Ganes dan tentu saja hal itu tidak bisa dimengerti dengan sangat mudah oleh Eca. Ganes terlalu sederhana untuk Eca yang sangat rumit kali ini. 

"Apaan sih?" tanya Eca yang dia pun tak ingin menampik kalau ikut penasaran juga dengan apa yang Ganes katakan barusan.

"Lo lihat deh, Dhisty pakai jaket kebesaran Oscar, sedangkan Vega tidak satu pun ada elemen Oscar yang melekat di tubuhnya saat ini," jelas Ganes dan karena hal ini kini Eca membawa dirinya ke titik yang juga menjadi titik atensi Ganes sejak tadi. 

Dan memang betul kalau saat ini yang memakai atribut lengkap Oscar hanyalah anak dari Laskar dan juga Karin, Adhisty Amelia Sanjaya. 

"Nes ... lo berpikir apa yang gue pikirkan juga 'kan?" tanya Eca dengan ekspresi yang sangat sulit untuk dijabarkan seperti apa bentuknya. Namun satu hal yang pasti Eca dan Ganes satu pikiran yang sama sekarang. 

"Queen of Oscar?" Terkaan yang Ganes lontarkan langsung saja mendapatkan persetujuan dari Eca. 

"Dhisty? Tapi kenapa harus dia? Padahal 'kan yang menjadi kandidat kuat bahkan tanpa lawan selama ini adalah Vega." Eca lebih memilih untuk diam atas apa tanya demi tanya tersebut. 

"Gue juga nggak tahu, Nes. Jadi jangan tanya gue." Mendengar itu Ganes hanya bisa memutar kedua manik matanya malas. 

"SHIT!" Ganes itu sangat jarang untuk mengumpat, tapi kalau memang itu terjadi, maka bisa dipastikan kalau emosi dalam dirinya bisa untuk dikatakan tinggi. 

*** 

"Tolong perhatiannya ke sini!" Apa yang Irza  katakan barusan sudah lebih dari cukup untuk membuat semua orang hanya menjadikan panglima tempur Oscar pada masanya sebagai titik atensi terbaiknya. 

Dan itu juga yang Eca dan Ganes lakukan. Mereka sadar kalau apa yang akan sedari menjadi tanda tanya terbesar keduanya secepatnya akan terjawab dengan cara yang sangat baik. 

"Sebagian dari kalian pasti sedang bertanya-tanya kenapa kalian harus ada di sini 'kan? Kenapa hanya sebagian karena para anggota purna ini sudah tahu apa yang menjadi alasan kita berkumpul malam ini di sini." Eca dan juga para inti angkatan kedua tidak merasa terkejut dengan apa yang baru saja dilontarkan Irza. 

"Sebagaimana yang kita ketahui kalau formasi Oscar angkatan kedua masihlah belum sempurna, jadi malam ini, di sini kita akan mengukuhkan formasi yang masih kosong tersebut."

"Ratu nggak sih?" tanya Chandra dengan memperlihatkan raut wajahnya yang sangat polos tersebut. 

"Nggak, tapi posisi panglima tempur." Kedua manik mata milik Chandra seperti ingin melompat keluar saat mendengar apa yang dikatakan oleh Dipta barusan. 

"Lo mengincar posisi gue?"

"Ndra, lo itu lagi bertanya atau lagi menuduh?" tanya Dipta dengan menghunuskan tatapan yang nyalang dan juga tajam pada Chandra.

"Area tinju ada di belakang," ucap Eca mengingatkan kedua sahabatnya itu. Dan terbukti setelah hal itu kini Chandra  dan juga Dipta langsung saja mengatupkan kedua bibir ranumnya dengan sangat cepatnya. 

"Jadi para inti purna Oscar telah sepakat untuk menjadikan Adhisty Amelia Sanjaya sebagai ratu Oscar yang baru menggantikan ratu yang dulu, Queen Marcella Mahendra." Irza telah menduga kalau apa yang dia katakan ini pasti tidak akan diterima dengan mudahnya  oleh para anggota apalagi angkatan kedua. Akan selalu ada kata kenapa dan juga mengapa atas semua keputusan yang  dia  ambil. 

"Om?!" Itu adalah Eca yang bertanya dan tentu saja fokus orang-orang hanya tertuju padanya. 

"Iya, Ca. Ada apa?" tanya Irza. Dia sudah tahu apa yang akan Eca pertanyakan, hanya saja dia ingin semua orang tahu apa yang ingin dipertanyakannya dan juga ini untuk lebih menghargai posisi seorang King Mahesa Juliardo sebagai seorang ketua Oscar di masa yang sekarang. 

"Kenapa Dhisty? Bukankah sebelumnya  yang menjadi kandidat kuat adalah Vega?" Irza hanya mengangguk apa yang Eca tanyakan barusan sama persis dengan apa yang Irza pikirkan sejak tadi. 

"Karena Vega tidak mungkin menjadi ratu di dua istana sekaligus." Puas? Tentu saja tidak, Eca masih jauh dari kata seperti itu. 

"Kenapa bukan Dhisty yang menjadi ratu Bimasena dan Vega yang berada di pihak Oscar?" Kali ini pertanyaan tersebut bukan terucap dari kedua bibir ranum milik Eca, melainkan dari Ganes. 

DEG!

Mungkin kalau yang bertanya itu adalah Eca, Dhisty akan biasa-biasa saja. Namun kalau Ganes lain lagi ceritanya. Dia akan merasakan bagaimana sakitnya dikuliti secara hidup-hidup.