"Jinyoung hyuuung! Daddy menyuruh bangun!"
Haowen menjerit keras seraya melompat-lompat heboh di atas ranjang Jinyoung. Jika hanya dengan suara maka jangan berharap Jinyoung akan bangun. Pria kecil itu jika sedang tidur seperti beruang yang sedang berhibernasi. Gempa dahsyat, sunami, badai, topan, dan tanah longsor sekali pun ia tidak akan peduli. Mimpiku duniaku, masalah luar aku tak mau tau.
"Jinyoung hyuuuung!" Haowen menjerit lagi. Dia sudah lelah dan kesal karena yang membangunkan Jinyoung itu seharusnya menjadi tugas Jesper. Bukan tugas dirinya. Tugasnya tentu hanya makan, tidur, belanja, dan menganggu saudaranya yang sedang belajar serta daddynya yang bekerja.
"Hei little wall." Jesper menyapa seraya mengusap kecil kepala Haowen. Jesper ingin tertawa sebenarnya, hanya saja ia merasa iba karena usahanya membangunkan Jinyoung tak berbuah manis.
"Ini tugath hyung, jangan telat bangun lagi bethok!" Haowen mencibir kesal. Menyebalkan!
"Hahaha sorry bro."
"Thorry-thorry mwo?"
Jesper semakin tergelak parah. Adiknya yang satu ini sungguh luar biasa.
"Jinyoung, kau ujian sekarang. Cepat bangun!"
"Nggh."
"Oh Jinyoung! Bangun sekarang juga!"
"Aargh ookeeey!"
Jinyoung menggeram kesal. Satu-satunya spesies yang ingin Jinyoung musnahkan dari muka bumi ini ya spesies yang macam Jesper ini. Memuakan!
"Lima belas menit lagi kau belum selesai jalan kali hingga kesekolah."
"What the hell?!" Jinyoung menjerit frustasi. Yang benar saja! Jalan kaki? Jarak dari rumah kesekolahnya sungguh luar biasa jauh Ya Tuhan.
"Ayo jagoan kecil."
"Okke jagoan bethar."
**
"Ujian hari pertama Baejin?" Tanya Sehun.
"Ya dad."
"Hm fighting." Jesper menepuk pelan kepala Jinyoung, anggap saja itu bentuk dari salah satu kasih sayangnya.
"Ok."
"Dad aku ingin ujian juga." Tiba-tiba saja Haowen berceloteh dengan wajah datarnya.
"Ujian? Yang benar saja! Menyebutkan S saja kau masih belum lancar." Jesper tergelak puas. Ingin ujian? Tunggu saja hingga si kecil ini masuk sekolah setidaknya junior high school. Setelah itu mungkin dia akan kembali merengek agar bisa kembali pada wujud kecilnya ini. Meski Jesper tidak yakin Haowen akan merengek dengan wajahnya yang datar itu. Mustahil.
"Aku bisa! Eth! Eth! Eth! Kau dengar hyung?!" Mendengus kesal Haowen lakukan. Menyebutkan S itu mudah! Apanya yang sulit? Dasar aneh.
"Kau ingin tau apa yang aku dengar?"
"Apa?"
"Eth! Hahahahahaha." Jinyoung terpekik saat tawa pertamanya keluar. Sungguh, Sehun saja tidak sebegitu berantakan saat menyebutkan huruf S. Lalu kenapa Haowen bisa begitu menggelikan seperti ini?
"Tunggu hingga aku dewatha!" Haowen mengangkat satu sumpitnya dan menudingkan tepat pada hidung Jinyoung yang bahkan masih belum berhenti tertawa. Ini lucu! Benar-benar lucu.
"Kapan? Dewasa juga belum tentu cadelmu akan hilang brother."
"Kau thungguh keterlaluan!"
Jesper hanya bisa terkekeh pelan dengan mulut yang sengaja ia isi dengan makanan. Jika tidak, bisa saja ia akan ikut menertawakan kecadelan adiknya itu. Jujur saja terkadang Jesper merasa iba. Tapi mau bagaimana lagi? Adiknya itu sungguh menggemaskan.
"Les private dulu Jesper. Setelah itu kau bisa adu mulut dengan Jinyoung hyungmu ini." Jesper memberi saran terbaik yang ia bisa.
"Jangan meledek hyung." Jesper melirih kesal. Untung saudara, jika tidak? Sudah mati terbujur mereka berdua.
**
Tok. Tok.. tok..
Bunyi pada pintu ruang kerja miliknya membuat Sehun mendesah malas. "Masuk."
"Presdir, eh Sehun. Ada yang ingin bertemu denganmu." Suho masuk begitu saja tanpa rasa sopan santunnya. Ini mendesak.
"Apa yang terjadi?"
"Irene. Dia benar-benar kembali dari Amerika." Nafas Suho tersengal-sengal menahan sesak. Bayangkan saja! Ia baru saja berlari dari lantai sepuluh kelantai dua puluh tiga ini. Catat! 23. Hanya untu memberi tau Sehun bahwa perempuan gila itu ada di kantor mereka.
"Bukan urusanku." Seperti biasa, Sehun hanya akan bersikap tak peduli lalu kembali malanjutkan acara 'mari menandatangani berkas sialan ini'.
"Dia ada di lantai dasar Sehun. Di perusahaan kita. Dan demi Tuhan, Haowen juga ada di ruanganmu ini."
"Why uncle." Haowen yang merasa namanya terpanggil mulai memperhatikan Suho yang berpenampilan acak-acakan.
"Tidak sayang, lanjutkan aktifitasmu."
"Okey uncle."
Sret.
"Suruh keamanan untuk mengusir wanita bernama Bae Jonghyun atau Irene atau siapapun."
"Maafkan kami presdir. Dia sudah masuk kedalam lift. Kami masih berusaha mengejarnya."
Sehun menghela nafas lelah. Kenapa wanita itu muncul lagi? Apa tidak cukup masa rehabilitasinya beberapa tahun ini? "Haowen."
"Yeth daddy." Haowen berjalan mendekati Sehun dan merangkak naik kepangkuan ayahnya itu. Membuat Sehun dan Suho mau tidak mau harus tertawa. Malaikat kecil itu menggemaskan.
"Jika ada perempuan datang. Jangan hiraukan dia okey?" Sehun mengusap kepala Haowen. Menatap mata tajam yang sama persis seperti miliknya itu dan tersenyum kecil saat Haowen mengangguk mengerti.
"Apa dia wanita yang membuat daddy melupakan mommy?" Haowen bertanya lirih. Menatap berkas Sehun yang tampak sangat aneh di matanya. "Kenapa ithinya angka themua?"
"Kau benar. Jangan hiraukan dia okey?" Anggukan Sehun peroleh dari putra kesayangannya itu. Bukan bermaksud mengajarkan kebencian, Sehun benar-benar akan menjauhkan anak-anaknya dari bahaya apapun. Teruma Irene.
Tok.. tok.. tok..
"Kenapa rasanya seperti film action?" Suho memutar jengah bola matanya.
"Kau pernah menonton film action? Aku pikir hanya film Teletabis." Ejek Sehun membuat Haowen tertawa nyaring.
"Diam kau." Suho mendengus jengah. Untung atasan, jika tidak? Sudah mati bergelimpangan darah dia.
"Sehuuuun."
"Thuara melengking berithik itu hentikan!" Haowen mendengus jengah. Menyandarkan kepalanya pada dada Sehun lengkap dengan tatapan datar tanpa ekspresinya.
"Kau Haowen?" Tanya Irene antusias.
"Bukan. Keluar!" Ini dia yang Sehun banggakan dari anaknya. Benar-benar cetakan asli dari sifat dan wajahnya.
"Tidak bol-"
Ceklek.
Blam.
"Dad, semua baik-baik saja?" Jesper menyerbu masuk dengan suara debuman pintu yang agak kencang. Bahkan nafasnya terlihat sedikit tersengal. Berlari mungkin.
"Semua baik-baik saja. Kecuali dia." Dagu Sehun mengarah pada Irene yang masih membatu di tempatnya.
"Ooh dia?" Jesper itu bukan mulutnya saja yang pedas, tatapannya juga sangat tajam, dan terkesan meremehkan. Seperti saat ini contohnya. "Apa keamanan tidak becus menyeretnya?"
Suho mati-matian menahan tawa saat ini. Gelar saja yang anak angkat, sifat dan karakter mereka sungguh sangat mirip.
"Daddyyyy. Eh, ada tamu?" Jinyoung berhenti menjerit dan menatap Irene dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Dad, siapa?" Tanya Jinyoung.
"Bukan siapa-siapa." Sehun kembali melanjutkan acara menandatangi berkas berharga miliknya. Terserah perempuan itu mau pergi atau tetap mau menjadi patung maskot perusahaannya.
"Maskot tidak sejelek ini dad." Gumam Jesper malas. "Kau tidak mau pergi? Ini acara keluarga." Jesper mendengus malas.
"Aku juga akan menjadi keluarga kalian sebentar lagi sayang." Irene mengibaskan rambutnya dan memilih duduk di samping Jinyoung setelah menyingkirkan Suho yang menghalangi jalannya.
"Beranjak dari sana. Itu tempat duduk mommyku." Jinyoung menggeram kesal. Mau bagaimanapun meski dia hanya anak angkat, dia tetap menganggap Suzy sebagai ibunya juga.
"Bukannya anak Sehun hanya satu?" Alis Irene terangkat tinggi. Jesper bahkan bisa melihat ada seringai kecil di sana. "Aah, kalian berdua anak pungutnya bukan?"
Cukup sudah. Darah Jesper sudah naik hingga ubun-ubun. Itu kalimat keramat dalam hidup mereka.
Sret.
"Kau dan mulut busukmu enyahlah sialan!" Jesper mendesis dengan tangan yang mencengkram kuat kedua sisi pipi Irene. Mengangkatnya keatas dan melempar begitu saja tubuh perempuan sialan di depannya ini.
Brukh.
"Aaau, tak bisakah kau lebih sopan? Tau diri! Kau hanya anak yang Sehun pungut karena kasihan."
Darah Sehun makin mendidih, setelah menurunkan Haowen dari pangkuannya, kaki jenjangnya melangkah menuju Irene yang sudah menggembel di lantainya.
"Sehun, sakit."
Sret.
"Bangun." Sehun menggeram rendah. Dan Irene dengan otak berkaratnya menganggap Sehun akan murka karena perlakuan anak-anaknya itu.
"Aku tidak bisa berdiri."
"Kalau begitu aku hanya perlu menyeretmu!"
**
Ting.
Lift yang mereka naiki terbuka di lantai dasar. Seperti tadi, Sehun hanya akan menyeret Irene dan tak mempedulikan teriakannya. Entah itu sakit atau tidak terima, Sehun tak peduli.
Bruk.
"Jangan berani untuk menginjakan kaki kotormu ke kantor ini lagi. Dan untuk kalian," Sehun beralih pada keamanan yang hanya bisa menunduk takut karena aura yang Sehun keluarkan. "Jika masih membiarkan dia lolos maka terimalah surat pemecatan kalian."
"Maafkan kami Presdir."
"Sehun tunggu! Kau tidak bisa seperti ini padaku! Oh Sehuun."
TBC
THANK U
DNDYP