webnovel

7

7√

Pagi ini Vian terbangun lebih dulu dari pada Elsa, dia menggelengkan kepalanya ketika tangannya ia dapati melingkari pinggang istrinya.

"Gue masih ngga percaya kalau sekarang gue punya istri" desisnya pelan.

Dia membuka gorden kamarnya yang menghalangi cahaya masuk. Dengan itu matahari mulai menyusup ke dalam, hingga mengganggu tidur nyenyak Elsa.

Elsa melenguh, matanya menyipit sambil mencari Vian, mulutnya berulang kali menguap. Meskipun matahari sudah terbit terang namun tampaknya cewek itu tak berniat sedikitpun untuk memulai aktivitasnya.

"Lo bisa masak ngga?" tanya Vian yang baru keluar dari kamar mandi. Tangannya mengelap-elapkan handuk di kepalanya yang basah.

"Ngga"

"Jadi semalam lo nanya makanan kesukaan sama minuman kesukaan gue untuk apa?" geram Vian melirik sekilas pada Elsa yang masih berada di atas ranjang.

"Pengen tau aja"

"Fyuh.." Vian mengelus dadanya untuk mencoba sabar menghadapi Elsa.

Elsa tak mengacuhkan tanggapan Vian, dia kembali menarik selimutnya menutupi seluruh tubuhnya.

"Mandi sana, kita sarapan di luar"

"Hoamm..Masih ngantuk Al" ujar Elsa tanpa membuka selimut yang menutupinya.

"Biasanya juga gue sarapan pagi jam 10" tambahnya lagi.

"Yaudah, kalau gitu gue pergi sendiri"

"Jangan dong, masak punya istri cantik di kurung di kamar" rajuk Elsa duduk diatas ranjang dengan selimut yang masih membungkus tubuhnya. Hanya wajahnya yang dia perlihatkan ke Vian.

"Kan lo yang bilang, lo masih ngantuk"

"Gue sebenarnya udah nggak ngantuk lagi, cuma gue males mandi"

"Nggak usah mandi" saran Vian.

Elsa memajukan bibirnya ke depan "Jorok" desisnya pelan.

"Itu tau"

"Aaah.. Suami, kasih saran kek"

"Jijik. Yaudah pake jaket aja sama ganti celana, ntar pulangnya ganti"

"Gue juga males cuci muka"

"Iya, ngga papa. Gue ikhlas kok kalo pun nanti ada yang gosipin lo"

"Anjayy... punya lakik nyebelin banget" pekik Elsa sebal.

Vian kembali mendekati tempat tidur, dia duduk di dekat Elsa. Sedari tadi waktunya terbuang hanya untuk membujuk cewek itu. Ia tak mengerti bagaimana cara Ayah mertuanya mendidiknya selama ini sehingga menjadi sulit di mengerti karena banyaknya kemauan cewek itu.

"Jadi mau gimana Elsa Arqanaya?"

"Gue mandi bentar aja deh, tunggu ya"

Elsa segera berlari ke kamar mandi dengan lincahnya. Vian bahkan sampai menggelengkan kepalanya melihat cewek yang suka memakai pakaian kurang bahan itu sikapnya masih anak anak.

Empat puluh menit sudah berlalu, namun Elsa belum memunculkan diri dari pintu kamar mandi. Vian sudah berulang kali mengeluarkan helaan nafas berat, sedari tadi dia di uji kesabarannya oleh Elsa.

"Sa, lo udah empat puluh dua menit di kamar mandi. Lo ngapain aja sih?" tanya Vian sambil berteriak agak kuat supaya Elsa mendengarnya dan mempercepat aktivitas cewek itu.

"Bentar lagi" jawab Elsa.

Dua puluh menit kembali terlewatkan, suara Elsa baru mulai terdengar kembali.

"Al, tolong ambilin bathrobe gue dong"

Vian dengan langkah malas-malasan menuju gantungan handuk dan mengambil bathrobe Elsa kemudian memberikannya pada cewek itu "Andai kata lo dokter dan pertolongan lo dibutuhkan secara tiba-tiba, gue rasa pasien lo meninggal duluan sebelum lo obatin" dengusnya menyindir cewek itu. Namun Elsa hanya mengendikkan bahunya tak peduli.

"Lo ngapain aja di dalam?"

Elsa melirik sekilas pada Vian yang bertanya padanya sambil mengambil pakaiannya dari lemari. Semalam ketika sahabat sahabat Vian datang ke apartemen, dia menyusun pakaiannya ke dalam lemari.

"Ngga harus gue jawabkan?" tanya Elsa.

"Lo belajar dari mana, orang nanya ngga perlu di jawab?"

"Yaudah kalo lo mau tau." desis Elsa menatap Vian. Dia mengisyaratkan supaya Vian berbalik badan karena ia ingin mengenakan pakaiannya.

"Gue abis bersihin bekas tamu bulanan gue, lo mau?"

Vian meneguk ludahnya kasar, dia menggeleng cepat, membayangkannya saja sudah membuat Vian ingin muntah.

"Lo sih jadi orang kepo banget" cibir Elsa sambil mengeringkan rambutnya di depan kaca.

Vian kembali memasang wajah datarnya, dia memandang Elsa dengan sangat tak sabar. Perutnya sedari tadi tak berhenti meraung raung di dalam sana minta di isi makanan.

Dia berdiri dengan tangannya yang berlipat di depan dada "Gue bosan nunggu lo, gue udah lapar dan mau makan"

***

Keduanya sudah sampai di depan sebuah restoran. Vian turun dari mobilnya membiarkan Elsa yang masih di dalam mobil.

Saat sudah berada di depan pintu restoran, Vian menoleh ke belakangnya. Ia tak melihat keberadaan Elsa.

Langkahnya berbalik kembali ke mobil, dia melihat Elsa masih duduk manis sambil memainkan hpnya.

"Kenapa ngga keluar?"

"Lo seharusnya bukain pintu buat gue, biar sosweet"

"Antara sosweet sama kurang kerjaan ngga ada bedanya. Emangnya gue supir lo" desis Vian tajam.

Elsa memutar bola matanya "Lo kenapa sih ngga pernah bersikap manis sama gue?"

"Karena ngadepin lo ngga bisa pake sikap MANIS tapi pake sikap SABAR" tekan Vian pada kata katanya. Elsa berdecak, dia melipat tangannya di depan dada.

"Kalau gitu, gue ngga mau makan" rajuknya, berharap Vian akan membujuknya.

"Terserah" tanggapan cowok itu berhasil membuatnya marah sekaligus kesal. Dia tidak menyangka jika menaklukkan Vian akan sesulit ini.

Sedangkan Vian? Tanpa melakukan apapun mampu membuat Elsa menyukainya.

Sikap Vian yang tenang mampu membuatnya merasa Vian sangat pengertian padanya. Hanya Vian, pria yang mampu bersabar tanpa marah padanya setiap kali dia merengek dan membuat Vian kesal.

Mata Elsa berbinar ketika melihat Rio dan Deni baru saja turun dari sebuah mobil. Dia membuka mobil Vian kemudian melambaikan tangannya kepada dua cowok itu.

Dua cowok itu langsung menghampiri Elsa. Elsa berhambur ke pelukan keduanya bergantian. Mereka itu adalah Alumni dari SMA Aruma pada dua tahun lalu.

"Kok lo berdua bisa sama kak?"

"Iya, emang janjian. Mumpung sama sama di sini" jawab Rio

"Btw, lo sama siapa disini?" tanya Deni

"Sama cowok gue dong" balas Elsa bangga sambil memamerkan senyumnya.

"Gue mau lihat, seganteng apa sih cowok lo itu. Dulu aja gue lo tolak sama si Deni" cibir Rio mengingat masa dimana ia dan Deni ditolak oleh Elsa.

"Ngga ganteng kok, cuma dia itu beda dimata gue."

"Bedanya apa sama gue? Lebih cupuan dia?" duga Deni

"Anjayy lo kak, dia itu tenang, ngga emosian dan ngga nafsuan" bangga Elsa menceritakan sifat Vian pada dua cowok di depannya.

Deni dan Rio sama-sama tertawa atas ucapan Elsa. Mereka tidak yakin ada cowok yang mampu mengabaikan pesona gadis seksi yang selalu menjadi incaran teman temannya dulu.

"Yakin ada cowok gitu?" tanya keduanya kompak.

"Nah itu cowok gue" tunjuk Elsa ke arah dimana Vian berdiri sambil membawa kantong plastik. Vian mulai berjalan mendekati mereka.

"Oh, Alvian. Pantes aja"

"Emang kenapa sama cowok gue?" Elsa memandang penuh tanya pada keduanya.

"Dari dulu emang dia pinter banget ngontrol diri" ucap Deni membuat Elsa menaikkan alisnya bingung.

"Dia teman satu SMP kita dulu, kita abang dia juga kelas juga pas di SMP"

"Oke deh. Gue balik dulu ya kak, soalnya Vian udah masuk mobil duluan"

Kedua cowok itu menganggukkan kepalanya. Lantas melambaikan tangan mereka ketika mobil Vian mulai melaju, meninggalkan parkiran restoran.