DUG
"Aduh!" pekik Earth, tidak sengaja menyandung sebuah tanjakkan kecil yang tidak ia lihat. Ia terlalu banyak melamun karena memikirkan hal tersebut, sehingga lupa kalau jalan yang ia lalui memiliki beberapa tanjakan karena jalan menuju ke gedung perkuliahannya sedikit lebih tinggi.
"Sakit, sial!" gerutunya.
"Earth? Kau kenapa?"
Earth menoleh ke arah sumber suara. Ia mengernyit saat mengetahui kalau itu adalah ….
"Sky?"
"Aku melihatmu dari belakang, sepertinya kau melamun sehingga tersandung seperti itu," ujar Sky. "Ada yang mengganggu pikiranmu?"
"T—tidak. Aku hanya memikirkan sesuatu."
"Tentang Moon?" tanya Sky.
"Apa terlalu terlihat, ya?" Earth balik bertanya.
Sky mengerucutkan bibirnya dan memberi anggukkan.
"Sangat terlihat. Kau seperti sedang ada masalah percintaan," jawab Sky.
"Huft … aku tidak mengerti wanita. Tiga tahun aku mengenalnya, tapi baru kali ini ia menunjukkan rasa cemburunya. Dan itu menurutku sangat berlebihan. Apa kabar selama tiga tahun ini aku menahan rasa cemburu setiap ada pria yang mendekatinya?" jelas Earth, entah mengapa ia memilih untuk buka suara dan menceritakannya kepada Sky.
"Itu tandanya Moon mencintaimu, Earth," ucap Sky, memberikan nasehat.
"Tapi kau dulu tidak seperti itu."
DEG
Sky diam. Ia merubah rautnya ketika Earth mulai mengungkit masa lalu mereka.
"Eu, Sky … maaf. Bukan maksudku ingin menyinggung, tapi—"
"Aku tidak mempermasalahkannya, Earth. Aku juga tidak menyesali adanya masa lalu di antara kita. Kau tidak perlu merasa bersalah," ujar Sky, tidak ingin membuat Earth merasa bersalah.
"Sky …."
"Untuk Moon … aku harap kau bisa lebih memahami wanita. Mereka memang sedikit lebih sensitif. Aku juga bisa melakukan hal yang sama seperti Moon, tapi sayangnya aku sudah tidak bisa lagi seperti itu," ujar Sky. "Ayo kita ke kelas."
Sky melangkah lebih dulu, sementara Earth berjalan di belakangnya. Seperti menaruh rasa bersalah, Earth sejak itu hanya diam dan sama sekali tidak menjawab ataupun mengajak Sky berbicara lagi.
***
"Lagi?!" tanya First, nadanya sedikit tinggi.
"Aku tidak tahu kenapa akhir-akhir ini ia mudah marah seperti itu," balas Earth, ia masih tidak habis pikir pada Moon yang sampai kini belum juga memberi kabar ataupun merespon pesan dan panggilannya.
"Kau terlalu banyak ditempeli oleh wanita-wanita. Aku saja yang melihatnya risih," timpal Two, mengakui kalau Earth memang idola di kampus, diangkatan dan juga tertampan dijurusan mereka.
"Tapi tidak setiap hari juga, Two. Baru juga kemarin berbaikan, sekarang sudah seperti ini lagi," gerutu Earth, mood nya sangat tidak baik karena Moon yang bersikap seperti itu kepadanya.
"Berikan kontak Moon. Biar aku yang mencoba untuk menghubunginya," pinta Sky, tiba-tiba ikut dalam pembicaraan itu.
First dan Two menyetujui saran dari Sky. Mungkin saja jika yang menghubunginya itu bukan Earth, Moon mau menerima panggilannya.
Dengan berat hati, Earth memberikan konta Moon kepada Sky. Sebenarnya ia tidak ingin, tapi ia khawatir kalau amarah Moon akan merusak project mereka dan menjadi sangat salah dimata teman-teman kelompoknya.
"Aku akan coba menelponnya," ujar Sky, ia segera melakukan panggilan kepada Moon.
Earth, First dan Two menunggunya dengan harap cemas, tidak menoleh sama sekali, fokus memperhatikan Sky.
"Oh, halo Moon, kau dimana?" tanya Sky, sepertinya panggilannya sudah diterima oleh Moon.
Mereka bertiga yang mendengarnya mejadi lega, karena Moon mau menerima panggilan dari Sky.
"Oke, aku ke sana, ya. Kau tunggu di sana."
Earth mengernyit, mengapa bukan Moon yang mendatangi mereka.
"Mau kemana kau?" tanya Earth.
"Moon sedang makan siang bersama teman kelasnya. Aku hanya ingin menghampiri dan mengajaknya untuk menemui kalian di sini. Masih ada yang perlu kita bahas, bukan untuk besok?"
"Biar aku saja—"
"Oh, NO NO, Earth! Kalau kau yang mendatanginya, bisa saja Moon bukan datang pada kita. Ia akan memilih untuk pulang," ujar First, menahan Earth.
"Kau percaya saja padaku. Aku akan membawa Moon kemari," ujar Sky, kemudian ia berlalu tanpa menunggu persetujuan lagi dari Earth, yang nyatanya tidak akan pernah setuju dengan keputusan tersebut.
***
Moon kini sudah sendiri, sedang menunggu Sky yang katanya akan datang menghampirinya. Sedikit lebih lama, itu karena lokasi dari tempat Sky berada di dekat danau memang cukup jauh untuk menuju ke kantin fakultas Moon.
"Sky!" panggil Moon, ia melambaikan tangannya kepada Sky, memberikan tanda dimana keberadaannya. Sky yang sudah melihat, segera berjalan menghampiri Moon dengan senyum sebagai sapaannya.
"Maaf membuatmu menunggu. Mana teman-temanmu yang lain?"
"Tidak masalah. Aku dan teman-temanku sudah selesai makan dan mereka sudah pulang lebih dulu. Oh ya, ada apa, Sky? Apa ada yang ingin dibicarakan? Setahuku, hari ini latihan ataupun pengambilan video ditiadakan, bukan?"
"Oh, sebenarnya ada yang ingin dibicarakan oleh First dan juga Two. Tapi sepertinya kau sedang buru-buru, ya?"
"Oh, bukan seperti itu. Jika masih bisa disampaikan melalui panggilan atau pesan, aku akan pulang," balas Moon.
"Hmmm, ini semua bukan karena Earth?" tanya Sky, ia tidak berbasa-basi lagi.
"Kau … kenapa menukas seperti itu … tidak, kok," jawab Moon, terlihat jelas kebohongannya.
"Tidak perlu menutupinya. Earth sedang sedih di sana. Sekecil apapun, kalian harus segera menyelesaikannya, Moon. Bukan aku ingin membela Earth, tapi … dia memang pria yang sangat setia," ujar Sky.
"Woah … sepertinya kau memang lebih banyak tahu tentang Earth dari pada aku, ya?"
"Moon, percaya tidak percaya, aku sudah mengetahui tentangmu sejak lima tahun lalu. Ia memang sangat menyukaimu."
"HA? Lima tahun? Aku mengenalnya baru tiga tahun, Sky …."
"Kau tidak tahu, bukan?"
***
Earth mengernyit, melihat Sky yang datang bersama dengan Moon.
"MOON ..!!! Akhirnya kau datang juga … cepat-cepat kemari. Ada yang harus kita bicarakan untuk besok. Kau selalu saja membuat kami menunggu lama," gerutu First.
"First …!" ujar Earth, tidak terima dengan gerutuan First untuk Moon.
"Iya, iya … maaf. Aku tahu ia kekasihmu, tapi kala kalian bertengkar terus seperti ini, project kita tidak akan selesai, Earth."
"Sudahlah, kita bahas saja sekarang. Jangan membuatnya menjadi lama lagi," timpal Sky, tidak ingin berlama-lama lagi.
First, Two, Sky, Moon dan Earth duduk membentuk lingkaran di tepi danau itu. Mereka membahas persiapan untuk besok, hari yang akan menjadi penentu shooting atas latihan mereka selama tiga hari ini.
Moon dan Earth duduk bersebelahan, namun keduanya terlihat masih memberikan jarak. Sky yang melirik mereka, menggelengkan kepala karena tidak habis pikir dengan pasangan ini.
Sengaja, Earth mendekatkan posisi tangannya pada tangan Moon, sehingga menyentuh tangan Moon dan membuat Moon menoleh pada Earth, yang kini tengah menatapnya.
"Ma—af," ucap Earth, tanpa mengeluarkan suaranya.
Moon menarik tipis bibirnya, ia mengangguk.