webnovel

PROLOG

Sabrina namanya. Seorang siswi yang menjadi queen dari White Fox. Ini semua karena sang adik yang ditunjuk menggantikan ketua yang lama.

Fabio. Pria dingin dan sulit di dekati. Namun menjadi ciut bila dihadapan sang kakak yang hobi mem-bully, menyiksa dan menyuruh-nyuruh sang adik. Terkadang orang-orang sangat kasihan padanya. Pasalnya terkadang suruhan Sabrina itu sedikit kurang ajar dan tidak ngotak.

Misalnya seperti beberapa hari yang lalu di kantin sekolah.

"Dek! Maren gua lihat mangga pak Karyo dah mateng. Ambilin dek!"

"Hah?!"

"Kalo takut atau nggak diizinin. Colong aja!"

Fabio tertegun di tempat. Masalahnya anjing peliharaan pak Karyo cukup besar. Mungkin dua per tiga dari besar serigala yang diobati ayahnya di klinik. Yang katanya itu peliharaan teman ayahnya.

"Lu kalau mau bunuh gua, BUNUH!" teriak Fabio. Membuat orang-orang di kantin menoleh. "Bisa-bisanya gua punya kakak kayak lu!"

Fabio langsung pergi dari kantin. Namun tak ayal dia tetap mengabulkan permintaan Sabrina. Buktinya saat tengah malam dia langsung mengetuk kamar kakaknya dengan membawa piring, pisau dan asoy berisi mangga.

"Katanya nggak mau!" sindir Sabrina.

"Bacot lu! Ya udah yuk, makan!"

Sabrina langsung mempersilakan adeknya itu masuk. Fabio sedikit terkejut ketika melihat sambal kacang untuk rujak sudah siap. Tak urung dia tersenyum dan langsung duduk di sofa. Menyerahkan Sabrina untuk mengupas mangga tersebut. Mereka pun makan dengan lahap.

"Enak!" seru Sabrina. Asam dan manisnya mangga menyatu dengan sensasi pedas dan gurih dari sambal. "Tunggu! Lu beli kan?"

"Iyalah! Cari mati gua kalau nyolong!"

"Hahaha! Gua kira lu beneran bakal nurut."

"Gua punya otak kali. Lagian kalo sampai gua kenapa-kenapa. Lu pasti nangis paling pertama. Pake acara nyalahin diri sendiri. Ya kan?"

"Pe-De. Gua mah, nggak peduli!" Sabrina mengibaskan tangannya. Lalu lanjut makan.

"Gimana novel yang maren?" tanya Fabio.

Diam-diam Fabio menulis novel dengan memakai nama Sabrina. Dengan senang hati sang kakak menerima. Apalagi ia mendapat keuntungan sepuluh persen, karena nama dan rekeningnya yang terpakai.

"Seru sih. Alarick tokoh utama ditinggal protagonis, karena keluarganya bangkrut. Gara-gara orang tua antagonis dan second male lead yang menarik investasi mereka. Terus hidupnya tambah ngenes karena tunang ... mantan tunangannya yang sudah meninggal itu, ternyata berusaha nyelamatin mereka dari protagonis yang matre. Dan dia menyesal. Keren sih. Biasanya kan selalu happy ending." Sabrina menyuapkan mangga ke mulut Fabio. Sedangkan sang adek sudah kembali berkutat dengan laptop milik kakaknya. Demi menguntai kata dan menghasilkan uang.

"Oh iya! Thunder ngajak kami war lagi." Fabio menjelaskan dengan tangan yang sibuk menari di atas keyboard. Ia ingin merevisi bagian typo sambil melirik ponselnya yang tergeletak di meja. Di mana memunculkan beberapa kiriman foto screenshot dari Sabrina. Yang berisi letak kesalahan typo dan tanda baca sang adik.

"Ngapain mereka?"

"Gara-gara kemarin kalah. Dia mau balas dendam."

"Kuy aja lah! Gua ikut."

"Pake akun fake lu itu?"

"Iyalah apalagi."

Fabio mengangguk. Jujur saja dia nggak masalah jika Sabrina mengungkap jati dirinya sebagai anggota misterius white fox. Kaki tangan mantan ketua dan ketua mereka. Soal mencari biodata dan hal lainnya.

"Gua nggak suka narik perhatian."

"Lagak lu aja! Selain lu siapa yang bisa nyuruh gua sesuka hati kayak gitu?"

"Hahaha! Gua. Iya juga. Gua dah narik perhatian. Tapi biar aja dia lihat ekor gua bak tikus. Padahalnya ular sendok. Hahaha!"

"Serah lu dah!"

"Tapi war besok di tempat masing-masing kan?"

"Iya."

"Syukurlah." Sabrina mengambil air minum.

Tiba-tiba tanpa hujan. Muncul kilatan disertai petir yang kencang membuat Sabrina terkejut. Air dalam mulutnya menyembur dan mengenai stop kontak di lantai. Kedua kakak adik itu pun tersambar listrik begitu saja.

----

Di salah satu kamar di mansion besar. Seorang gadis berparas cantik membuka mata. Ia benar-benar terkejut dengan corak kembang di langit-langit kamarnya. Ia putari sekitar kamarnya benar-benar berbeda.

"Nggak mungkin kan?" tanyanya sambil berjalan ke cermin full body. "Aaaaaaaa!"

'Brak!'

"Ada apa, Sayang?" tanya seorang perempuan paruh baya dengan panik. Di belakangnya juga ada pria paruh baya dan pemuda tampan.

Saat melihat mereka. Tiba-tiba kepalanya berdenyut dan seketika tubuhnya ambruk. Sedangkan pemuda yang sejak tadi memerhatikan hanya memasang senyum tipis.

----

Dua jam kemudian.

"Eungh!" Gadis itu memegang kepalanya yang sakit. Perlahan matanya terbuka.

"Dah bangun lo, Kabin?"

Gadis itu perlahan menoleh. Raut wajah yang kecewa, karena melihat langit kamar berubah terkejut.

"Lu?"

"Fabio. Di sini nama gua Firza. Abang dari Paris. Tepatnya sih abang lu!" ucapnya sambil menyeringai. Sabrina menelan ludahnya susah payah.

"Hahahaha! Impossible!" tungkasnya.

"Tapi nyatanya gitu."

"CRAZY BOY!" hinanya penuh penekanan. Matanya kembali menoleh sekitar.

"Gimana dah dapet ingatannya?"

Sabrina mengangguk lemah.

"Kita dah mati."

"APA?!"

"Waktu gua diajak Firza keliling. Gua ngeliat tubuh lu dan gua dikubur. Ayah, Bunda dan Abang Marco nangis sedih. Terus mantan-mantan lu juga dateng sambil nangis. Tapi nggak nyangka gua. Ternyata dia tulus sama lu. Nyesel gua ancem mereka buat mutusin lu."

"Apa?!" Gadis itu berdiri dan langsung menarik kerah Firza.

"Santai Kabin! Yang penting gimana caranya kita ngerubah alur!"

"Hah! Lu bener. Dalam cerita kan lu marah sama gua gara-gara tu cewek ular. Nggak sengaja lu dorong gua dan jatuh dari tangga. Terus gua dead. Nah lu bunuh diri gara-gara nyesel. Iya kan?"

"Yups!"

"Mari bekerja sama. Mumpung cerita belum mulai!" Ia mengulurkan tangannya.

"Ayo!"

"Oh iya! Berhubung Paris adek Firza. Berarti di sini lu jadi babu gua. Iya kan?" Firza menarik turunkan alisnya.

"Nggak!" teriak Paris sambil melempar bantal ke Firza.

Mereka berdua saling melempar bantal dan buku yang bisa diraih sambil berkejaran di kamar. Tak memedulikan kamar menjadi berantakan.

'Brak!'

Kedua makhluk itu langsung terdiam. Firza kembali memasang wajah datar. Sedangkan empat orang yang baru masuk itu tampak cengo di ambang pintu.

"Ada apa?" tanya pria paruh baya itu dingin sambil melihat kamar yang berantakan. Bahkan bulu-bulu halus sudah bertebaran. Buku pun berserakan di lantai.

"Dia yang mulai duluan!" Paris mengambil satu langkah lebar menjauh dari Firza. Kemudian menunjuk kakaknya tanpa dosa.

"Nggak usah asal nuduh deh!" sinis Firza.

"Eugh!" Paris memegang dadanya. Seolah-olah habis ditusuk. "Padahal tadi yang mulutnya pedas minta ditabok tadi siapa ya?"

Kedua orang itu langsung bersitatap dengan nyalang. Seolah ada bara api keluar dari tubuh mereka. Lalu, sama-sama berdecih dan membuang muka.

"Abang minta maaf sama adek!" tegur wanita paruh baya itu. Membuat Paris menyeringai bahagia.

"Bun! Dia yang mulai duluan!" protes Firza tak terima.

"Adek minta maaf sama abang!" ucap pria paruh baya yang tak sengaja melihat senyum senang dari putrinya.

"Nggak!" teriak Paris sambil menatap Firza tak suka. Lagi-lagi mereka bersitatap tajam lalu tertawa bersama. Empat orang di ambang pintu itu mau tak mau ikut bahagia.