"Mereka udah bercerai, lalu apa yang lo takutin?"
"Tau salah, tapi ya pointnya dulu, mereka udah cerai."
Layaknya patung, Reva masih terdiam membisu. Mata sayunya menatap lurus ke arah jendela. Nisa sangat berharap kalau di dalam otaknya, Reva tidak mempunyai cita-cita untuk melompat. Hari masih pagi, seharusnya Nisa sudah di kantor. Tapi kini dia sudah berada di apartemen Reva atas dasar printah bosnya. Sedikit info dari Sean, semalam Jihan ke sini, itulah yang membuat Reva seperti ini bahkan dia tidak tidur.
Terdengar hembusan napas berat dari Reva. Nisa tidak merasakan, tetapi dia tahu rasanya. Pasti otak hatinya sedang kalut, lebih banyak ketakutan daripada kebahagiaan. Wajar, bahkan mungkin semua orang akan seperti Reva kalau mengalami. Status bercerai memang tidak berguna, karena Nisa tahu dendam Jihan akan tetap ada. Mungkin itu yang selalu Reva takutkan.
Hỗ trợ các tác giả và dịch giả yêu thích của bạn trong webnovel.com