webnovel

UNLUCKY

Devi Kumalasari : HAHAHA ASTAGA -_-

Balfas Fahreza : Anjiiiiiing foto nenek2 nyasar ke facebook..

Oji Ahmad Fauzan : Mukanyaaaaaaaa HAHAHAHAHA

Wilda Swara : Kayak mukamu semua sempurnaaa!

Yhaya : Wah si homo kejam banget upload foto2 Wilda

Oji Achmad Fauzan : eh ompong emang saya yg upload tapi saya upload foto hasil

jepretan kamu.....

Balfas Fahreza : Woyyy anjing, berhenti komen! pemberitahuan saya full tolol!

Bukan hanya puisi Oji yang ramai dikomentari di facebook tapi hasil foto paparazzi-nya juga full dengan komentar, sampai ratusan. 90% komentar dari ratusan itu adalah hasil komentar Oji, Devi, Balfas, dan Yaya. Sisanya tema-teman yang lain. Bisa bayangkan betapa aktifnya mereka berempat mencela foto orang.

Sebuah pemberitahuan facebook, ada komentar baru dari puisi Oji.

"Saya hargai semuanya Oji apa yang kamu lakukan sudah buat saya tau tentang perasaanmu. Kalau mau ngobrol di sekolah gak usah malu2 :)." Sebuah komentar dari Cia.

Oji senang melihatnya lalu membalasnya "Bukannya saya malu. tapi banyak orang yang liat :)" Oji membutuhkan waktu satu jam untuk memikirkan balasannya tersebut.

Sebelum Oji off dari facebooknya, dia mengupdate status : Apakah dia lesbian?.

Oji menulis status tersebut karena perkataan Fitrah masih teringat di benakya. Fitrah pernah menyinggung kalau Cia itu lesbian.

***

Pesawat kertas yang dibuat Devi selalu mengelilingi kelas ketika jam pelajaran kosong. daripada Oji melihat anak hiperaktif itu bermain dengan pesawatnya, Oji melanjutkan membaca komik hentai yang disewanya kemarin. Apalagi membacanya bersampingan dengan Juli. Sensasinya sangat luar biasa.

"Itu komik apa, Oji?"

"Oh ini komik hentai," Oji berharap Juli tidak tahu artinya dan tidak menanyakan apa itu hentai.

"Hentai apa ya?"

"Hmm kamu baca aja aja sendiri," Oji tidak mau menjelaskan komiknya banyak gambar vulgar.

"Kalo gitu aku pinjam ya, soalnya udah mau pulang," Kayaknya Juli sudah sadar bahwa itu adalah komik dewasa setelah melihat sampulnya. Juli tetap memasukkan ke tasnya. Perempuan ini memang paling juara. Oji tidak sabar menunggu cerita Juli setelah membaca komiknya.

"Homooo kita barengan naik angkot yuk, saya tidak bawa motor soalnya," Yaya.

"Oke, saya mau jajan dulu." Oji berjalan menuju warung kecil yang berada di ujung kelas X.

"Saya tunggu di gerbang aja yaah." Yaya.

Ochie mengetuk-mengetuk meja warung. "Beliiii beliiii beliiiii."

"Iyaaa, tunggu." Penjaga warung itu keluar.

Oji sudah memilih jajanannya, membuka langsung bungkusnya lalu memakannya sambil berjalan. Belum sempat melangkah jauh dari warung itu, si tomboy temannya si Cia berjalan ke arah Oji.

"Maksud status kamu apa hah?" Si tomboy itu langsung menunjuk ke Oji yang jaraknya masih ada tiga langkah ke Oji.

Oji kaget. Oji tidak menulis sama sekali nama Cia di status Facebooknya. Kenapa Cia langsung tersinggung?

"Kamu liat di sana Cia nangis! lo minta maaf sekarang atau gue hantam lo pakai helm?" Cia duduk di tempat pertama kali mereka kenalan.

Oji berjalan dengan kaku menuju ke tempat Cia. Sambil memikirkan kata maaf yang harus diucapkannya. Belum sempat sampai, Cia langsung pergi.

"Kamu kenapa diam aja! kejar!"

"Saya malu kerjar-kejar cewek. Diliat orang banyak." Oji terbata-bata mengucapkannya.

Buuuk! Oji membiarkan pipinya dihantam. Tidak begitu sakit baginya, cewek tomboy itu masih memukul seperti perempuan. Oji masih bingung, kenapa Cia harus tersinggung?

Oji berjalan dengan pikirannya melayang, dia sangat menyesal menulis status seperti itu. Yaya sudah menunggu cukup lama di gerbang sekolah. Oji tidak menceritakan ke Yaya yang barusan terjadi. Tidak ada percakapan di antara mereka. Yaya sudah membuka percakapan tapi Oji hanya menjawab dengan singkat "Oh" "Masa?" "Iya".

Jalanan begitu sunyi hari ini, langit berwarna hitam menandakan sebentar lagi hujan deras akan turun. Di perjalanan menuju angkot tiba-tiba ada yang memanggil dari seberang jalan. Orang itu memakai topi dan memakai jaket denim yang sudah tua. Yaya langsung merespon panggilan itu. Oji berniat meninggalkan Yaya, tapi merasa gak enak. Oji dengan terpaksa mengikuti langkah temannya. Yaya duduk bersampingan dengan orang menggunakan jaket denim dan bertopi itu. Oji berdiri tepat di depan mereka sambil mengingat-ingat kejadian di sekolah tadi.

"Kalian tau Ali yang anak 1994, dia barusan memukul adik saya?" Oji dan Yaya menggelengkan kepala.

"Jangan-jangan kalian teman Ali, keluarkan HP kalian!. Saya mau ambil sebagai barang bukti." Sambil mengeluarkan borgol. Layaknya seorang polisi.

Oji tidak percaya begitu saja. Oji tidak mau memberikanya sedangkan HP Yaya sudah diambil.

"Kalau kamu tidak mau Hpnya saya sita, silakan panggil teman saya yang lagi di warkop 88. Namanya pak Adi. Saya harus meminta persetujuannya tapi hp kamu titip dulu ke temanmu. Sapa tau kamu langsung kabur." Sebuah perkataan yang kurang jelas dari Orang tersebut. Oji tetap tidak mau. Oji melihat orang itu mencurigakan.

"Kamu jangan kurang ajar ya sama saya. Saya ini ini polisi. Kalau saya suruh segera lakukan." Orang itu mulai membentak.

Dengan sangat terpaksa Oji menitip hp ke Yaya. Oji takut dengan gertakannya. Oji menuju ke warkop 88 yang berada di sekitar sekolahnya. Berlari kencang dan bingung, Oji berlari ke sana dengan perasaan dirinya sedang ditipu tapi tetap masih saja berlari. Ketika sampai di sana tidak ada orang yang bernama pak Adi. Oji langsung bergegas berlari menuju Yaya, awan hitam sudah menurunkan air yang sangat deras. Dari jauh, tinggal Yaya seorang diri. Mukanya pucat dan matanya berkaca-kaca.

"HP kita diambil..saya terpaksa kasihnya.. soalnya saya ditodong pisau pas di leher."

Itu HP baru saja dibeli Ochie, handphone camera pertamanya. "tidak apa-apa kok, ayo pulang." Sambil membantu Yaya berdiri di pinggir jalan di tengah derasnya hujan. Hari tersial bagi Oji, handphone hilang dan Cia marah dengannya.

Setelah Oji tiba di rumahnya, dia tidak bisa menahan air matanya keluar sambil mengadu ke mamanya. Dasar anak cengeng!.

***

Oji sudah tidak mau memikirkan kejadian mengerikan saat pulang sekolah tadi. Oji hanya sibuk memikirkan caranya untuk meminta maaf ke Cia. Setelah memikirkan berbagai cara, akhirnya dia memutuskan meminta maaf lewat facebook. Benar-benar cowok pengecut. Huruf demi huruf di ketiknya, ada beberapa kata yang sering diucapkan Balfas diketiknya, yaitu "anjing". Perminta maafan yang sangat menghina dirinya. Pendek tapi sangat menghina, dan sedikit gila.

OJI ITU ANJING!!!

saya itu kayak anjing! sy udah nyakitin perasaan cewek yang ku suka! saya emang anjing! saya bukan Oji! panggil aja saya anjing! saya udah bikin dia nangis, saya emang anjing!

Oji ngetag Cia dan semua teman facebooknya dalam catatannya. Apa hubungannya teman facebook Oji dengan masalah pribadi Oji dan Cia? supaya banyak yang like dan simpati dengannya dan memberikan kesan ke Cia bahwa Oji sudah malu-maluin dirinya sendiri ke teman-temannya. Oji berpikir, Cia pasti akan kasihan melihat dirinya dan akhirnya mendapatkan maaf dari Cia.

Devi Kumalasari : Eh kamu kenapa oji? -____-

Oji Achmad Fauzan : saya bukan Oji! panggil sy anjing!

Devi Kumalasari : -_________-

Suryadi : Siapa yang kamu bikin nangis? Oji sorry gara-gara hp km hilang.

Oji Achmad Fauzan : Cia! gpp ya, km sih mau aja hampirin tuh orang.

Balfas Fahreza : Hahahaha emang km anjing! eh anjing tdk usah tag sy di catatan km yang gaje!

Syamsul Alam : Oke saya besok manggil anjing deh di sekolah!

Muhammad Ismail : Gara-gara cewek km begini? lebay. halo anjing.

Oji Achmad Fauzan : MAKASIH TELAH MANGGIL saya ANJING.

Devi Kumalasari : -_____________________________-

Tiiing bunyi sebuah pesan facebook. Pesan dari Fathia Maya Aulia (Cia) ke Oji.

"Tidak usah kayak gitu, aku udah gak marah kok. hapus sekarang ya. aku udah maafin, lagian aku gak lesbian." Cia begitu kaget melihat maaf dari Oji. Antara kasihan dan menjijikkan. Kesannya bagi Cia, Oji itu sangat lebay dan terlalu berlebihan. Cia tidak suka dengan cowok yang hanya pandai berbicara di sosial media dan terlalu memamerkan dirinya kalau dia lagi suka sama cewek.

***

Jika guru tidak mengizinkan Oji masuk kelas karena terlambat. Oji nongkrong ke Amin si penjual gorengan. Kantin sekolah memang tempat anak terlambat sering berkumpul dan anak kelaparan berkumpul. Si anak kelaparan biasanya kabur dari kelasnya dengan alasan buang air besar. Oji yang sudah dari tadi selesai dengan makanannya, dia masih duduk sambil menunggu bell istirahat berbunyi. Ada dua orang yang menemaninya duduk, anak kelas tiga.

"Eh bro, bayarin saya ya sama temanku." Anak kelas tiga malakin Oji.

Muka Oji mencerminkan sifat polos dan sepertinya penyabar, wajar saja banyak orang yang mencoba untuk malakin Oji. Sayangnya wajahnya tidak begitu menggambarkan sifatnya. Oji bukan anak yang pemberani atau penakut, bukan kedua-duanya. Sifat Oji berada di tengah-tengah antara berani dan petakut. Tapi di dirinya ada tersembunyi sifat sedikit gelap, yang kapan saja bisa keluar. Ketika itu keluar, benda apapun yang berada di dekatnya tanpa basa basi digunakan untuk memukul. Waktu SD dia pernah memukul temannya sampai pingsan, waktu SMP dia pernah memukul orang dengan tongkat pramuka. Oji dalam keadaan posisi tidak baik hari ini, kemarin dia baru saja bermasalah dengan Cia dan mengalami penodongan. Situasi yang sangat memungkinkan melampiaskan kemarahannya. Oji tahu yang malakin dia hanyalah seorang jongos di kelas 3. Mereka bukan siapa-siapa yang perlu ditakuti. Oji tinggal menunggu emosinya terpancing sekali lagi.

"Mana uangnya, kita udah mau cabut nih."

Sambil tersenyum "Hehe saya lagi tidak ada uang nih, pas-pasan."

"Coba liat dompet kamu," Sambil meraba-raba celana Oji, mencari dompet.

Oji langsung menumpahkan teh manis yang dipegangnya ke wajah salah satu dari mereka. Mereka kaget, mereka tidak menduga wajah polos anak itu bisa berbuat brutal. Satu dari mereka masih berpura-pura berani melawan Oji, karena tidak menerima dirinya disiram air teh.

"Minta maaf tidak atau saya pukul?" Kera baju Oji ditarik.

Oji sudah mendapatkan kesimpulan, yang malakin dia hanyalah seorang pengecut. Pemalak yang senior tidak perlu memalak permaafan dari orang yang dipalaknya. Mereka dengan bebas dapat memukul wajah Oji tanpa melakukan tawar menawar. Tapi faktanya tidak, mereka hanyalah seorang pengecut yang hanya mengandalkan kelasnya lebih tinggi untuk menggertak siswa yang kelasnya lebih di bawah.

Oji masih keadaan duduk tersandar di tembok, anak kelas tiga itu berdiri di depan Oji sambil menarik-narik kera baju dan mengancam Oji dengan sebuah genggaman pukulan.

"Coba pukul." Oji.

Anak kelas dua itu tidak berani melayangkan tangannya ke muka Oji dan akhirnya dipisahkan oleh Amin si pedagang gorengan. Anak kelas dua itu sangat lega dipisahkan, mentalnya sudah kalah dengan gertakan Oji. Dia sadar dia malakin orang yang salah.

"Maaf Amin, bikin kotor. Dia yang cari gara-gara sih." Oji sambil menangis lalu berdiri mengambil es batu di gerobak Amin. Melumuri muka dan rambutnya dengan air es batu.

Oji punya kebiasaan, ketika dia emosi, air matanya juga ikut keluar. Kebiasaan yang sangat memalukan baginya. Dia sudah berusaha tampil keren tapi tetap mengeluarkan air mata. Untung para pecundang dari kelas dua itu sudah pergi duluan sebelum Oji menangis.

"Itu anak cengeng banget deh Cia."

"Hmm tidak juga deh, buktinya dia melawan."

"Tapi kan menangis, saya saja cewek kalo berantem tidak nangis."

"Udah deh Ninil, kamu masih marah sama Oji? aku saja udah maafin."

Oji tidak menyadari, Cia dan teman tomboynya sudah menontonnya dari tadi. Cia dan temannya juga lagi makan di kantin, Cia berada di warung sebelah Amin, mereka lagi makan bakso. Mendengar namanya disebut, Oji menoleh ke samping. Rasa bersalah dan malu ketika melihat Cia. Bersalah tentang masalah lesbian dan malu diliat menangis. Cia memberi senyum ke Oji, Oji membalasnya dengan kaku karena tidak menyangka akan mendapat senyuman dari Cia. Oji kembali duduk, tembok pembatas warung antara kantin menghalangi pandangan mereka. Oji kembali tersenyum sendiri. Bell yang ditunggu Oji akhirnya berbunyi, bell yang menandakan mata pelajaran di kelasnya berganti. Baru saja ingin berdiri dari tempat duduknya, Oji sudah melihat beberapa temannya berjalan ke arah Amin.

"IH ADA ANJING! GIMANA RASANYA DITODONG?" Sesuai permintaan Oji, namanya sekarang Anjing. Amar berteriak dari jauh.

Matanya yang nampak berkaca-kaca, tidak berharap dilihat temannya. Oji menggosok matanya sekali lagi. Mereka sudah duduk dan siap mendengar cerita penondongan yang dialami Oji dan Yaya.

"Anjing, ceritain dong yang kemarin, Eh kamu abis nangis jing?" Mail.

"Iya tadi berantem sama anak kelas 3 tadi."

"Hahaha si anjing belagu, paling masih sedih hpnya hilang." Balfas.

"Saya liat kok tadi temanmu berantem. Dia nyiram es teh ke anak kelas tiga." Amin sambil menuangkan beberapa gelas es teh.

"Hah? sapa? dengan sapa Amin? dengan siapa nih si anjing berkelahi?" Amar dengat suara kerasnya bertanya. Dia berdiri sambil memegang es teh yang sudah dituangkan Amin.

"Oh saya tau! yang itu tadi loh yang dua orang barusan. Satunya bajunya basah. Iya kan anjing?" Farid mengingat karena tadi mereka semua berpapasan menuju kantin.

"Hahaha anjing! berantem kayak cewek kamu. Masa main siram-siraman!." Balfas.

Cia dan Ninil tertawa kecil di warung sebelah. Walaupun kata anjing sedikit kasar di kuping Cia, tetap lucu baginya Oji dipanggil anjing.

"HAHAHAHAHA ANJING ANJING ANJING!" Amar.

"Woi anjing jangan berisik!" Sekumpulan anak kelas tiga lewat. Mereka adalah sekelompok orang yang pernah memukul Fitrah.

Oji kaget. Mungkin saja pecundang tadi mengadu ke temannya. Mereka adalah orang-orang yang ditakuti di SMA 1994. Oji benar-benar panik.

"Anjing kamu semua! masih bocah, ngomongnya anjing anjing." Mereka melanjutkan langkahnya ke warung lain. Oji legah. Orang yang berantem dengannya tadi hanyalah seorang anak IPA. Seandainya mereka anak IPS, Oji mungkin sudah dihajar.

Oji tertawa kecil "Balfas, kamu kenapa diam aja? kamu kayak bencong aja ngomongnya sok jantan tapi diem."

"Kalau satu lawan satu sih saya berani njing." Balfas mengontrol suaranya.

"Sudah sudah, ceritain saja kenapa kamu bisa ditodong kemarin jing? Hahaha." Alam.

"Tuh si Yaya suruh ceritain, asal nyebrang saja pas dipanggil. Saya sih sudah tau kalo dia mau niat mau nodong kita. Pas saya disuruh manggil temannya di warnet terus hp saya diminta, di situ saya sudah tau. Tapi tidak tau kenapa, saya mau saja nurutin perintahnya. " Oji.

"Pas si Oji pergi eh maksud saya pas si anjing pergi. Saya langsung ditodong pakai pisau. sapa yang berani coba melawan kalo gitu." Yaya.

"Ah kalo saya, saya hajar tuh orang." Riswan si atlit dayung sambil memamerkan ototnya.

"EH ADA CIA tuuuuuuuh!" Amar melihat Cia berjalan yang ingin kembali ke kelasnya.

"Ayo Cia, panggil anjing si Oji hahaha."

Terdengar suara teriakan dari ujung kantin "Woi kalian bocah anjing bisa diam tidak?"

"Cabut ah dari sini, ada yang sok ngatur." Balfas.

***

Hari ini tidak seperti biasanya, Oji diantar dengan mobil ke sekolah, bukan untuk menghindari penodongan. Hari ini waktunya memamerkan nilai rapor ke mama dan ayahnya. Saat ini mereka bertiga bersama di dalam mobil. Sesampai di sekolah, barusan melewati pagar sekolah, Guru-guru sangat antusias menyambut Oji, mama, dan Ayahnya. Semua guru mengenal Ayahnya, guru lama maupun guru baru. Wajarlah ayah Oji adalah bekas guru killer di sini. Sampai satpam yang sering menahan Oji terlambat pun mengenal Ayahnya. dia bekas murid Ayah Oji. Setiap guru yang dijumpai, mereka pasti menceritakan tentang hobi terlambat Oji datang ke sekolah, tapi itu semua tertutupi ketika kepala sekolah menceritakan Oji ikut olimpiade TIK. Untuk pertama kalinya juga, Oji melihat kepala sekolahnya tersenyum. Bukan karena dia bangga dengan Oji, melainkan dia bercerita tentang masa-masa mudanya dengan Ayah Oji.

Sesampai di kelas X-3, sudah ada wali kelas duduk sambil memegang tumpukan rapor. Pemandangan yang keren, Oji bisa melihat semua wajah orangtua teman-temannya.Oji adalah orang paling beruntung, hanya dia yang ditemani dengan orangtua yang lengkap. Semua orangtua murid melirik ke ayah Oji, apakah mungkin mereka semua kenal dengan ayah Oji? Oh bukan, mereka meliriknya karena jelas-jelas sudah ada tanda larangan merokok tapi ayahnya tetap merokok. Dasar perokok keras.

Dengan bergiliran mereka mengambil rapor, durasi mereka berada di meja wali kelas berbeda-beda. Yang memiliki durasi lama mungkin karena nilainya error. Tiba giliran Oji, wali kelas mulai membuka rapor Oji ke hadapan orangtuanya. Oji cukup santai, dia tahu nilainya akan bagus. Oji paling menyukai angka 98 yang berada di rapornya, nilai dari TIK.

"Nilai Fauzan cukup bagus, tapi ini anak punya kebiasaan terlambat. Hampir tiap hari." wali kelasnya mengadu. Hampir terlambat tiap hari, tapi belum dikeluarkan. Ini semua karena trik licik. Herannya, guru-guru tidak ada mempertanyakan dengan poin keterlambatan Oji. Ini semua pasti karena ayahnya.

"Iya ini anak memang terlalu lambat kalau mau ke sekolah. Sudah sulit di bangunin. Di depan cermin juga lama." Oceh mamanya. Tapi lumayan, walaupun sering telat, tetap masuk sepuluh besar.

Oji dan orangtuanya keluar dari kelas, di luar sudah ada Juli menunggu. Gawat, Juli mengembalikan komik hentai itu ketika Oji bersama dengan orangtuanya. Mereka melirik sampul komik Oji, lalu menatap anaknya. Juli tertawa, ini cewek kayaknya sengaja.

"Ma pa, duluan saja. Saya mau ngumpul sama teman-teman dulu." megalihkan perhatian.

Oji menunggu anak-anak lain keluar sambil mendengar curhat Juli setelah membaca komik hentai.

"Eh kamu peringkat berapa?" Itulah kalimat pertama yang ditanyakan semua orang ketika keluar dari kelas.

Tapi berbeda ketika Balfas, Yaya, dan Fitrah keluar, "Kalian naik kelaskan?" Tidak perlu menanyakan peringat mereka bertiga berapa. Naik kelas saja sudah sukur, soalnya mereka dikabarkan akan tinggal kelas.

"Hmm... Saya mau pilih IPS kayaknya." Fitrah.

"Yaiyalah anjing, mana mungkin lo pilih IPA! nilai kita saja dipaksain naik kelas." Balfas.

"Hahahaha tapi walaupun nilai saya bagus, pasti tetap milih IPS. Otak saya tidak mampu kayaknya di IPA." Yaya.

Puji tuhan, mereka semua berhasil naik ke kelas 2 SMA.

"Foto kelas yuk! sebagai kenang-kenangan." Devi.

"Ajak wali kelas kita juga." Yaya.

"AYOOOOOOOOK BURUAAAAAAAAAN!" Teriak Amar.

"Eh Nemo, kamu tidak usah ikut. Ngerusak pemandangan saja." Oji mulai membully lagi.

"Dari pada kamu homo. Megang pantat Bima." Wilda menyinggung Oji. Oji akhirnya terdiam. Kali ini Wilda yang menang.

Siswa Siswi X-3 pun saling berboncengan ke studio foto terdekat dari sekolah. Lucunya dari puluhan bidikan foto, ekpresi Yaya dan Riswan si pedayung tidak pernah berubah. Ekpresi yang sama, mereka tidak pernah tersenyum. Gigi ompongnya takut tertangkap kamera.