webnovel

Old Love

Hyun Soo pada Kyung Ji "Jika aku bisa bertemu denganmu lagi, aku akan melakukan apapun untuk menebus apa yang telah terjadi padamu waktu itu. Aku akan membuatmu tersenyum seperti saat aku tidak bisa melihat senyummu." Kyung Ji pada Hyun Soo "Aku menyukaimu, aku akan selalu memilihmu. Jika keadaan berjalan sesuai yang kuinginkan, aku tidak akan memilih untuk menguburmu dalam - dalam dari ingatanku."

Tarin_Swan · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
47 Chs

CHAPTER 6 HARAPAN

Hyun Soo tersenyum lebar memikirkan hari - hari menyenangkan yang akan ia jalani di Busan, ia terus menunjukkan kebahagiaan yang tidak dapat ia sembunyikan lagi

"anda terlihat sangat senang tuan" tanya sekertaris Min santai,

mendengar perkataan sekertarisnya itu, Hyun Soo tertawa kecil "apa terlihat jelas?" tanyanya malu. Sekertaris min mengangguk kecil "iya tuan, bahkan sangat jelas" jawabnya santai, "aku ikut senang tuan" tambahnya. Hyun Soo menggaruk belakang kepalanya malu, menunduk kecil menyembunyikan senyumnya tanpa mengatakan apapun. Di tengah perjalanan, bodyguardnya melirik ke arah kaca spion membuka mulutnya sopan "kemana tujuan kita tuan?" tanyanya, Hyun Soo tersenyum kecil "kita langsung ke Gereja saja" jawabnya.

Eomma dan beberapa biarawati lain sudah menunggunya di depan Gereja menunggu kedatangan Hyun Soo. Saat ia turun dari mobilnya, eomma menyambutnya hangat dengan pelukan "selamat datang" sambut eomma, Hyun Soo tersenyum lebar memeluk eomma erat "terima kasih eomma" jawabnya hangat.

Eomma melepaskan pelukannya lalu menepuk kecil bah Hyun Soo, ia menoleh menatap sekertaris Min yang menunduk sopan padanya "dimana kami bisa meletakkan barang - barang tuan?" tanya sekertaris Min,

"ikutlah denganku" jawab eomma sambil berjalan di depan menunjukkan jalan.

000

Mereka berjalan ke belakang Gereja lalu masuk ke pagar pemisah yang ada di taman belakang, eomma berjalan santai sambil menuntun Hyun Soo pelan, memastikan ia mengingat jalan menuju kamarnya. Tempat itu adalah asrama sekolah yang terletak di belakang Gereja, bangunan itu membentuk kotak dengan pintu kayu yang berjejer lurus, di tengahnya terdapat taman kecil dengan berbagai macam bunga serta kursi taman di satu sudutnya. Kamar Hyun Soo ada di pintu ketiga dari pintu utama, kamar itu cukup luas terdapat tempat tidur yang berukuran cukup besar menghadap ke arah pintu, di depan tempat tidur terdapat lemari pakaian, dan di sebelah tempat tidur terdapat meja dan kursi kayu.

Hyun Soo masuk ke kamar itu lalu duduk di atas tempat tidur, sementara bodyguardnya memasukkan semua barangnya ke dalam kamar. Eomma mendekatinya "apa Kyung-" buka eomma terhenti melihat Hyun Soo meletakkan jarinya di depan bibir cepat, eomma menutup mulutnya dengan satu tangan kaget lalu duduk di samping Hyun Soo

"kenapa?" bisik eomma penasaran

"mereka tidak boleh tau apapun tentang anak itu" balas Hyun Soo

"apa terjadi sesuatu?" tanya eomma terdengar cemas.

Hyun Soo menggeleng "aku hanya berusaha melindunginya dari keluargaku.. jika ada orang lain kita bisa memanggilnya anak perempuan" jelas Hyun Soo santai. Tawa eomma pecah seketika mendengar penjelasan Hyun Soo barusan. Mendengar tawa itu, kerutan mulai menghiasi kening Hyun Soo, ia memiringkan kepala kecil sambil membuka mulutnya "apa yang lucu?" tanya Hyun Soo. Tawa eomma semkain terdengar keras "tidak apa, Soo -yah kalau kau terus memanggilnya anak perempuan dia akan marah padamu" sahut eomma di sela tawanya, mata Hyun Soo melebar kaget

"benarkah? Pantas saja dia marah padaku saat aku menelfonnya" sahut Hyun Soo paham

"kau menelfonnya?" tanya eomma kaget.

Hyun Soo langsung mengangguk "hmm.." gumamnya,

"aigoo.. apa yang kau katakan padanya?" tanya eomma cemas.

Hyun Soo tampak bingung "aku menghiburnya, hari itu dia terdengar sedih.." jawabnya canggung, "apa aku salah?" tambahnya. Eomma terdengar menghembuskan nafas lega dan menepuk kecil pundak Hyun Soo "tidak, kau melakukan hal yang benar" jawab eomma, kening Hyun Soo berkerut kecil

"tapi, apa yang sebenarnya terjadi padanya?" tanyanya penasaran.

Eomma mengangkat alisnya "apa dia tidak menceritakan apapun padamu?" sahut eomma balas bertanya.

Hyun Soo menggeleng kecil sambil kembali mengingat "ia hanya bilang.. nanti jika semuanya baik - baik saja dia akan menceritakannya padaku" jawab Hyun Soo, eomma terdengar menghembuskan nafas besar dari mulutnya lalu menepuk pundak Hyun Soo beberapa kali. Raut wajah Hyun Soo berubah bingung bercampur curiga merasakan reaksi eomma, ia membuka mulut hendak mengatakan sesuatu namun suaranya terhenti mendengar sekertaris Min menyelanya duluan

"tuan semaunya sudah beres"

Hyun Soo menoleh ke asal suara itu dan tersenyum "kerja bagus, terima kasih" jawabnya santai.

Sekertaris Min tersenyun kecil "kalau begitu saya akan kembali ke Seoul, sampai jumpa tuan" jawabnya sopan sambil menunduk kecil, lalu pergi meninggalkan kamar Hyun Soo. Eomma berdiri cepat, menunduk ke arah Hyun Soo sejenak "aku antar mereka ke depan dulu, tunggulah disini" bisiknya lalu berbalik meninggalkan kamar tanpa mendengar jawaban Hyun Soo. Dalam sekejap suasana kamar menjadi hening dan tenang, Hyun Soo menjatuhkan dirinya tertidur di kasur hanyut dalam lamunannya "apa yang mereka sembunyikan?" tanyanya kecil.

000

Sampai di depan Gereja sekertaris Min menunduk sopan ke hadapan eomma, eomma pun menunduk sambil tersenyum kecil. Sekertaris Min tampak membalikkan badannya namun langkahnya terhenti mendengar panggilan eomma

"Hae In -ah"

ia membalikkan badannya "apa ada yang ingin biarawati sampaikan?" tanya sekertaris Min sopan

"aku tahu, aku tidak punya hak untuk bertanya tetapi aku merasakan sesuatu yang aneh" jawab eomma canggung.

Sekertaris Min tersenyum kecil "tidak apa, anda bisa menanyakan apa yang ingin anda tanyakan" jawabnya sopan "karena aku mempercayai biarawati" tambahnya. Eomma tersenyum kecil "terima kasih sudah percaya padaku, ini tentang Hyun Soo" ungkapnya canggung

"apa Hae In tahu tentang Kyung Ji?" tambah eomma hati - hati.

Sekertaris Min tampak kaget lalu menoleh ke sekeliling bingung, ia mendekat pada eomma dan berbisik cepat "apa tidak ada tempat lain yang lebih tertutup untuk membicarakan ini?" tanyanya sopan. Eomma yang memahami situasi juga ikut menoleh ke sekeliling "ikuti aku" ajaknya sambil membalikkan badan menunjukkan jalan. Sekertaris Min mengikuti eomma masuk kedalam Gereja, disana terdapat ruang kecil yang teletak di tengah Gereja, mereka pun masuk ke dalam ruangan itu. Dalam ruangan yang berupa kotak kecil itu, hanya terdapat satu meja dan dua kursi yang berhadapan dekat. Eomma mempersilahkan sekertaris Min duduk di hadapannya "ini satu - satunya ruangan paling rahasia di Gereja" sahutnya ramah. Sekertaris Min duduk dengan sopan, senyum kecil tidak pernah pudar dari bibirnya "tempat ini sangat cukup untuk menyimpan rahasia" jawabnya sambil meletakkan kedua tangannya di atas meja

"bicaralah lebih santai, kau bisa menjadi dirimu sendiri disini" perintah eomma lembut.

Senyum sekertaris Min mengembang lebar "aku sudah terbiasa dengan kehidupan sekertarisku, itu sudah tertanam dalam diriku sekarang" jawabnya canggung,

"aku senang kau mendapat kehidupan yang lebih baik, Hae In -ah.." jawab eomma sambil meraih kedua tangan sekertaris Min lembut.

Sekertaris Min tersenyum kecil lalu menggengam erat tangan eomma "terima kasih, ini juga berkat biarawati" jawabnya lembut, ia tiba - tiba teringat akan alasannya dan mengalihkan pembicaraan "benar, dari mana biarawati tahu tentang Kyung Ji?" tanyanya bingung

"tentu saja aku tahu.. aku yang mengenalkan Hyun Soo pada Kyung Ji" jawab eomma sambil melirik geli ke arah sekertaris Min.

Mendengar jawaban eomma, sekertaris Min mengangkat alisnya kaget "benarkah?" tanyanya bingung "ke- kenapa?" tambahnya.

Eomma melepas tangan sekertaris Min lalu bersandar santai di kursinya sambil berfikir "aku juga tidak tahu, aku merasa mereka akan cocok, karena aku melihat yang Hyun Soo butuhkan adalah seorang teman" jawabnya sambil tersenyum lebar "ya, akhirnya mereka memang cocok" tambah eomma cepat. Mendengar jawaban eomma sekertaris Min tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala heran, ia teringat akan alasan Hyun Soo memutuskan tinggal di Busan semetara waktu lalu membuka mulutnya

"apa Hyun Soo mengatakannya kepada biarawati? Alasan kenapa ia tinggal disini untuk sementara.." tanyanya hati - hati.

Eomma memiringkan kepalanya bingung "tidak, apa terjadi sesuatu?" tanyanya menduga, mendengar itu sekertaris Min menunduk lesu sambil menghembuskan nafas berat. Kening eomma berkerut kecil "benar bukan? Sesuatu terjadi padanya" tanya eomma cemas, suasana dalam ruangan itu berubah tegang dalam sekejap. Eomma pun kembali membuka mulutnya "apa orang tuanya memperlakukan Hyun Soo dengan tidak baik?" tanya eomma cemas. Sekertaris Min menggeleng kecil dan mengangkat kepalanya menatap eomma dengan tatapan serius "orang tuanya memutuskan untuk bercerai" jawabnya tegang. Mata eomma melebar kaget mendengar pernyataan sekertaris Min, eomma membenarkan posisi duduknya "benarkah? Apa yang terjadi?" tanya eomma kaget

"ini bukan karena tuan Hyun Soo" jawabnya canggung,

"lalu?"

"Gong hoejang kembali bertemu dengan pria yang ia tinggalkan saat di jodohkan dengan daepyonim dulu" buka sekertris Min canggung, mendegar itu eomma berdeham kecil sambil melipat kedua tangannya di atas meja "apa pria itu juga memiliki keluarga?" tanya eomma. Sekertaris Min tampak ragu dan akhirnya mengganguk kecil menjawab pertanyaan eomma

"aigoo, kasihan sekali dua keluarga ini" jawab eomma dengan wajah sedih

"biarawati, biasakah anda mengawasi tuan Hyun Soo" mintanya cepat.

Kerutan semakin dalam menghiasi kening Eomma "kenapa? Apa dia tidak tahu tentang ini?" tanya eomma bingung. Sekertaris Min menggeleng cepat mendengar pertanyaan eomma "tuan tidak tahu, tapi yang lebih mengkhawatirkan adalah pria itu dan keluarganya tinggal di Busan, aku takut terjadi sesuatu jika mereka mengetahui keberadaan tuan Hyun Soo, begitu juga sebaliknya" jawab sekertaris Min terdengar cemas.

Mata eomma melebar kaget "MWO? Hae In -ah kenapa kau bawa dia kemari jika kau tahu tentang pria itu?" tanya eomma geram.

Sekertaris Min mengangkat kedua tangannya "aku hanya mengantarnya sampai tujuan, tuan sendiri yang meminta untuk tinggal disini, daepyonim juga menyetujuinya" jelasnya membela diri, eomma menaikkan alisnya kaget "benarkah?" tanyanya tidak percaya. Sekertaris Min hanya tersenyum sambil mengangguk kecil diam, suasana ruangan kembali hening sampai eomma memecahkan keheningan itu

"apa aku boleh tahu siapa orangnya?" tanya eomma canggung "kalau tidak boleh tidak apa, lagi pula ini terlalu pribadi" tambahnya cepat.

Sekertaris Min tersenyum lebar dan menggeleng "tidak apa, aku percaya pada biarawati" jawabnya santai, ia menghembuskan nafas besar dari mulutnya

"nama pria itu Eun Ji Yeol" jawabnya.

Mata eomma melebar kaget "Eun.. Eun Ji Yeol katamu? Apa kau yakin?" jawab eomma memastikan, sekertaris Min mengangguk yakin "iya.. aku yakin" gumamnya. Ekspresi kaget bercampur tegang semakin terlihat jelas di wajah eomma, melihat reaksi itu sekertaris Min mengerutkan keningnya dalam "ada apa? Apa anda mengenalnya?" tanya sekertaris Min panik. Eomma mengedipkan matanya bingung "ak- aku.. aku berharap, aku tidak melakukan kesalahan kali ini" jawabnya panik. Ekspresi bingung mulai tergambar di wajah sekertasris Min, ia membuka mulutnya "ada apa? apa biarawati tahu sesuatu?" tanyanya curiga. Eomma menghembuskan nafas besar ragu "aku tidak yakin, tapi aku merasa kenal dengan Eun Ji Yeol -nim yang kau maksud" yang jelas eomma. Mendengar itu sekertaris Min tercengang kaget "anda mengenalnya? Bisa anda beri tahu aku?" mintanya cepat, eomma menggeleng kecil "nanti, kalau aku benar - benar yakin bahwa dugaanku ini benar" jawab eomma sambil tersenyum kaku berusaha menghilangkan dugaan anehnya itu.

000

Aku duduk menopang dagu bosan mendengarkan materi yang di jelaskan oleh dosen sambil sesekali melirik jam tanganku berharap kelas segera berakhir, Hyo Ra yang duduk di sampingku menyikut kecil lenganku sambil menunjuk buku catatan di dekat tanganku. Aku mengerutkan keningku lalu membaca apa yang dia tulis 'aku lapar' bacaku dalam hati, membaca pesannya itu aku tersenyum sambil menggeleng kecil meliriknya. Hyo Ra tersenyum manja ke arahku lalu kembali menuliskan sesuatu, setelah menulis ia menyikut lenganku lagi. Aku menunduk kecil 'apa yang kau pikirkan? Pria? Si Hwan -ssi?' tulisnya dengan gambar ekspresi jahil, aku menggeleng kecil lalu menuliskan sesuatu. Setelah menulis aku hanya tersenyum licik dan kembali memperhatikan dosen yang sedang mengajar

"mwoya.." omel Hyo Ra membaca jawabanku,

aku menoleh ke arahnya kaget, dan saat itu juga mata seisi kelas tertuju pada Hyo Ra. Ia tertawa garing sambil menundukkan kepalanya "joesonghamnida" ucapnya malu, melihat tingkah Hyo Ra dosen yang ada di depan hanya menggeleng heran lalu kembali melanjutkan materi. Aku yang duduk di sampingnya berusaha menahan tawaku sambil berdeham kecil, Hyo Ra menoleh ke arahku dengan ekpresi kesal lalu mencibirkan bibirnya ke arahku.

Setelah kelas selesai aku membereskan barangku santai sambil melirik ke arah Hyo Ra yang terlihat membereskan bukunya kesal "keluarkan saja" sahutku sambil tersenyum geli,

"aku benci padamu" sahutnya kesal.

Aku menutup tasku "kau sudah mengatakannya sejak dulu, kalau kau membenciku" jawabku santai

"apa kau benar - benar memikirkan Yoo Ki oppa?" tanyanya sambil menatapku serius.

Tawaku pecah dan aku menggeleng kecil melihat tingkahnya. Hyo Ra mengerutkan dahinya lalu menarik lenganku "jawab aku!" sahutnya memaksa. Aku menghembuskan nafas kecil menaikkan sebelah alisku

"Moon Hyo Ra -ssi.. aku tidak tertarik dengan pria seperti itu" jawabku santai,

mendengar jawabanku senyum kecil mulai tersungging di bibir Hyo Ra, dan ia melepas tanganku perlahan "benar juga" jawabnya senang.

Aku bangkit dari kursi sambil mengangkat tasku "kalau kau sudah puas dengan jawabanku, minggirlah sekarang" sahutku santai mengibaskan telapak tanganku mengusir Hyo Ra. Hyo Ra tersenyum lebar sambil menyingkir memberiku jalan, aku hanya melihat senyum anehnya itu sambil menggeleng heran berjalan melewatinya. Hyo Ra mengejarku yang melewatinya begitu saja dengan senyum lebar yang masih tersungging di bibirnya, lalu melingkarkan tangannya ke lenganku manja. Langkah kami terhenti di depan gedung kampus melihat seorang pria dengan kemeja biru dan celana panjang cokelat muda, berdiri membelakangi kami sambil melipat tangan di depan dada bersender santai di depan mobil merahnya. Aku mengerutkan keningku curiga melihat pria itu terus mengamatinya lebih dalam lagi, ia terlihat memandang sekeliling kampus sambil sesekali melirik jam tangannya lalu menoleh ke arahku. Pandangan kami bertemu dan ia tersenyum lebar sambil berdiri tegak melambaikan tanganya padaku, dalam sekejap semua orang yang di halaman depan kampus menoleh ke arahku.

Hyo Ra melepas tangannya dari lenganku kaget, "Si Hwan oppa~" teriak Hyo Ra manja hendak berlari kecil ke arah pria itu namun aku menahannya sambil menutupi wajahku malu. Tentu saja Hyo Ra berusaha melepaskan tanganku "hey, Moon Hyo Ra kita pergi saja dari sini" bisikku kesal

"kau saja yang pergi, aku mau menemuinya" bisiknya tegas sambil terus berusaha melepaskan genggamanku.

Aku melotot kesal pada Hyo Ra "tapi aku tidak ingin menemuinya" bisiku geram

"itu kan kau" jawabnya sambil menjulurkan lidahnya ke arahku dan melepaskan genggamanku cepat lalu berlari ke arah Si Hwan -ssi, "hey.. Moon Hyo Ra.. HEY" panggilku kesal sambil melihatnya berlari.

Mereka mengobrol akrab sambil tertawa kecil sejenak lalu melihat ke arahku, menyadari tatapan aneh Si Hwan -ssi aku berdeham kecil dan mengalihkan pandanganku darinya, melihat sikap anehku Hyo Ra menghampiriku menarik tanganku paksa ke arah Si Hwan -ssi, aku berusaha melepaskan tanganku meskipun usahaku itu sia - sia. Aku berdiri canggung di hadapan pria itu sambil melipat tanganku ke depan kaku tanpa mengatakan apapun, begitu juga dengan Si Hwan -ssi yang menggaruk belakang kepalanya bingung. Hyo Ra yang sejak tadi melihat tingkah kami menghembuskan nafas besar

"Si Hwan -ssi katakan tujuanmu kemari, kau kemari untuk menemui Kyung Ji kan?" sahutnya geram sambil menyenggol lengan Si Hwan -ssi,

"ahh.. iya.. Kyu -Kyung Ji -ah apa -apa kau mau makan siang bersamaku?" tanyanya canggung sambil melirik ke arah lain malu.

Aku memutar mataku canggung "makan siang?" jawabku sambil meringis kecil "iya.. baiklah.." putusku, "dimana kita akan makan?" tanyaku mencoba santai sambil menggandeng tangan Hyo Ra membuat Si Hwan -ssi melirik kami bergantian bingung. Memahami maksud lirikan Si Hwan -ssi, Hyo Ra melepas tanganku dengan gerakan cepat sambil membuat alasan yang membuat keningku berkerut "aku pergi dulu.. aku harus memberi makan anjingku" sahutnya cepat sambil melambaikan tangan dan berlari tanpa menoleh sedikitpun. Aku hanya melihat punggung Hyo Ra dengan tatapan aneh "a -an..anjing? Bukankah dia takut anjing?" gumamku memiringkan kepala bingung, suara tawa terdengar lepas dari sebelahku, membuatku menoleh cepat ke sumber tawa itu. Aku mengedipkan mataku beberapa kali melihat Si Hwan -ssi yang sedang tertawa kecil

"ada apa?" tanyaku bingung

"tidak.. tidak apa" sahutnya sambil menggeleng cepat dengan senyum lebar.

Melihat senyumnya keningku justru berkerut kecil "katakanlah.. aku tidak akan tersinggung" timpalku santai, ia hanya menggeleng sambil berjalan membukakan pintu mobil untukku "masuklah" ajaknya santai. Aku menggigit bibir bawahku berfikir sejenak 'ahh.. masa bodoh' kataku dalam hati, melangkahkan kakiku masuk ke dalam mobil cepat. Mobil Si Hwan -ssi melaju dengan kecepatan normal yang tidak ku ketahui kemana tujuannya, aku menikmati pemandangan di luar jendela yang mulai menunjukkan lautan yang membentang indah "ohh.. laut.." sahutku takjub, aku menoleh ke arah pria di sampingku menaikkan sebelah alis curiga. Melihat reaksiku, ia tersenyum miring "baiklah, aku bertanya pada Hyo Ra segalanya tentangmu.. dan ya.. sampailah kita disini" jelasnya canggung sambil menujuk keluar santai. Mendengar penjelasannya itu, tawaku pecah dan aku memalingkan wajahku sambil menggeleng kecil.

Si Hwan -ssi memarkirkan mobilnya sempurna di depan tenda masakan laut favoritku dan menoleh ke arahku dengan senyum miring, aku melebarkan mataku tercengang "daebak.." sahutku tidak percaya "sampai serinci ini?" tambahku. Ia terlihat menaikkan bahunya kecil "mari kita coba makanan favoritmu" sahutnya sambil membuka pintu mobil santai, aku ikut turun dari mobil dengan langkah percaya diri masuk ke dalam tenda makan.

Tanganku langsung tebuka lebar "IMMOOO..." sapaku riang kepada penjaga tenda itu "Kyung Ji -ah.." sapa penjaga tenda itu dengan dialek busan yang khas memelukku erat,

"kau datang dengan si-" sahutnya terputus mengamati Si Hwan -ssi dari ujung kepala ke ujung kaki "namjachingu?" tambahnya bingung

"mwo.. dia laki - laki, dan bisa juga teman" jawabku canggung.

Kami tertawa garing sejenak "duduklah, akan kubuatkan makanan enak untukmu" sahut penjaga stan itu cepat. Kami duduk berhadapan di meja pojok dekat kasir, aku tertawa kecil melihat Si Hwan -ssi yang sedang mengamati sekeliling tenda dengan ekspresi yang tidak bisa ku tebak. Aku tersenyum kecil "apa kali ini kau heran pada selera anehku?" tanyaku membuka pembicaraan, mendengar pertanyaanku Si Hwan -ssi menatapku kaget "tidak, tentu saja tidak" elaknya cepat. Aku hanya mencibirkan bibirku tidak percaya tanpa menjawab apapun. Melihat responku itu Si Hwan -ssi kembali membuka mulutnya "sungguh.." tambahnya meyakinkan

"lalu apa yang Si Hwan -ssi pikirkan?" tanyaku santai

"dari mana kau bisa tahu tempat ini? Aku selalu menjadi supir ketika bepergian, jadi aku jarang tahu tempat seperti ini" jelasnya.

Aku mengangguk kecil sambil membuka mulutku paham lalu berfikir sejenak, aku memiringkan kepalaku "entahlah eomma selalu mengajakku kemari jika ia merindukan appa" jawabku bingung,

"apa ayahmu tidak tinggal bersamamu?" tanyanya.

Aku menggeleng kecil "appa sering di tugaskan ke Seoul, awalnya kami mengikutinya tapi saat aku sudah besar dan sekolah itu sulit dilakukan"

"jadi kau dan ibumu tetap tinggal disini.." simpulnya ragu sambil melirik kearahku

aku tersenyum kecil dan menaikkan bahuku kecil "begitulah" jawabku santai.

Si Hwan -ssi terlihat membuka mulutnya hendak mengatakan sesuatu, namun suaranya terhenti karena penjaga tenda yang datang membawa peralatan makan, gelas, dan air untuk kami. Ia terlihat tersenyum sopan sambil mengatur peralatan makan, lalu meletakkannya di depanku lebih dulu

"anak muda apa yang ingin kau makan?" tanya penjaga tenda pada Si Hwan -ssi.

Ia terlihat melirik bingung kearahku "hmm.. sama seperti dia saja" putusnya ragu

"apa kau yakin?" tanya penjaga tenda itu kaget,

"ya ak-" jawabnya terhenti "imo.. berikan dia jjamppongnya saja" selaku cepat dengan senyum aneh di wajahku.

Penjaga itu terdiam sejenak, lalu mengangguk canggung mengerti "baiklah, tunggu sembentar kalau begitu" jawab penjaga tenda dengan senyum ramah, meninggalkan meja kami masuk ke dapur. Si Hwan -ssi menatapku ragu meminta penjelasan sedangkan, aku hanya memutar mataku sambil tertawa garing menghindari tatapan anehnya itu. Aku berpikir mencari topik untuk mengatasi situasi aneh ini

"apa Si Hwan -ssi sudah lama berteman dengan Yoo Ki op-.." kataku terhenti dan memutar mataku,

"oppa?" sahunya dengan nada menekan serta tatapan seolah - olah mengatakan 'kena kau'

"jangan salah paham dulu.. dia sepupuku.." jelasku canggung sambil melambaikan kedua tanganku di udara.

Mendengar penjelasanku mata Si Hwan -ssi melebar kaget "kalian saudara?" tanyanya takjub, aku meringis canggung dan mengangguk kecil tanpa menjawab apapun. Ia melipat kedua tangannya di atas meja "kenapa kalian tidak bilang waktu kita bertemu di cafe kemarin?" tanyanya terdengar santai. Aku menatapnya dengan senyum kecil "tiba-tiba.. Yoo Ki oppa menelfonku pagi itu dan mengancam, 'jangan katakan apapun' begitu" jelasku santai sambil menirukan suara Yoo Ki oppa dan tertawa kecil. Mendengar ceritaku, Si Hwan -ssi ikut tertawa "wahh.. jinjja?" tanyanya takjub, aku mengganguk "iya.. lalu setelah aku bertemu kalian di cafe aku paham maksud ancaman aneh itu" sahutku santai. Si Hwan -ssi membenarkan posisi duduknya, menopangkan sikunya di atas meja santai "siapa yang menjadi saudara orang tua Yoo Ki? Eomma? Appa?" tanyanya

"appa.." jawabku santai "ibu Yoo Ki oppa adalah kakak appa yang paling tua" tambahku.

Si Hwan -ssi terlihat mengangguk paham sejenak, ia kembali membuka mulutnya hendak menanyakan sesuatu, namun bunyi ponselku menahan pertanyaannya. Aku melihat layar ponsel 'eomma' bacaku dalam hati. Aku mengangkat tanganku memintanya menunggu sembentar, sedikit menjauh lalu mengetuk layar ponsel, menempelkan ponselku cepat ke telinga.

Aku menoleh sedikit "eomma wae?" tanyaku santai

"sayang eomma ada urusan sembentar dan sepertinya eomma akan menginap di Seoul, apa kau bawa kunci rumah?" tanya eomma lembut seperti biasanya

"hmm.. sepertinya tidak" jawabku ragu

"apa tidak bisa kau pulang sekarang? Eomma akan pergi setelah kau sampai" minta eomma.

Aku melirik ke sekeliling sejenak "aku tidak bisa pulang.." sahutku canggung, aku terdiam berfikir sejenak dan mendapatkan solusi yang tepat untuk situasi ini "eomma"panggilku semangat,

"ada apa?" sahut eomma terdengar kaget dari seberang telfon.

Aku pun membuka mulutku menyampaikan ideku "begini saja.. tolong bawakan beberapa pasang baju ke Gereja ketika nanti eomma berangkat, aku akan tidur disana sampai eomma pulang" jawabku cepat. Tawa kecil terdengar dari seberang telfon "baiklah, eomma rasa itu ide yang bagus juga, eomma sangat khawatir jika kau sendirian di rumah"

"baiklah kalau begitu, eomma hati - hati dalam perjalanan" sahutku sambil tersenyum kecil,

"kau jangan pulang malam - malam, jaga sikapmu selama di Gereja" timpal eomma serius.

Senyumku semakin melebar "ne.." jawabku singkat menurunkan tanganku hendak menutup sambungan telfon. Gerakanku terhenti mendengar eomma memanggilku dari seberang telfon

"Kyung Ji -ah"

aku kembali menemplekan ponselku ketelinga "wae?" tanyaku

"kau akan selalu bersama eomma kan?" tanya eomma terdengar cemas.

Aku mengerutkan dahiku mendengar pertanyaan itu "apa terjadi sesuatu?" balasku bertanya, "tidak.. tiba - tiba eomma hanya merasa takut" tepis eomma kali ini terdengar canggung. Aku mengigit kecil bibir bawahku "ya, aku akan bersama eomma, tapi.." jawabku terhenti menghembuskan nafas kecil

"tapi, harusnya aku yang menanyakan hal itu pada eomma sekarang" sambungku.

Eomma menutup sambungan telfonnya tanpa mengatakan apapun. Aku menjatuhkan tanganku sambil menghembuskan nafas besar dari mulutku,

"Eun Kyung Ji -ssi" panggil Si Hwan -ssi membuyarkan pikiranku.

Aku berusaha tersenyum dan mengendalikan perasaanku lalu menoleh kearah Si Hwan -ssi, tawaku tertahan melihat ekspresi Si Hwan -ssi yang tidak ku pahami. Ia menatap lurus ke arah gaemul yang terpajang di atas meja

"kau juga makan ini?" tanyanya sambil menujuk jijik ke arah gaemul,

aku tertawa kecil melihat ekspresi itu "ya, itu enak" jawabku santai sambil berjalan ke meja.

Aku meletakkan ponselku di atas meja santai, duduk menopang dagu sambil melihat ke arah Si Hwan -ssi lurus - lurus. Aku kembali tersenyum kecil, sambil sesekali mendorong piring gaemul itu mendekat ke arahnya jahil. Ia terlihat menjauh dengan tatapan jijiknya itu sambil mengomel kecil

"mwoya.. apa kau mengutukku barusan?" tuduhku

"ANIYO" bantahnya cepat, ia terlihat mengerutkan keningnya "barusan kau menggunakan bamal padaku kan?" tuduhnya curiga.

Aku memutar mataku pelan "tidak.." jawabku lalu berdeham kecil, mata Si Hwan -ssi tampak menyipit curiga "aku yakin kau menggunakan banmal" bantahnya yakin. Aku hanya berdeham kecil, lalu menggerakkan tanganku memotong gaemul di hadapanku santai sambil mengalihkan pandanganku darinya. Si Hwan -ssi terus berusaha menatap matakuku sambil tersenyum jahil, sementara aku terud diam menghindari tatapannya. Setelah menyantap semua makanan yang kami pesan, kami keluar dari tenda berjalan ke arah mobil. Aku menoleh ke pantai, terdiam sejenak hanyut dalam lamunanku. Si Hwan -ssi menatapku lurus - lurus, lalu mengikuti arah pandangku sambil tersenyum miring dan menggenggam tanganku

"ayo kita jalan sembentar" ajaknya sambil berjalan melebarkan senyumnya ke arahku.

Aku menghentikan langkahku, sambil menggenggam lengannya "tidak usah, kita pulang saja" tolakku canggung. Si Hwan -ssi kembali tersenyum lebar lalu menarikku ke arah pantai, aku akhirnya menggerakkan kakiku mengikutinya sambil menggigit bibir bawahku. Setelah jarak kami dan pantai sudah cukup dekat, aku mengangkat tangan Si Hwan -ssi yang menggandengku erat "kau bisa melepaskannya sekarang" sahutku santai. Si Hwan -ssi perlahan melepaskan tangannya malu, menggaruk belakang kepalanya memalingkan wajah dariku. Melihat reaksinya itu, aku hanya tersenyum kecil dan kembali menatap kearah pantai.

Aku berjalan mendekati bibir pantai sambil mengangkat tangan meregangkan tubuhku, dan memejamkan mataku menikmati suasana pantai yang sudah lama tidak kurasakan. Si Hwan -ssi berjalan mendekatiku membuka mulutnya

"kau senang?" tanyanya

aku menoleh sambil menyisir rambutku yang berterbangan tertiup angin, mengangguk kecil "sudah lama aku tidak kesini" jawabku.

Senyum lebar kembali tersungging di bibir Si Hwan -ssi "tampaknya kau punya banyak kenangan disini" sahutnya, aku menggangguk kecil "ya, begitulah" jawabku singkat lalu menundukkan kepalaku. Aku menghembuskan nafas besar dari mulutku, kembali menoleh ke arah Si Hwan -ssi "aku rasa ini saatnya kita pulang" tambahku lalu membalikkan badan berjalan ke arah mobil.

000

Kami hanya duduk diam selama perjalannan sambil memperhatikan jalan yang kami lalui, aku tidak memiliki keinginan untuk memulai pembicaraan, meskipun aku melirik canggung ke arah Si Hwan -ssi beberapa kali. Ia terdengar berdeham kecil dan membuka mulutnya, namun sebelum suaranya keluar dering ponselku terdengar

"angkatlah" katanya datar,

aku meringis kecil "permisi sembentar" sahutku canggung.

Aku mengeluarkan ponselku dari dalam tas, melihat nama yang tertera di layar dengan senyum kecil. Dengan gerak cepat aku mengetuk layar langsung menempelkan ponselku ketelinga "hallo.." sapaku sopan,

"mwoya.. aku tidak menyangka kau bisa sesopan ini" sahut pria di seberang telfon dengan nada jahil.

Aku yang mengenali siapa pemilik suara ini, berusaha mengendalikan diriku agar tidak terpancing "eomma ada apa?" jawabku berusaha mengendalikan nada suaraku,

"hey! Aku bukan eomma apa kau tuli?" sahutnya kesal

"iya eomma aku mengerti, apa terjadi sesuatu?" tanyaku kali ini terdengar menekan.

Hyun Soo menghembuskan nafas kecil dari seberang telfon cepat "hey! Eun Kyung Ji.. ini Hyun Soo bukan eomma" timpalnya dengan nada menekan yang sama denganku,

"WAE?" bisikku kesal.

Hyun Soo menghembuskan nafas kesal "apa kau tidak pulang?" tanyanya, "aku tidak pulang hari ini" bisikku.

Si Hwan -ssi sesekali menoleh ke arahku mengkerutkan dahinya bingung, saat lampu merah menyala ia berhenti dan menatapku lurus "apa ibumu mencarimu?" tanyanya. Aku menoleh cepat dengan ekspresi kaget, memutar mataku "an.. iyo.." jawabku canggung sambil memaksakan tawaku

"mwoya.. kau sedang jalan dengan seorang pria?" tanya Hyun Soo kesal.

Aku kembali memalingkan wajahku ke arah jendela mobil "aku sedang perjalanan pulang eomma" sahutku cepat,

"hey Eun Kyung Ji, kalau kau tidak segera pulang aku akan laporkan pada eomma kalau kau pergi dengan seorang pria yang tidak jelas" ancamnya cepat.

Aku menghembuskan nafas kesal "hey Bae Hyun Soo, apa salahku jika aku jalan dengan pria? Aku sudah cukup umur untuk berkencan" timpalku berbisik kesal. Hyun Soo terdengar berdeham canggung sejenak "te- tentu saja salah.." bantahnya bingung "kau.. kau tidak minta ijin pada orang tuamu untuk pergi dengan seorang pria" tambahnya cepat.

Aku melepaskan tawa kecilku "kau berbicara seakan - akan kau tahu orang tuaku, dan kau bisa menemuinya sekarang" tepisku remeh,

"aku tahu, aku juga bertemu ibumu sekarang" timpalnya percaya diri, "dia datang menitipkan baju untukmu, bagaimana? Haruskah aku katakan padanya sekarang?" lanjutnya santai.

Mendengar jawabannya itu mataku melebar kaget "HEY.." teriakku hanyut dalam emosi, Si Hwan -ssi langsung menoleh kaget ke arahku sambil memiringkan kepalanya, melihat ekspresinya aku hanya memaksakan senyumku sambil menunjuk canggung ke arah jalan. Si Hwan -ssi kembali menjalankan mobilnya dengan ekspresi bingung sambil sesekali menoleh kecil ke arahku, aku berdeham kecil berusaha menenangkan diriku, sementara suara tawa lepas Hyun Soo terdengar dari seberang telfon. Emosiku semakin membara mendengar tawa lepasnya dari telfon

"eomma aku akan sampai sembentar lagi" sahutku sambil menahan emosiku

"kau baru saja memanggil ibumu, HEY.." sahutnya sambil menirukan suaraku,

"baiklah.. sampai jumpa" timpalku mengabaikannya lalu menutup sambungan telfon tanpa menunggu jawaban Hyun Soo.

Aku menghembuskan nafas besar berusaha menenangkan diri, lalu menoleh ke arah Si Hwan -ssi dengan senyum yang di paksakan. Melihat senyumku, Si Hwan -ssi tertwa kecil sambil menggeleng pelan "aku anggap kau sangat dekat dengan ibumu" sahutnya santai. Mendengar itu aku hanya tertawa garing sambil memalingkan wajahku darinya malu, suasana mobil berubah menjadi aneh dan membuatku merasa tidak nyaman. Aku berdeham kecil menunjuk ke arah terminal bis yang jaraknya tidak jauh lagi "aku akan turun disana" bukaku santai sambil melirik ke arah Si Hwan -ssi, ia menoleh sejenak dan menggeleng kecil "aku akan mengantarmu sampai tujuanmu" sahutnya dengan senyum kecil. Aku tersenyum canggung "gomapseumnida" jawbaku sambil menunduk kecil. Aku menunjukkan jalan menuju Gereja dan kami akhirnya sampai ketika langit sudah gelap. Aku melepaskan sabuk pengamanku, menoleh kecil kearah Si Hwan -ssi

"gomapseumnida Si Hwan -ssi, hari ini menyenangkan" sahutku sambil menunduk kecil

"aku juga senang hari ini" jawabnya dengan senyum lebar menghiasi bibirnya,

"kalau begitu sampai jumpa lagi, hati - hati di jalan" timpalku dan langsung turun dari mobil.

Si Hwan -ssi melihat punggungku sejenak sebelum memutuskan turun dari mobilnya "Kyung Ji -ah" panggilnya, aku menoleh kaget mendengarnya memanggilku dan ia terlihat berlari kecil ke arahku

"ada.. apa?" sahutku canggung.

Ia menggaruk kecil belakang kepalanya malu "bisakah kau panggil aku oppa" mintanya "aku ingin lebih dekat denganmu" tambahnya

"oppa.." jawbaku canggung sambil menggaruk kecil leherku "baiklah Si Hwan -ss.. maksudku Si Hwan oppa, kalau begitu aku masuk dulu" tambahku cepat sambil mengangkat satu tanganku lalu membalikkan badanku.

"Kyung Ji -ah tunggu.." cegatnya sambil menahan tanganku,

aku membalikkan badanku menatap tangannya yang menggengam pergelangan tanganku "wae..?" tanyaku bingung

"apa aku bisa berharap lebih dari ini denganmu?" tanyanya sambil menatapku lurus - lurus.

Mataku melebar mendegar pertanyaan itu, aku menunduk mengedipkan mataku bingung sambil membuka mulutku berusaha menjawab sesuatu. Namun otakku tidak menemukan jawaban yang tepat untuk hal ini "ak.. aku.." sahutku sambil berfikir. Aku kembali membuka mulutku, namun suaraku tetahan ketika suara pria yang familiar terdengar

"Kyung Ji -ah, apa itu kau?" panggil seorang pria di belakangku.

Kami menoleh ke asal suara itu, mendapati Hyun Soo berdiri dengan ekspresi bingung dengan kaus dan celana pendek santai yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Aku melebarkan mataku kaget dan melepas tanganku dari genggaman Si Hwan oppa begitu saja. Aku membalikkan badanku, mengamati Hyun Soo dari atas ke bawah lalu mengangkat jari telujukku menyentuh pipinya. Hyun Soo yang merasakan jariku di pipinya sontak menepis tanganku "mwoya.." omelnya sambil menutupi pipinya

"harusnya aku yang mengatakan itu, mwoya.. apa yang kau lakukan disini dengan pakaian aneh ini?" timpalku sambil kembali melihatnya dari ujung kepala ke ujung kaki

"hey, bukankah kau harus menyelesaikan urusanmu dengan pria itu?" sahut Hyun Soo sambil menggerakkan dagunya.

Aku menoleh ke arah Si Hwan oppa yang melihat kami dengan tatapan yang tidak ku pahami, aku berdeham kecil dan mendekat ke arah Si Hwan oppa dengan senyum canggung "yang kau harapan itu.." bukaku "aku tidak yakin bahwa aku bisa memberinya" lanjutku pelan. Si Hwan oppa tersenyum kecil "tapi aku yakin.. kau akan memberikannya padaku meski tidak sekarang" jawbanya yakin lalu membalikkan badannya meninggalkan Gereja.

***