Menjelang sore, Petugas dinas sosial itu kembali menemui Ben untuk berpamitan. Tugasnya mengantar Ben pada keluarga ibunya sudah selesai. Ia memberikan nomor kontak yang bisa dihubungi kapan pun jika Ben mendapat masalah ketika tinggal di rumah keluarga ibunya.
"Thank you," ujar Ben sebelum wanita dari dinas sosial itu pergi.
Petugas dinas sosial itu tersenyum sambil mengangguk pelan. "You can contact the Australian embassy or me directly if you get into trouble. You are still an Australian citizen, after all. We are ready to help you anytime."
Ben menganggukkan kepalanya. "I get it."
Petugas dinas sosial itu tersenyum sambil mengusap kepala Ben. "Good boy. I hope you'll be happy here."
Wanita yang mirip dengan ibu Ben kemudian menghampiri Ben dan merangkulnya. "He's safe here."
Petugas dinas sosial yang menemani Ben menatap wanita itu dan tersenyum. "Thank you."
Ben mengangguk pelan sambil tersenyum. "Bye."
Petugas dinas sosial kembali tersenyum pada Ben sambil menganggukkan kepalanya. Ia lalu berjalan menuju gapura rumah dengan ditemani oleh pria yang menerima dokumen-dokumen milik Ben.
Sementara itu, wanita yang mirip dengan ibunya menepuk bahu Ben. "Ayo, masuk ke dalam. Kamu pasti lelah."
"What should I call you?" tanya Ben pada wanita yang mirip dengan ibunya.
Wanita itu menatap Ben. "You can call me Bibik or Embok. I'm your aunt, by the way."
"Embok?" ujar Ben.
"What?"
"Thank you," ucap Ben.
Wanita yang dipanggil Embok oleh Ben menganggukkan kepalanya. "Come in. Don't wander around the house carelessly. Not everyone accepts your presence in this house."
Ben mengangguk mengerti dan segera melangkah masuk ke dalam bangunan yang mereka sebut sebagai Bale Dauh. Embok mengantarkannya sampai ke kamarnya. Setelah itu, ia dibiarkan sendiri di dalam kamar tersebut. Ben segera mengeluarkan pakaian yang ia bawa dari tempat tinggalnya dan mulai menatanya di atas tempat tidur.
Meski baru berumur tujuh tahun, ia sudah terbiasa merapikan sendiri barang-barangnya seperti yang selama ini diajarkan ibunya. Setelah mengeluarkan pakaiannya ke atas kasur, Ben berniat untuk memasukkannya ke dalam lemari kayu yang ada di dalam kamar yang ia tempati. Ia sedikit terbatuk ketika membuka pintu lemari tersebut karena banyak debu-debu berterbangan yang keluar dari dalam lemari.
"That's gros," gerutu Ben yang melihat banyaknya debu di dalam lemari tersebut.
Ben akhirnya mengurungkan niatnya untuk memasukkan bajunya ke dalam lemari dan memilih untuk kembali memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Begitu semua pakaiannya kembali masuk ke dalam koper, Ben berbaring di tempat tidurnya.
Ia memandangi langit-langit kamar yang ia huni saat ini. Suasana di kamar tersebut sangat hening. Mendadak semuanya terasa begitu sunyi. Berbeda dengan hari-hari terakhir di tempat tinggalnya di Adelaide yang selalu diwarnai dengan suara teriakan orang tuanya yang beradu mulut.
Kesunyian itu membuat Ben kecil tiba-tiba meneteskan air matanya. Ia meringkuk di tempat tidurnya dan mulai terisak. Menyadari bahwa dirinya kini berada jauh dari rumahnya. Seorang diri di tengah-tengah rumah dan orang-orang yang terasa sangat asing baginya.
----
Bunyi kokok ayam jantan membangunkan Ben dari tidurnya. Ia mendesah pelan sambil mengucek-ngucek matanya yang terasa perih setelah menangis semalam. Tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggilnya. "Ben! Cepat keluar."
Ben bergegas bangkit dari tempat tidurnya. Dengan setengah berlari ia menuju ke pintu kamarnya. Begitu ia membuka pintu kamarnya, Embok sudah berdiri di hadapannya. Embok keheranan melihat wajah Ben yang nampak kuyu. Ia memegang dagu Ben dan menggerakkan wajahnya ke kanan dan ke kiri.
"Kamu habis menangis?" tanya Embok.
Ben langsung menggelengkan kepalanya.
Embok langsung melepaskan tangannya dari dagu Ben. "Ayo keluar. Ini sudah waktunya berdoa pagi."
Ben menganggukkan kepalanya. Meski dengan wajah yang masih sedikit sayu karena baru saja bangun, Ben segera berjalan keluar dari kamarnya dan mengikuti Embok.
"Wait, Mbok," seru Ben ketika ia berjalan melewati wastafel.
Embok menghentikan langkahnya dan menoleh pada Ben. Ia mendesah pelan ketika melihat Ben tengah menyeka wajahnya di kran wastafel.
"Next time, you should wake early. This is not Australia," ujar Embok ketika Ben kembali menghampirinya.
"Sorry. Maybe you can tell me about the rules in this house," sahut Ben.
Embok berdecak pelan setelah mendengar ucapan Ben. "Nevermind, after morning prayer I'll tell you everything you need to know. We need to hurry now. Nini and Aji are waiting for us."
Keduanya kembali melanjutkan langkah mereka untuk keluar dari Bale dauh untuk menuju pura keluarga yang ada di sisi timur laut area rumah tinggalnya saat ini. Ben sempat terhenyak ketika menyadari langit di luar masih sedikit gelap. Akan tetapi wangi dupa sudah memenuhi area tersebut seolah memberi tanda bahwa roda kehidupan sudah kembali dimulai.
Ben dan Embok langsung duduk di belakang anggota keluarga yang sudah terlebih dahulu berada di pura. Ben memperhatikan sekitarnya. Semuanya menundukkan kepala dan nampak sedang khusyuk berdoa. Embok yang melihat Ben masih menegakkan kepalanya, langsung memegang kepala Ben dan memaksanya untuk ikut menunduk.
"I don't know how to pray like you or the other, Mbok," bisik Ben ketika ia akhirnya terpaksa menundukkan kepalanya.
Embok langsung menoleh pada Ben. "Just shut up and follow Aji. Understand?"
Ben mengangguk pelan. Embok kembali menundukkan kepalanya. Ben ikut menundukkan kepalanya sambil mencontoh Embok yang mengatupkan kedua tangan di depan dadanya. Selanjutnya, Ben hanya mendengarkan doa yang dirapal oleh seorang pria yang dipanggil Aji oleh Embok.
Udara pagi yang terasa sejuk dengan semilir angin yang membelai lembut wajahnya, membuat Ben tidak kuasa untuk menahan kantuknya. Berulang kali ia kembali menguap. Doa-doa yang dirapal oleh Aji terasa bagaikan nyanyian tidur baginya.
----
"Lihat? Siapa yang tertidur di doa pagi pertamanya?" seru Aji ketika ia selesai memimpin doa keluarga.
Seluruh anggota keluarga yang mengikuti ritual tersebut langsung menoleh ke belakang. Mereka berdecak pelan ketika melihat Ben tertunduk bukan karena khusyuk berdoa. Melainkan karena ia kembali tertidur.
Embok yang duduk di sebelahnya langsung menepuk punggung Ben. Seketika Ben terperanjat. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya dan menatap anggota keluarga lain yang menatap ke arahnya.
Semuanya langsung memalingkan wajah mereka sambil berdecak pelan ketika Ben menatap mereka. Aji yang memimpin doa menggelengkan kepalanya. "Kalau besok kamu tertidur ketika sedang berdoa, saya tidak akan segan-segan untuk menjadikanmu persembahan untuk Dewa. Agar kamu bisa menebus dosa ibumu yang sudah mempermalukan keluarga ini."
Ben menelan ludahnya setelah ia mendengar ucapan Aji. Sementara itu, Aji menatapnya dengan sangat dingin. Seolah Aji benar-benar siap mengorbankannya pada Dewa kapanpun ia mau.
"Mengerti?" seru Aji.
Ben mengangguk pelan.
Aji mendengus pelan lalu kembali memalingkan badannya dan kembali merapal doa. Sementara itu, Ben hanya bisa menoleh pada Embok. Embok menghela napas panjang ketika Ben menatapnya. "Don't look at me like that. You annoy Aji. I can't help you."
****
Thank you for reading my work. I hope you enjoy it. You could share your thought in the comment section, and don't forget to give your support through votes, gifts, reviews, etc. Thank you ^^
Original stories are only available at Webnovel.
Keep in touch with me by following my Instagram Account or Discord pearl_amethys ^^